Sakai dan Abir, Adat Gotong Royong Pertanian di Negara Nabung Lampung Timur
Oleh:
Ani Rostiyati
(Balai Arkeologi Provinsi Jawa Barat)
Di bidang mata pencaharian, masyarakat Negara Nabung Lampung Timur melakukan gotong royong di bidang pertanian yakni di ladang (kebun) dan sawah. Kegiatan gotong royong pertanian di ladang antara lain merancang (membuka hutan), ngusi (menebas semak belukar), nyuah (pembakaran), tajuk nugal (membuat lubang dan menyebarkan benih), dan ngetas (menuai). Adapun kegiatan gotong royong di sawah antara lain melakukan buakhhoh, yakni melembutkan tanah dengan hewan kerbau tapi sekarang dengan traktor; nanom yakni kegiatan menanam padi; ngegetas (menuai padi); dan batok buatot mengangkut padi ke lumbung. Masyarakat Negara Nabung membedakan kegiatan gotong royong tolong-menolong dalam dua kategori, yakni sakai dan Abir. Sakai artinya tolong menolong di antara sesama secara bergantian. Kerja sama tolong-menolong dalam jenis pekerjaan yang sama di mana setiap anggota akan memperoleh giliran waktu yang sama pula, seolah ada harapan untuk mendapatkan balasan dan dilakukan dengan anggota yang lebih sedikit. Sedangkan yang dimaksud dengan abir adalah kerja sama tolong-menolong dalam pekerjaan yang dilakukan oleh atau dengan anggota yang lebih banyak dan tidak kelihatan pamrihnya. Maksudnya tidak terdapat kewajiban untuk mengerjakan pekerjaan yang sama dari mereka yang pernah menolong tersebut. Abir merupakan istilah lokal masyarakat Desa Negara Nabung yang berarti bergotong royong tanpa adanya perjanjian, imbalan, dan tanpa pamrih serta merupakan kesadaran komunal
Gotong royong pada kegiatan merancang dilakukan secara sakai. Sedangkan ngusi, yaitu menebas semak belukar yang tumbuh di bawah pohon dilakukan secara abir. Nuakh, yaitu kegiatan menebang pohon biasanya dilakukan secara sakai. Adapun kegiatan yang tidak dapat dilakukan secara abir adalah membakar dahan atau ranting serta pohon-pohon yang telah ditebang. Najuk Nugal, yaitu pekerjaan membuat lubang dan menaburkan benih, secara umum dikerjakan secara abir, demikian pula ngegetas yaitu menuai atau mengambil hasil ladang dilakukan secara abir. Tolong-menolong dalam bercocok tanam di ladang dapat dilihat dari kelompok yang terlibat. Secara umum kelompok yang terlibat dalam kegiatan tersebut secara sakai adalah orang dewasa yang sudah berkeluarga. Sedang pada abir terlihat selain dari orang dewasa juga dari anak bujang gadis artinya kelompok laki-laki maupun perempuan yang belum berkeluarga. Orang dewasa yang terlibat dalam kegiatan kerjasama secara sakai, adalah kegiatan menebang, sedangkang dari orang dewasa dan bujang gadis yang terlibat secara abir adalah kegiatan Nugal – Najuk (kegiatan membuat lubang dan menabur benih). Kerjasama tolong menolong bercocok tanam di ladang secara abir yang terlibat antara 10 sampai 20 orang, sedangkan secara sakai biasanya yang terlibat 2 sampai 5 orang. Secara umum peserta tidaklah terbatas pada ada atau tidaknya hubungan keluarga (baik karena hubungan darah maupun hubungan perkawinan), tetapi diikuti juga oleh mereka yang bukan keluarga. Bahkan pekerjaan secara abir ini anak bujang gadis dari luar kampung juga turut serta. Sebab utama adalah karena kegiatan abir ini juga menjadi wadah atau tempat untuk memperoleh jodoh.
Dalam kegiatan kerja sama ini tidak menyediakan perlengkapan khusus. Namun, bagi pekerjaan yang sifatnya dilakukan secara abir, pengundang secara khusus menyediakan makanan ala kadarnya sebagai suguhan untuk orang banyak. Pada umumnya pekerjaan yang dilakukan secara abir, dilaksanakan hanya dalam satu hari, kalau pekerjaan itu belum selesai seluruhnya biasanya akan dikerjakan sendiri oleh empunya ladang dan kemungkinan untuk dilakukan lagi abir pada hari berikutnya.
Adapun kerjasama gotong royong tolong- menolong di sawah dilakukan menurut beberapa tahap, yakni batok buakhoh (membajak) dilakukan oleh pemilik kerbau, sedangkan batok nanom dlakukan oleh orang dewasa laki-laki, sedangkan batok ngegetas (menuai padi) pesertanya terdiri dari para wanita dan laki-laki dewasa serata batok boatot pesertanya hanya terdiri dari para bujang (lak-laki). Pelaksanaan ini bermula dari pemberitahuan kepada para tetangga atau sanak famili maupun warga kampung oleh pemilik sawah, sebagai permohonan bantuan dengan menyatakan waktu dan tempatnya. Kegiatan batok buakhoh biasanya dilakukan pada pagi hari mulai jam 06.00 sampai dengan jam 08.00 untuk menghindari terik matahari atau dilaksanakan pada sore hari jam 16.00 sampai jam 18.00. Untuk menuai padi biasanya dilakukan oleh para ibu-ibu yang mendapatkan bagi hasil bahkan sekarang sudah menggunakan upah kerja, kalau dahulu upah kerja dikenal dengan sistem sakai yakni mendapatkan bentuk pinjaman gabah yang nantinya akan dibayar dengan jumlah yang sama.