Kulintang Pring

You are currently viewing Kulintang Pring

Kulintang Pring

Kulintang pring adalah salah satu kesenian tradisional Lampung, yang juga terdapat di Kabupaten Way Kanan. Menurut sejarahnya, kulintang pring merupakan musik tradisi yang berkembang di Kerajaan Skalabrak, Belalau, Lampung Barat. Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam pertama di Lampung setelah berakhirnya pengaruh Kerajaan Majapahit dari Jawa yang beragama Hindu. Kerajaan ini banyak mendapat pengaruh dari Kerajaan Melayu Minangkabau di Sumatera Barat. Saat itu musik kulintang merupakan alat musik rakyat yang biasa ditampilkan dalam acara-acara pesta perkawinan, hajatan, atau acara adat lainnya.

Kulintang Pring atau Gamolan Lampung (Sumber: ibnuasmara.com)

Kulintang pring adalah salah satu alat musik tradisional Lampung, Beberapa wilayah persebarannya antara lain di Kabupaten Way Kanan, Lampung Tengah, dan Lampung Timur. Alat musik tersebut dibuat dari bamboo. Agar bunyi kulintang tidak berubah, bahan bakunya harus berasal dari bambu yang tua dan dibiarkan kering secara alami minimal setahun. Pengeringan tidak boleh menggunakan sinar matahari melainkan harus disimpan di tempat yang terlindung.
Kulintang terdiri atas tujuh bilah bambu, disusun dari yang paling panjang hingga terpendek. Yang paling panjang berukuran 32 cm dengan bunyi nada paling rendah. Sementara itu, yang paling pendek berukuran 26 cm yang nadanya paling tinggi. Cara memainkan kulintang adalah dengan dipukul seperti memainkan alat musik gamelan. Permainan kulintang biasanya dilengkapi dengan gendang dan goy–sejenis biola tradisional Lampung. Kulintang dimainkan dengan cara dipukul untuk mengiringi lagu-lagu dan tari-tarian tradisional yang biasa ditampilkan dalam acara hajatan, acara adat, atau acara resmi pemerintahan dan swasta.

Sumber:
Ali Gufron dkk, “Potensi Budaya Kabupaten Lampung Tengah”, dalam Laporan Penyusunan Dokumentasi Pelestarian Nilai Budaya, Bandung: BPNB Jabar, 2018.
Ria Andayani S., “Kulintang Pring”, Formulir Warisan Budaya Takbenda, Bandung: BPNB Jabar, 2012