Pertunjukan Sintren di Sanggar Ni Mas Mayangsari

You are currently viewing Pertunjukan Sintren di Sanggar Ni Mas Mayangsari

Pertunjukan Sintren di Sanggar Ni Mas Mayangsari

Pertunjukan Sintren di Sanggar Ni Mas Mayangsari

Oleh:
Suwardi Alamsyah P.
(Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat)

Sintren ialah salah satu jenis kesenian rakyat pesisir, di sekitar jalur pantura (Pantai Utara) antara Indramayu dan Cirebon. Kesenian ini konon mulai dikenal pada awal tahun 1940-an. Sintren berasal dari dua suku kata, yaitu “Si” dan “tren”. “Si” dalam bahasa Jawa berarti “ia” atau “dia” dan “tren” berarti “tri”, yakni panggilan pada seorang “putri”. Dengan demikian, sintren Artinya “Si putri” atau “Nyi Putri” yang menjadi pemeran utama dalam. kesenian Sintren.
Disebutkan di atas, kesenian Sintren ialah salah satu jenis kesenian tradisional masyarakat sepanjang Pesisir Pantai Utara Pulau Jawa khususnya, di Kabupaten Indramayu, Cirebon, Kuningan dan Majalengka. Di Kabupaten Cirebon, sintren menjadi salah satu kesenian tradisional yang sering dipertunjukan di Sanggar Nimas Mayangsari yang beralamat di Desa Bojong Lor Kecamatan Sumber. Kesenian sintren di sanggar ini biasa dipertunjukan dalam upacara penyambutan tamu, khitanan, pernikahan, dan juga dalam kegiatan lainnya.
Pemain dan Penari Kesenian Sintren
Pemeran utama kesenian sintren adalah seorang gadis penari, yakni seorang gadis yang masih suci dan telah berbagai syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi calon penari sintren, antara lain harus melakukan puasa senin kamis selama 40 hari. Pemain sintren lannya adalah seorang bodor, seorang dukun/pawang, serta beberapa orang gadis penyanyi dan atau penari. Peralatan utama dalam pertunjukan sintren adalah sebuah kurung ayam (ranggap). Dahulu, sintren dipertunjukan di ruang terbuka pada malam hari dengan diterangi dengan oncor (obor). Namun, kini pertunjukan kesenian sintren ini bisa dipertunjukkan pada siang hari.
Waditra
Waditra yang digunakan pada kesenian sintren ialah (1) semacam belanga dari tembaga atau buyung sejenis gentong yang terbuat dari tanah liat sebagai alat musik pukul; (2) keprak, yaitu sebatang bambu yang dibelah-belah dari ujung hingga tengahnya yang dipukul-pukulkan pada balok kayu yang ada di depan penabuh; (3) kenclang dan kenclung (dua buah lodong) yaitu dua potong bamboo berfungsi sebagai kempyang dan ketuk. Namun, belakangan ini waditra pengiring kesenian sintren tersebut disesuaikan perkembangan zaman, sepanjang tidak mengubah nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Tahapan Pertunjukan Kesenian Sintren
Pertama pawang/ ki dukun membakar kemenyan dan membacakan mantra, kemudian tetabuhan dibunyikan disusul oleh gadis penari yang mengenakan kain kebaya menuju ke tempat kurung ayam, diiringi nyanyian “Turun Sintren” yang merupakan mantra untuk memanggil roh agar masuk kepada gadis itu, dengan lirik sebagai berikut:

Turun sintrén, sintréné widadari
Nemu kembang yun ayunan
Nemu kembang yun ayunan
Kembangé si Jaya Indra
Widadari temurunan
Kang manjing ning awak ira
Turun-turun sintrén
Sintrené widadari
Nemu kembang yun ayunan
Nemu kembang yun ayunan
Kembangé si Jaya Indra
Widadari temurunan
Kembang katés gandul
Pinggiré kembang kenanga
Kembang katés gandul
Pinggiré kembang kenanga
Arep ngalor arep ngidul
Wis mana gagéya lunga
Kembang kenanga
Pinggiré kembang melati
Kembang kenanga
Pinggiré kembang melati
Wis mana gagéya lunga
Aja gawé lara ati
Kembang jaé laos
Lempuyang kembangé kuning
Kembang jaé laos
Lempuyang kembangé kuning
Ari balik gagé elos
Sukiki menéya maning
Kembang kilaras
Ditandur tengaé alas
Paman-bibi aja maras
Dalang sintrén jaluk waras

Setiba di tempat kurungan ayam, Nyi Putri (sintren) diikat seluruh anggota tubuhnya, dibungkus dengan tikar, lalu dimasukan ke dalam kurung ayam yang ditutup rapat sekelilingnya dengan menggunakan kain. Tetabuhan kemudian dibunyikan dan diiringi lagu “Bari Lais” dengan lirik sebagai berikut:

Bari lais ucul banda
Ning saiki bari lais
Dunung jala dunung jala
Si dunung si mambu iwak
Biang lara nangis.

Pawang/ki dukun memantrai Nyi Sintren yang ada di dalam kurung ayam, sedangkan para gadis lainnya menyanyikan lagu “Sih Solasih”, dengan lirik sebagai berikut:

Sih Solasih Sulanjana
Menyan pangundang dewa
Ala dewa saking sukma
Widedari tumuruna.

Selama sih solasih dinyanyikan secara berulang-ulang, Nyi Sintren yang ada di dalam kurung ayam membuka ikatan dan mengenakan pakaian tari yang tersedia atau disediakan sebelumnya di dalam kurung. Bodor menari dan melawak mengelilingi kurung sambil memainkan payung dan mendendangkan lagu “Kembang Gewor”, dengan lirik sebagai berikut:

Kembang gewor
Bumbune kelapa lumeor
Geol-geol
Bu sintren pan jaluk bodor.

Setelah lagu tersebut, kurung ayam dan penutupnya dibuka. Sosok Nyi Sintren ternyata sudah melepas ikatan dan telah lengkap berpakaian tari. Sesaat kemudian, Nyi Sintren menari. Biasanya reaksi para penonton akan terheran-heran karena jenis ikatan yang kuat menurut logika akan sangat sulit terlepas, apalagi sambil mengganti dan mengenakan kostum taridi dalam kurung ayam.
Para gadis penari dan bodor kemudian menyanykan lagu “Widaderi Nger-nger” dengan lirik sebagai berikut:

Widaderi nger-nger
Masuri rono rio-rio
Ari lengkung si lambeane
Gedong semprong.

Nyi Sintren memperlihatkan keterampilannya menari, dilanjutkan dengan lagu “Kembang Mawar” dengan lirik sebagai berikut:

Kembang mawar ditandure
Pinggir latar
Paman aja bubar
Wong ayu arep jalu bayar.

Ketika penonton melakukan balangan (melemparkan sesuatu – biasanya berupa uang – ke arah Nyi Sintren), seketika penari sintren langsung pingsan. Ki dukun langsung menyangga penari sintren agar jangan sampai terjatuh ke lantai sambil komat kamit membacakan mantra. Setelah mantera selesai dibacakan, penari sintren akan siuman dan kembali menari.
Sebelum pertunjukan selesai, pemain terlebih dahulu menyanyikan lagu “Kembang Elos” dengan lirik sebagai berikut:

Kembang laos kembang kamuning
Arep balik geura elos
Isuk iki mene maning.

Sesi terakhir dalam pertunjukan sintren adalah melakukan gerakan Temohon, yaitu sang gadis penari akan mendatangi penonton yang hendak memberikan uang sebagai ucapan terima kasih.

Sumber:
Ajip Rosidi (Pemred). 2000. Ensiklopedi Sunda “Alam, Manusia, dan Budaya termasuk Budaya Cirebon dan Betawi. Penerbit: Pustaka Jaya

https://www.beritaindramayu.com/2018/12/dibalik-magisnya-kesenian-sintren.html

https://www.tosupedia.com/2014/11/sintren-kesenian-sakral-dari-pesisir.html.