Nampaknya dalam kurun waktu belakangan ini beberapa instansi terkait yang mengelola bidang kebudayaan mulai menampakan keseriusannya dalam segi pengelolaan data kebudayaan, tidak terkecuali Taman Budaya Provinsi Jawa Barat. Hal ini terungkap dalam kegiatan Dialog Budaya: Membangun Sistem Pengelolaan Data Budaya Terpadu yang dilaksanakan pada tanggal 6 Mei 2015 bertempat di Loby Taman Budaya Provinsi Jawa Barat.
Di dalam penyampaian pidato pembukaan dan peresmian yang dilakukan oleh Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, beliau merasa optimis melihat keseriusan Taman Budaya Provinsi Jawa Barat saat ini dalam mengelola data kebudayaan demi upaya penciptaan sebuah pusat database kebudayaan khususnya pada tingkat Provinsi Jawa Barat. Beliau mengharapkan bahwa apa yang sedang dan akan dikerjakan hendaknya dikelola secara profesional agar hasil yang dicapai nantinya dapat memuaskan khususnya dalam pemberian informasi kebudayaan melalui jaringan internet.
Beberapa materi yang disajikan dalam kegiatan ini diantaranya seperti yang disampaikan oleh Iwan. Ia memaparkan pentingnya database seni budaya. Bentuk pengerjaan diantaranya mengumpulkan data fisik mulai dari dekskripsi audio visual dan foto kemudian melakukan editing data berdasarkan pada teknologi sistem digitalisasi data. Dalam proses pengerjaan ini, pihak pengelola mendapat dukungan pengetahuan dan bimbingan dari Endo Suanda, seorang pakar database kebudayaan Jawa Barat, beserta krunya yang tergabung dalam Tikar Media. Selain itu, Koordinasi juga terus dilakukan terutama dengan Dinas Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.
Pemakalah berikutnya adalah Endo Suanda. Dalam paparannya, ia mengatakan bahwa program pengarsipan data budaya adalah program sepanjang hayat. Ia melihat keseriusan Taman Budaya dalam membangun sistem data kebudayaan sehingga bersedia untuk membantu dan mengawasi sistem pengarsipan di instansi tersebut.
Persoalan kebudayaan adalah persoalan melestarikan dan melakukan revitalisasi budaya daerah untuk kemudian mengembangkannya seiring dengan perkembangan zaman sehingga dapat bersaing dengan perkembangan kebudayaan global. Oleh karena itu kita harus mendokumentasikan agar tidak kehilangan jejak dan tidak diambil pihak lain (luar). Upaya ini dilakukan dengan cara meningkatkan apresiasi budaya kepada generasi muda diantaranya dalam bentuk pendidikan seni, festival, seminar..
Adapun fokus utama pengarsipan data kebudayaan adalah adanya budaya lokal yang terkait dengan budaya lokal lainnya. Hal ini didasari asumsi bahwa seni budaya tidak dapat berdiri sendiri karena sering ada keterkaitan dengan aspek budaya lainya, seperti halnya seni jentreng yang ada dalam upacara pertanian.
Pemakalah berikutnya memberikan paparan yang kurang lebih bersifat teknis mengenai program serta cara-cara dalam membuat, merawat, dan menginput data, seperti halnya yang dikemukakan oleh Yoki Purwadi yang menjelaskan mengenai metadata. Ia mengatakan bahwa metadata adalah data (audio, video) yang memberikan informasi mengenai title, deskripsi, tanggal, waktu, dsb. Skema umum yang digunakan adalah MARC (machine readable, cataloging), MODS (metadata object description standard), dan Dublin core. sementara itu, Metadata dibagi 3 kategori, yaitu:
- Deskriptif (berisi informasi yang menjelaskan resource)
- Administratif (lebih pada properti yang terbawa dalam dokumen itu sendiri seperti tanggal pembuatan, kontrol kualitas, dsb)
- Struktural (menggambarkan struktur obyek yang bisa terdiri dari bagian metadata seperti IPTC core)
Informasi dari pemakalah lainnya juga berkisar pada masalah yang serupa. Intinya, para pemakalah mengajak peserta untuk membangun sistem database di lingkungan masing-masing dengan menggunakan software yang mudah namun mumpuni. Di antara banyak software yang diajukan, Adobe Bridge merupakan software yang sangat availabel karena cukup mudah digunakan dan mampu secara otomatis memberikan informasi metadata setiap file foto.