Latar Belakang Masalah
Kampung Tugu merupakan sebuah kampung yang dulunya dihuni oleh masyarakat keturunan Portugis. Lokasi Kampung Tugu terletak di Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Letak kampung tersebut hanya sekira empat kilometer arah barat laut dari Pelabuhan Tanjung Priok. Kini,wilayah Kampung Tugu dikelilingi sejumlah bangunan industri.
Arthur Michiel, salah seorang warga yang merupakan anggota Ikatan Keluarga Besar Tugu (IKBT) menjelaskan, “Nenek moyang orang Tugu adalah orang Portugis dari Malaka. Mereka dibawa ke Batavia sebagai tawanan perang, setelah pasukan VOC merebut kota pelabuhan di Semenanjung Melayu itu dari tangan Portugis pada 1641.” Ketika itu, mereka terdiri atas 25 keluarga atau 150 jiwa. Sebagian besar dari mereka merupakan orang-orang berdarah campuran, hasil perkawinan lelaki Portugis dengan perempuan asal berbagai daerah koloni Portugis di Asia. Sebagai tawanan perang di Batavia, mereka ditempatkan di sekitar Kampung Bandan, Jakarta Utara. Kemudian pada 1953, mereka dibebaskan sebagai tawanan perang dengan syarat merubah agama mereka dari katolik ke protestan. Sejak saat itu orang-orang Tugu diberi julukan oleh Belanda sebagai kaum Mardijkers (kaum merdeka).
Perkembangan zaman telah mengubah keadaan Kampung Tugu yang semula dihuni oleh masyarakat keturunan Portugis menjadi masyarakat yang heterogen. Akan tetapi, di wilayah tersebut masih tersisa warga keturunan Portugis yang masih berupaya mempertahankan budaya warisan leluhurnya. Dasar pemikiran tersebut menjadi latar belakang suatu kajian yang akan dilakukan di Kampung Tugu, dengan judul Jejak Budaya Portugis di Kampung Tugu, Jakarta Utara, DKI Jakarta.
Masalah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan tentang definisi jejak, yakni bekas tapak kaki; bekas langkah; jatuhnya kaki di tanah; tingkah laku yang telah dilakukan; perbuatan atau kelakuan yang jadi teladan; dan bekas yang menunjukkan adanya perbuatan dan sebagainya yang telah dilakukan. Adapun budaya didefinisikan oleh E.B. Taylor sebagai suatu keseluruhan yang bersifat kompleks. Keseluruhan tersebut meliputi kepercayaan, kesusilaan, adat istiadat, hukum, seni, kesanggupan dan semua kebiasaan yang dipelajari oleh manusia yang merupakan bagian dari suatu masyarakat. Dari uraian kedua definisi tersebut, jejak budaya Portugis dapat dianalogikan dengan warisan budaya Portugis yang masih ada sampai saat ini di Kampung Tugu. Dari berbagai informasi diperoleh gambaran tentang jejak budaya Portugis dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di Kampung Tugu seperti berikut ini.
Beberapa rumah bergaya Betawi dengan sentuhan Portugis masih berdiri., termasuk rumah yang pada tahun 1661 digunakan sebagai tempat berkumpul untuk berlatih Keroncong Tugu. Mereka yang masih berdiam di Kampung Tugu masih menjalankan sejumlah tradisi Portugis. Salah satunya adalah Rabo-rabo. Tradisi tersebut digelar setiap tahun baru, berupa silaturahmi antarkeluarga. Mereka mempertahankan bahasa Kreol Portugis atau Kreol Tugu yang banyak dipakai keturunan Portugis di Melaka. Ada juga kesenian yang masih digeluti oleh masyarakat Tugu yaitu Keroncong. Keroncong sendiri sebenarnya adalah alat bermain musik semacam gitar berdawai. Keroncong pertama didatangkan ke Tugu yang dibuat di Portugis dengan bahan dari kayu Ahorn. Bentuknya mirip gitar, namun lebih kecil. Termasuk juga sistem kekerabatan pada masyarakat keturunan Portugis.
Setelah perang kemerdekaan Indonesia, masyarakat Tugu keturunan Portugis mulai tercerai-berai. Mereka yang menetap di Kampung Tugu saat itu ada 150 KK atau sekitar 1.200 orang. Mereka terbagi ke dalam 25 marga. Dari 25 marga tersebut, kini hanya tinggal 6 marga yaitu Abrahams (Portugis + Ambon), Andries, Cornelis, Michiels, Broune (Portugis + Jerman) dan Quiko. Hal ini sesuai dengan yang tertera dalam Buku berjudul Keroncong Tugu yang diterbitkan Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta (2000) mencatat, orang keturunan Portugis masih memakai nama-nama leluhur mereka, seperti Abraham, Andreas, Cornelis, Michiels, Salomons, Saymons, Quiko, dan Browne.
Gambaran jejak budaya Portugis tadi cukup beragam. Oleh karena itu itu, dipandang perlu untuk mengarahkan pada satu fokus tertentu. Dalam hal ini, kajian Jejak Budaya Portugis di Kampung Tugu, Jakarta Utara, DKI Jakarta akan difokuskan pada aspek sistem kekerabatannya yang khas. Adapun masalah dalam kajian tersebut akan dinyatakan dalam pertanyaan sebagai berikut: “Bagaimanakah jejak budaya Portugis yang terdapat dalam sistem kekerabatan masyarakat Kampung Tugu?”
Tujuan
Tujuan melakukan kajian “Jejak Budaya Portugis di Kampung Tugu, Jakarta Utara, DKI Jakarta adalah untuk mengetahui jejak budaya Portugis dalam sistem kekerabatan mastyarakat Kampung Tugu.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup kajian “Jejak Budaya Portugis di Kampung Tugu, Jakarta Utara, DKI Jakarta dibatasi pada hal-hal yang berhubungan sistem kekerabatan, yakni: Sistem Perkawinan; Pola Menatap setelah menikah; Sistem keturunan
Objek kajian adalah masyarakat Kampung Tugu, Jakarta Utara. Adapun lokasi penelitian adalah di Kapung Tugu, Jakarta Utara.
Kerangka Pemikiran
Sistem kekerabatan mempunyai arti penting dala banyak masyarakat baik masyarakat sederhana maupun masyarakat yang sudah maju, hubungan dengan nenek moyang dan kerabat adalah kunci hubungan dalam struktur social. Hubungan dngan kerabat menjadi poros dari berbagai interaksi, kewajiban-kewajiban, loyalitas, dan sentiment-sentimen. Dalam masyarakat dimana kekerabtan sangat penting, loyalitas pada kerabat menggantikan loyalitas pada yang lain. Artinya sistem kekerabatan sangat erat kaitannya dengan struktur social yang dibangunnya lebih lanjut. Sistem kekerabatan menentukan posisi seseoorang dalam masyarakat yaitu posisi laki-laki dan posisi perempuan.
Hubungan kekerabatan atau kekeluargaan merupakan hubungan antara pihak tiap entitas yang memiliki asalusul silsilah yang sama, baik memiliki keturunan biologis, social, dan budaya. Hubungan kekerabatan ini adalah salah satu prinsip mendasar untuk mengelompokan tiap orang kedalam kelompok social peran katagori dan silsilah. Dalam Antropologi, system kekerabatan termasuk dalam keturunan dan pernikahan .
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data sekunder dikumpulkan dengan menelusuri buku, dokumen, daring (online). Hal yang menjadi fokus pencarian data sekunder adalah mengenai statistik, kondisi geografis lokasi penelitian, dan sejarah kebudayaannya. Data primer dikumpulkan melalui observasi dan wawancara. Wawancara dilakukan pada beberapa informan yang merupakan keturunan Portugis dan mewakili dari beberapa fam yang masih ada.
Sumber:
Nina Merlina dkk, “Jejak Budaya Portugis di Kampung Tugu Jakarta Utara”,
Laporan Penelitian, Bandung: BPNB Jabar, 2018.