Sejarah Kota Tasikmalaya: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota di Priangan Timur

You are currently viewing Sejarah Kota Tasikmalaya: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota di Priangan Timur

Sejarah Kota Tasikmalaya: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota di Priangan Timur

Kegiatan Seminar Sejarah yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bandung kali ini mengangkat tema “Sejarah Kota Tasikmalaya: Pertumbuhan dan Perkembangan Kota di Priangan Timur”. Hal ini dilandasi oleh perkembangan perekonomian yang cukup pesat utamanya di Tasikmalaya dan di wilayah priangan timur pada umumnya. Selain itu, Tema ini juga untuk memacu semangat membangun warga Kota Tasikmalaya yang pada bulan Oktober ini merayakan hari jadinya.

BPNB Bandung dalam melaksanakan kegiatan ini tidaklah berdiri sendiri. Respon dari instansi/lembaga di Kota Tasikmalaya melihat ada manfaat sangat besar kegiatan untuk melihat kembali dan memperjelas perjalanan sejarah kota tasikmalaya yang saat ini mengalami pertumbuhan ekonomi sangat pesat. Oleh karena itu, Pemda Kota Tasikmalaya dan Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) berperan aktif dalam memberikan masukan mengenai hal-hal yang perlu diungkapkan dalam melihat sejarah perkembangan perekonomian di wilayah Priangan Timur.

Latar Belakang

Tasikmalaya merupakan salah satu kota di Priangan Timur yang memiliki perjalanan panjang sejarahnya. Awal kelahirannya mulai dari umbul yaitu wilayah kekuasaan pada masa sebelum kolonial, kemudian menjadi kabupaten dan kota pada masa pemerintahan Republik Indonesia. Seiring dengan perubahan status pemerintahan, terjadi pula perubahan ibu kota pemerintahan atau terjadinya perpindahan ibu kota pemerintahan.

Perpindahan ibu kota pemerintahan mulai dari Sukakerta sebagai cikal bakal lahirnya kabupaten Sukapura, kemudian pindah ke Manonjaya, dan terakhir pindah ke Tasikmalaya serta berubah nama yang semula bernama kabupaten Sukapura menjadi Tasikmalaya, merupakan suatu indikator bagaimana suatu kota tumbuh dan berkembang. Perubahan status pemerintahan dan perpindahan ibu kota pemerintahan Tasikmalaya terjadi disebabkan oleh tuntutan dari suatu kota yang mengarah pada suatu bentuk kota yang semula bersifat tradisional kemudian berubah menjadi suatu kota yang moderen dalam terminologi sejarah.

Dalam sejarah biasanya lahir dan berkembangnya suatu kota berawal dari suatu pusat pemerintahan kemudian berkambang menjadi suatu kota yang tidak hanya berfungsi secara politik. Perkembangan tersebut disebabkan, kota mampu menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang dibutuhkan bagi kegiatan warganya. Sarana dan prasarana tersebut seperti perdagangan, jaringan transportasi, pendidikan, hiburan, dan sebagainya. Ketersediaan sarana dan prsarana tersebut mengakibatkan mobilitas penduduk dalam kota tersebut menjadi meningkat. Aktivitas penduduk semakin dinamis.

Kota Tasikmalaya mengalami proses modernisasi diawali ketika terjadinya perpindahan ibu kota ke Manonjaya. Saat ibu kota akan pindah, Manonjaya dipersiapkan dahulu berbagai sarana dan prasarananya. Bupati Sukapura membangun berbagai fasilitas yang dibutuhkan bagi suatu ibu kota pemerintahan, seperti membangun gedung pemerintahan, mesjid, lapang alun-alun, sarana jalan, pasar dan sebagainya. Untuk menunjukkan bagaimana modernisasi pembangunan suatu kota bisa kita lihat dari gaya arsitek mesjid agung Manonjaya. Mesjid ini dibangun dengan memadukan gaya arsitek Eropa dan pribumi. Barat yang dianggap sebagai ikon modernisasi diterapkan pada bentuk bangunan mesjid.

Modernisasi ibu kota pemerintahan kabupaten Tasikmalaya beriringan pula dengan perubahan sosial yang terjadi di Hindia Belanda pada abad ke-20 sebagai dampak dari kebijakan politik dan ekonomi pemerintah kolonial Belanda. Salah satu kebijakan penting yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada saat itu yaitu pembangunan jaringan kereta api sebagai alat transportasi yang masal dan menghubungkan antara satu kota dan kota yang lainnya. Wilayah Tasikmalaya merupakan salah satu kota yang dilewati pembangunan jaringan kereta api pada jalur selatan pulau Jawa. Letak geografis Tasikmalaya yang menjadi batas antara propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, berdampak pada pertumbuhan ekonomi pada daerah yang dilewati jalur kereta api. Salah satu daerah penting yang dilewati adalah afdeling Tasikmalaya yang merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Tasikmalaya. Akibat pertumbuhan wilayah tersebut, maka ibu kota Kabupaten Sukapura dipindahkan dari Manonjaya ke Tasikmalaya dan Kabupaten Sukapura diganti namanya menjadi Kabupaten Tasikmalaya.

Perpindahan ibu kota ke Tasikmalaya ternyata berdampak Kabupaten Tasikmalaya semakin berkembang. Di ibu kota yang baru ini berbagai aktifitas ekonomi dan sosial tumbuh dengan pesat. Bupati Tasikmalaya membangun berbagai fasilitas kota yang dibutuhkan oleh warganya. Pertumbuhan Kabupaten Tasikmalaya yang begitu maju, telah menjadikan sebagai pusat pemerintahan karesidenan Priangan Timur oleh pemerintah kolonial Belanda, sehingga Kabupaten Tasikmalaya menjadi suatu kota yang dinamis di wilayah Priangan Timur.

Dinamisasi suatu kota ditandai dengan berbagai aspek yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya. Hal tersebut dilami oleh Kabupaten Tasikmalaya pada seperempat awal abad ke-20. Dalam aspek politik disamping sebagai ibu kota keresidenan Priangan Timur, di Tasikmalaya tumbuh organisasi pergerakan kebangsaan yang cukup berpengaruh di wilayah Priangan yaitu Paguyuban Pasundan. Organisasi ini di Tasikmalaya mendirikan majalah sebagai corong politik organisasi yaitu Sipatahoenan. Tulisan-tulisan yang dimuat dalam majalah tersebut tidak sedikit memberikan kritik kepada kebijakan politik pemerintah baik pemerintah kolonial maupun pemerintahan pribumi Bupati. Paguyuban Pasundan tidak hanya bergerak dalam bidang politik tetapi pula dalam bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah Pasundan.Kehidupan sosial keagamaan tumbuh dengan dinamis di kota Tasikmalaya melalui jaringan pesantren dan aktivitas para Kyainya dalam berbagai organisasi. Kegiatan ekonomi masyarakat tumbuh pesat dan pemerintah pribumi dalam hal ini memberikan perhatian kepada aktivitas ekonomi rakyat dengan mendirikan koperasi, sehingga di Tasikmalaya pernah lahir koperasi besar dan cukup berpengaruh yaitu Koperasi Mitra Batik.

Kota Tasikmalaya mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat mulai jaman kolonial hingga sekarang di masa Republik Indonesia. Pertumbuhan dan perkembangan Kota Tasikmalaya menjadi menarik untuk dikaji sebagai suatu sejarah kota yang dapat dilihat dari berbagai aspek atau total history pada sebuah kota.

Tujuan

  • Menggali sejarah Kota Tasikmalaya dari berbagai sudut pandang
  • Memahami Sejarah Tasikmalaya sebagai sejarah kota yang tumbuh dan berkembang.
  • Memahami pertumbuhan dan perkembangan Kota Tasikmalaya dalam perspektif dinamika masyarakat..
  • Memberikan masukan kepada pihak terkait tentang pentingnya memahami kota dalam perspektif sejarah.

Peserta

Ada beberapa kategori peserta seminar sejarah sebanyak 100 orang ini yaitu terdiri dari perwakilan unsur pemerintahan kota Tasikmalaya, budayawan, tokoh masyarakat, perguruan tinggi, guru-guru sejarah, dan media massa.

Narasumber

Tokoh-tokoh pendidikan dan instansi yang secara spesifik berkecimpung juga sebagai pemerhati kesejarahan di Tasikmalaya turut menyumbangkan pemikirannya dalam kegiatan ini di antaranya:

  • Prof. Dr. Sobana Hardjasaputra, MA (Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran dan Universitas Galuh Pakuan) memaparkan makalahnya yang berjudul Bupati R.A.A. Wiratanuningrat Peranannya dalam Pembangunan Kota Tasikmalaya (1908-1937)
  • Muhajir Salam, S.S (Direktur Soekapoera Institute) memaparkan perjalanan sejarah perekonomian di tasikmalaya di awal abad XX seperti yang tertuang dalam makalahnya yang berjudul Perekonomian Kota Tasikmalaya Awal Abad XX: Pertumbuhan & Perkembangan Pusat Perekonomian Di Priangan Timur
  • Dr. Agus Mulyana, M.Hum (Kaprodi Pendidikan Sejarah Sekolah Pascasarjana UPI dan Sekum Lembaga Pendidikan Maarif PW NU Jabar) secara khusus melihat sepak terjang politisi sipatahoenan seperti yang tertera dalam makalah yang berjudul Suara Demokratisasi dari Priangan Timur: Peran Sipatahoenan sebagai Corong Politik Paguyuban Pasundan (1929 – 1933)
  • Dr. Didin Wahidin, M.Pd selaku Rektor Universitas Islam Nusantara (UNINUS) Bandung menyumbangkan pemikirannya tentang Peranan Pesantren dalam Pendidikan Masyarakat di Tasikmalaya
  • Drs. Heru Erwantoro (Peneliti Madya BPNB bandung) melihat sisi pendidikan sejarah yang berperan penting dalam pendidikan mental bangsa seperti yang tertera dalam makalah yang berjudul Pendidikan Sejarah untuk Revolusi Mental
  • Rahmat Mahmuda, SH., M.M. (Staf Ahli Walikota Tasikmalaya) yang memaparkan makalah berjudul Situs-situs Sejarah Kota Tasikmalaya sebagai Obyek Pariwisata.