Lebak Membara merupakan sebuah sanggar yang mengkhususkan diri pada pelestarian kesenian tradisional masyarakat Banten. Sanggar ini beralamat di Jl. Siliwangi Gang H. Juhri 1 Kp. Dukuh RT. 02 RW. 07 Rangkasbitung Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Jenis kesenian yang dikuasai oleh sanggar ini diantaranya: Dog dog Lojor, Angklung Buhun, Degungan, Rampak Bedug, Rampak Kendang, Marawis, Kasidah, Kacapi Suling, Ubrug (Drama Tradisional Banten), Upacara Adat, dan Hadrah (Ngarak)
Lebak membara berasal dari dua kata yaitu “Lebak” dan “Membara”. “Lebak” diartikan sebagai bawah yang bersumber dari masyarakat kelas bawah. “Membara” diartikan sebagai semangat yang terfokus pada bidang seni. Dengan demikian, arti keseluruhan dari dua kata tersebut yaitu sebuah semangat yang berasal dari masyarakat kelas bawah yang terfokus pada bidang kesenian. Arti “Lebak” juga mengacu pada nama salah satu kabupaten di Provinsi Banten yang dikatakan jauh tertinggal dalam bidang perekonomian dibandingkan kabupaten/kota lainnya dalam wilayah Provisi Banten. Masyarakat lebak juga dikategorikan memiliki tingkat perekonomian yang mayoritas masih berada pada tataran ekonomi rendah. Digabungkan dengan arti “membara” di atas, sanggar seni Lebak Membara mencoba bangkit dari keterpurukan kemiskinan ekonomi melalui pemberdayaan kesenian tradisional.
Sanggar Seni Lebak Membara berdiri pada tahun 2006. Hingga tahun 2013-an, Sanggar Lebak Membara hanya memiliki semangat yang tidak didukung dengan peralatan berkesenian tradisional yang memadai. Peralatan yang ada pada waktu itu hanya seperangkat rebana yang digunakan untuk melantunkan kesenian pada saat mengarak khitanan anak. Rebana yang dimiliki pada waktu itu berasal dari mengumpulkan uang dari para kerabat dekat.
Setahun kemudian (2014) ada program pemerintah yang mencoba memberdayaan bidang kesenian kementerian PDT melalui program sosial budaya. Dana dari Kementerian PDT ditambah dengan dana dari kas sanggar kemudian dibelikan peralatan kesenian. Salah satu peralatan yang dibeli dengan dana Kementerian PDT adalah satu set gamelan salendro.
Saat ini, sejumlah perangkat peralatan kesenian yang dimiliki sanggar Lebak Membara di antaranya, satu set rebana, satu set rampak bedug, satu set gamelan salendro, satu set perkusi, satu set calung renteng. Selain bantuan dari kementerian PDT, peralatan lainnya yang saat ini dimiliki berasal dari uang kas yang terkumpul dari hasil pementasan di berbagai tempat.
Pimpinannya bernama M. Rendi Aminudin. Selain menjabat sebagai pimpinan, Rendi juga ikut aktif dalam perkumpulan kelompok sanggar seni di Lebak, dan sejak tahun 2016, ia saat ini menjabat sebagai ketua divisi seni musik Kabupaten Lebak.
Sejak awal Rendi selaku pimpinan Sanggar Seni Lebak Membara bertekad untuk memajukan seni di lingkungan sekitarnya. Ia menyadari bahwa kehidupan di kampungnya yang berada di daerah perkotaan kerap diwarnai dengan kehidupan kota yang dikatakannya banyak mengandung unsur yang kurang baik, seperti nongkrong, ngobrol tanpa tujuan yang jelas, dan lain-lain. Ia berupaya menginisiasi para generasi muda khususnya untuk mengalihkan pergaulan “kota” agar lebih bermanfaat melalui pelestarian seni budaya daerah. Hal ini menjadi sebuah tantangan tersendiri karena sangat sulit untuk merubah kebiasaan anak-anak yang sudah terkontaminasi pergaulan kota. Kiat-kiat Rendi untuk mempertahankan sanggar sekaligus melestarikan budaya daerah adalah dengan banyak bermitra pada instansi-instansi terkait yang intens dengan upaya pelestarian budaya daerah.
Struktur organisasinya adalah: Rohaendi, S,Sn. , dan Wawan Sukmara, S.Sn. (Penasehat), M. Rendi Aminudin (Ketua), Andriyudin (Wakil Ketua), Dewi Marlina (Bendahara), Santi Tilawah (Sekretaris), Dede A. Majid (Humas), dan Andriudin (Keanggotaan). Sebagian besar personil kelembagaan tersebut berasal dari saudara atau anggota keluarga.
Saat ini jumlah anggota kelompok seni Sanggar Lebak Membara berjumlah sekitar 50-an orang yang terbagi dalam beberapa group. Usia anggota mulai dari tingkat SD hingga SMA. Apabila untukkeperluan pentas, para anggota terbagi dalam beberapa kelompok sesuai kebutuhan mulai dari 4 hingga 6 tiap kelompok. Sebagian besar terdiri dari 4 orang. Sesi rutin pelatihan, tiap kelompok terdiri dari 4 orang dengan komposisi 1 kelompok laki-laki (4 orang) dan kelompok perempuan (4 orang).
Proses seorang anggota tingkat pemula menjadi mahir dikatakannya tergantung dari bakat anggota itu sendiri. Apabila ada bakat seni maka tidak akan terlalu lama anggota tersebut untuk menguasai seni yang diajarkan di Sanggar Seni Lebak Membara. Lain halnya dengan seorang yang tidak memiliki bakat seni maka harus memiliki kemauan keras untuk dapat menguasai apa yang diajarkan di sanggar tersebut. Namun demikian, dapat diperkirakan sekitar 10 kali pertemuan diyakini dapat mengajarkan seorang anggota menguasai seni yang diajarkan oleh sanggar seni tersebut.
Proses regenerasi dilakukan dengan mengangkat anggota yang dianggap sudah mahir sebagai guru bagi anggota yang lainnya. Biasanya, hal itu dilakukan dengan melihat tingkat sekolah, seperti tingkat SMA mengajarkan seni untuk tingkat SMP, tingkat SMP mengajarkan seni untuk tingkat SD. Saat ini ada 9 pengajar tingkat SMA umum di lingkungan sanggar seni Lebak Membara terbagi atas 4 orang perempuan dan 5 orang laki-laki. Pemberdayaan pengajar tersebut tidak hanya di lingkungan sanggar seni Lebak Membara. Mereka juga dikirim untuk mengajar di sekolah-sekolah yang membutuhkan guru seni musik tradisional.
Dalam proses rekrutment keanggotaan, pada awalnya sangat susah untuk melakukan rekrutmen keanggotaan mengingat mereka (anak-anak, remaja, dan dewasa) masih belum mengetahui betul apa itu kesenian tradisional. Salah satu cara adalah dengan mensosialisasi kesenian tradisional pada anak-anak. Sesuai dengan usianya yang suka dengan permainan, anak-anak memang lebih mudah untuk diajak mengikuti latihan kesenian tradisional. Lama-kelamaan, semakin banyak anak-anak yang ingin bergabung dengan sanggar Lebak Membara terutama yang berasal dari lingkungan sekitar lokasi panggung sanggar Lebak Membara. (Irvan)
Dikutip dari : Risa Nopianti dkk, “Komunitas Budaya di Kabupaten Lebak”, Laporan Pendataan, Bandung: BPNB Jabar, 2017.