Silat Congkok Betawi
Oleh:
Yuzar Purnama
(Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat)
Ibu kota Negara Republik Indonesia, yaitu Jakarta dengan suku aslinya suku Betawi, ternyata memiliki khasanah karya budaya silat yang relatif banyak. Ada ratusan aliran silat dan padepokan yang sampai sekarang tetap dijaga dan dipelihara sebagai warisan leluhur. Dari sekian banyak aliran silat masyarakat Betawi, ada salah satu aliran silat yang memiliki kekhasan tersendiri yaitu Silat Congkok.
Penamaan “Congkok” diambil dari nama binatang yang kuat, gesit, dan buas yaitu sejenis macan. Tadinya nama aliran silat ini bernama silat Abah Maung. Abah Maung adalah sebutan kepada orang yang pertama memperkenalkan silat ini. Nama tersebut akhirnya diganti oleh cucunya yang bernama Bahtiar Jam’an menjadi Silat Congkok. Congkok dari nama salah satu binatang buas “meong congkok” adalah sejenis macan berwarna hitam yang pandai naik pohon. Abah Maung adalah nama panggilan Bang Sueb sebagai seorang pendekar yang menguasai ilmu silat dari bapaknya.
Silat Congkok, menurut Abah Maung berasal dari Cirebon yang kemudian jurus-jurusnya diadaptasikan dengan silat dan budaya Betawi sehingga kini Silat Congkok sangat kental dengan jurus-jurus ala Betawi terutama dalam teknik dasar, pola dasar, gerakan, insting, teknik pukulan, dan gedig berikut ritualnya. Abah Maung yang memiliki nama asli Sueb bin Salwa meninggal sekitar tahun 1990-an dalam usia sekitar 80 tahun. Tahun 2005, Silat Congkok mulai dikembangkan kembali oleh salah seorang cucunya bernama Bahtiar Jam’an. Keinginan yang kuat untuk melestarikan dan mengembangkan Silat Congkok membuat Bahtiar Jam’an rela meninggalkan karirnya sebagai seorang kontraktor. Menurut beliau, selama berkiprah dalam persilatan congkok, ada kepuasan batin dan kenyamanan dibandingkan bergelimang harta.
Jurus-jurus dalam Silat Congkok, kalau dulu Abah Maung menyebut tingkatan jurusnya dengan menggunakan huruf hijaiyah yaitu jenis abjad dalam bahasa Arab seperti jurus/tingkat Alif, Ba, Ta, Tsa, Jim, Ha, Kho, dan sebagainya. Kini Bang Bahtiar menggantinya dengan tingkatan yaitu tingkat 1 ada 15 jurus, tingkat 2 ada 12 jurus, tingkat 3 ada 12 jurus, tingkat 4 ada 9 jurus, tingkat 5 ada 33 jurus, tingkat 6 aplikasi/pemantapan, tingkat 7 untuk pelatih, tingkat 8 untuk Tenaga Dalam Tingkat 1, dan tingkat 9 untuk Tenaga Dalam Tingkat 2. Tenaga dalam Silat Congkok selain merupakan jurus juga dapat digunakan untuk pengobatan terutama pengobatan batin (rasa). Jurus ini merupakan olah tubuh dengan teknik olah pernapasan sehingga dapat mengendalikan napas dalam tubuh menjadi sebuah kekuatan.
Apabila sudah masuk tingkat pertengahan atau tingkat 5, seorang pesilat Congkok diharuskan untuk membersihkan diri (mandi) dan dilanjutkan dengan melakukan ritual rasulan. Dalam ritual rasulan, seperti biasa ada kirim-kirim doa (tawasulan) kemudian berdoa dan berdzikir seperti baca surat Alfatihah, Alikhlas, Annas, alfalak, Yasin, dan dzikir baca istigfar, hamdalah, subhanalloh, dan lailahailalloh. Kemudian bersama-sama yang hadir menyantap makanan yang telah disediakan. Makanan yang disediakan adalah bakakak ayam, pisang ambon, susu, air putih, biskuit, dan kembang 7 rupa. Pesilat tingkat 5 yang telah mengikuti ritual rasulan akan dilantik atau diakui sebagai keluarga besar Silat Congkok.Pada tingkat ini pula pesilat harus memiliki senjata minimal 1 senjata dan maksimal 5 senjata. Adapun jenis senjatanya seperti golok, kujang, pisau, belati, samurai, badik, tongkat pendek dari rotan (panjangnya 70 cm), dan kerambit (seperti kuku harimau). Pada tingkat inipula seorang pesilat harus memiliki kain kafan yang digunakan sebagai sabuk dan dipakai ketika berperang, misalnya membela negara. Kain kafan ini biasanya disimpan di dalam peti.
Pesilat yang sudah menyelesaikan tingkat 9 dan telah melaksanakan ritual rasulan, maka akan dilanjutkan dengan upacara pencopotan atribut yang dipasang pada saat naik tingkat menuju tingkat 9. Pencabutan atribut ini merupakan simbol bahwa pesilat Congkok tersebut dapat dikatakan sudah paripurna pada semua tingkat atau jurus.
Dalam waktu-waktu tertentu para pesilat Congkok akan melakukan permainan yang disebut “ujungan”, yaitu sejenis permainan ketangkasan menggunakan tongkat yang terbuat dari rotan namun memiliki permukaan lunak seperti karet. Ukuran Panjang untuk dewasa berkisar 60-70 cm, sedangkan untuk anak-anak memiliki panjang 40-50 cm. Permainan ujungan dilakukan dalam 3 ronde. Jalannya permainan ujungan adalah masing-masing pemain saling memukul dengan menggunakan tongkat rotan. Pergantian ronde dilakukan apabila salah seorang pemain telah terkena pukulan rotan sebanyak tiga kali.