Sejarah Tenun Mendong di Desa Kamulyan Kabupaten Tasikmalaya

You are currently viewing Sejarah Tenun Mendong di Desa Kamulyan Kabupaten Tasikmalaya

Sejarah Tenun Mendong di Desa Kamulyan Kabupaten Tasikmalaya

Sejarah Tenun Mendong di Desa Kamulyan Kabupaten Tasikmalaya
Oleh
Ani Rostiyati
(BPNB Prov. Jawa Barat)

Indonesia merupakan Negara yang mempunyai keanekaragaman budaya. Salah satu keanekaragaman budaya yang dimiliki adalah seni kerajinan. Seni kerajinan merupakan suatu usaha membuat benda-benda hasil pekerjaan tangan atau dapat pula berarti pekerjaan tangan. Karya seni kerajinan tersebut biasanya dibuat untuk keperluan sehari-hari sekaligus untuk melestarikan tradisi suatu daerah. Oleh karena itu, karya seni kerajinan memiliki ciri khas daerah dengan aturan, motif, dan warna yang melambangkan makna-makna tertentu dari daerah tersebut. Salah satunya adalah kerajinan tenun mendong dari Kampung Karanglaya Desa Kamulyan Kabupaten Tasikmalaya.

Bentuk kerajinan tenun mendong adalah kerajinan yang menggunakan bahan baku tanaman mendong yang dikreasikan menjadi sebuah karya yang bernilai tinggi. Sejarah tenun mendong di Desa kamulyan ini tidak terlepas dari seorang saudagar bernama H. Tajudin yang ingin membuat kerajinan dari tenun mendong dan penggagas pertama tenun mendong. Hasil wawancara dengan Bapak Muhajir, sejarawan Tasikmalaya mengatakan bahwa kerajinan merupakan nafas kehidupan orang Sunda dari Tasikmalaya yang bergantung dari alam untuk sandang pangan dan papan. Mereka memanfaatkan dari alam sebagai bahan baku kerajinan seperti dari pohon kelapa yang bisa dimanfaatkan mulai dari buah, daun, batang, dan akar.
Pohon aren dimanfaatkan dari buahnya, lidi, air untuk gula, dan akar untuk obat. Karakteristik orang Sunda seperti itu, bukan saja pohon yang bisa dimanfaatkan tetapi juga hewan seperti sapi domba yang bisa dimanfaatkan mulai dari daging, bulu, dan tanduk. Demikian pula tanaman mendong, tanaman yang dulu dianggap tanaman liar dan tidak bermanfaat ternyata bisa menjadi bahan baku kerajinan mendong. Tanaman mendong ini daunnya kuat dan tahan air.
Menurut sejarahnya, pada abad 19 kerajinan mendong ini dibuat sebagai alas atau tikar untuk hamparan tempat duduk di rumah, mesjid, dan surau. Sekarang ini Di desa Kamulyan sudah berkembang tenun mendong sebagai industri yang menghasilkan karya indah berupa tikar, dompet, tas, sandal, tempat tisue, dan barang souvenir lain yang terbuat dari tenun mendong.

Tenun mendong awalnya dikerjakan di rumah-rumah dan dijajakan keliling, sekarang sudah dikelola secara profesional sebagai industri yang diekspor ke negara lain. Harganya menjadi tinggi karena orang asing pada dasarnya menyukai barang handmade yang unik dan khas berbahan organik alam. Di desa Kamulyan sebagai salah satu sentra pembuatan tenun mendong, cukup menghasilkan bahan tenun mendong berdasarkan pesanan. Hanya saja, modal, pemasaran, alat tenun, kreativitas ide pengetahuan, bahan baku mendong, dan SDM selalu menjadi kendala, jika ingin mengembangkan tenun mendong lebih luas lagi.
Tanaman mendong merupakan tanaman sela padi yang sekarang hanya sedikit yang menanam, mereka lebih lebih senang menanam padi karena lebih dibutuhkan. Kerajinan mendong lebih banyak melibatkan tenaga perajin yang masih menggunakan alat tenun tradisional dan sudah menjadi mata pencaharian masyarakat Desa Kamulyan sejak tahun 1942.

Tahun 2000-an mulai dikembangkan sebagai industri kerajinan tenun mendong. Pada waktu itu Bpk H. Tajudin hanya memiliki alat tenun ales untuk membuat stagen. Beliau memiliki mitra pedagang dari berbagai kota, salah satunya dari kecamatan Purbaratu Tasikmalaya yang warganya membuat anyaman mendong. Dengan kegigihannya Bpk Tajudin ingin membuat tenun mendong di daerahnya, karena bahan mendong tidak ada maka berpikir untuk menanam mendong di lahannya sendiri. Banyak yang mencibir dan menolak, karena saat itu warga senang menanam padi di sawah. Pada tahun 1945 beliau ke Cianjur mengembangkan usahanya dan berhasil. Usahanya lalu diteruskan anaknya Bpk Ece dan menantunya Bpk Fatah. Pada tahun 1988 saat krismon tenun mendong mengalami penurunan dan tahun 2000 bangkit kembali dengan desain baru yang unik dan khas. Menantunya bpk. Fatah sebagai bandar tenun mendong menjadi pengusaha besar yang mengembangkan tenun mendong klasik. Sedangkan Bpk Ece mendirikan perusahaan Karya Mandiri tempat memproduksi tenun mendong dan memiliki galeri pemasaran.

Menurut bpk Nana, orang yang diserahi untuk mengelola tenun mendong di Karya Mandiri menjelaskan mendong adalah sejenis pandan laut yang hidup di daratan. Rata-rata tinggi mendong adalah sekitar 1 sampai 1,5 meter. Sering juga disamakan dengan padi-padian, namun mendong tidak berbuah layaknya padi. Dahulu, mendong ini dikenal sebagai pagar padi agar padi tidak terkena hama tikus, namun dicoba untuk ditenun ternyata hasilnya bagus. Awalnya dinas pertanian tidak mengakui manfaat mendong, karena dianggap rumput liar yang tumbuh di rawa mengusir tikus, sekarang dibudidayakan untuk tenun mendong.

Bpk. Tajudin memanfaatkan tenun mendong ini untuk dipakai sendiri yakni sebagai tikar, tetapi lama-lama diminati dan dijual pada masyarakat. Mendong kemudian dibudayakan dan dipanen sampai 6-7 kali. Untuk panen pertama, mendong harus dibiarkan tumbuh selama 6 bulan terlebih dahulu, baru dapat dipanen. Untuk pemanenan kedua dan seterusnya hanya memerlukan waktu 4 bulan dengan masa tanam 5-6 bulan. Dipanen dengan sabit, setelah dipanen disisakan batang 3-4 cm agar tumbuh lagi. Batang mendong yang sudah disabit kemudian dijemur selama 3 hari di sawah, yang awalnya berwarna hijau setelah kering berwarna putih kekuningan. Jika sudah kering maka dicelup dengan pewarna lalu dijemur lagi sampai kering dan siap ditenun. Pengolahan mendong tidak sulit. Pertama-tama mendong yang masih berwarna hijau karena mengandung banyak air dikeringkan dulu sampai kadar airnya berkurang. Jika warnanya sudah berubah kecokelatan, mendong siap ditenun dan warnanya berubah kecokelatan.