Konservasi Di Museum Penataran Blitar

0
1161

Konservasi yang diadakan di Museum Penataran Kabupaten Blitar dilaksanakan selama 2 tahap. Untuk tahap pertama dilaksanakan pada tanggal 2-13 Oktober 2019. Konservasi koleksi Museum Penataran dilakukan atas permintaan Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Blitar.

Untuk tahap satu konservasi koleksi Museum Penataran dilakukan di halaman luar dan ruang etnografi. Di halaman luar Museum Penataran koleksi yang dikonservasi berupa artefak dari batu andesit, berupa prasasti, arca dwarapala, batu dakon, umpak, arca nandi, arca ganesha, arca kala, dorpel, lingga, yoni, tempayan batu, antefik dan lain-lain. Di ruang etnografi koleksi yang di konservasi kebanyakan terbuat dari kayu seperti cikar pedati, lesung, penggilingan tebu, bajak, alat pembuat gula kelapa, alat pembuat tahu, dan alat menangkap ikan. Koleksi dari batu yaitu berupa arca, pipisan dan gandik. Koleksi logam berupa mata uang kepeng, wajan dan pakinangan. Koleksi logam berupa mata uang kertas. Selain itu di ruang etnografi juga terdapat koleksi keramik dan tembikar serta koleksi alat kesenian jemblung.

Sebelum dilakukan kegiatan konservasi artefak-artefak tersebut diobservasi untuk mengetahui data keterawatan, ukuran dan selanjutnya didokumentasikan. Tujuan dilakukan pendokumentasian sebelum, pelaksanaan dan sesudah kegiatan adalah sebagai evalusi dan kontrol dalam pelaksanaan kegiatan.

Kegiatan konservasi merupakan tindakan yang dilakukan untuk menghambat proses kerusakan akibat faktor lingkungan baik yang bersifat biotik maupun abiotik. Dalam pelaksanaan kegiatan konservasi perlu memperhatikan prinsip arkeologis, meliputi: keaslian bahan, warna, bentuk, tata letak, dan teknik pengerjaan. Selain itu, penggunaan bahan kimia dalam kegiatan konservasi tidak boleh dilakukan sembarangan melainkan harus melalui pengujian terlebih dahulu. Bahan kimia yang digunakan harus bersifat efektif, efisien, aman (bagi pengguna, lingkungan, dan objek), reversibel, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Pelaksanaan kegiatan konservasi koleksi Museum Penataran dilakukan dengan mekanis kering dan basah serta pengawetan. Pembersihan mekanis kering dilakukan pada semua koleksi museum dengan menggunakan sikat ijuk, sikat nyilon dan sapu lidi. Cara tradisional ini dilakukan untuk membersihkan tumbuhan tingkat rendah dan tumbuhan tingkat tinggi yang menempel di tubuh cagar budaya. Kemudian dilanjutkan pembersihan mekanis basah pada koleksi batu dengan menggunakan air memakai bantuan alat power sprayer. Pembersihan ini bertujuan untuk membersihkan debu, kotoran dan jasad biotis yang menempel serta bertujuan agar penggunaan bahan AC.322 lebih efektif dan efesien. Kemudian membuat larutan AC.322, tujuan pemberian AC.322 adalah untuk mematikan lumut kerak (lichen) yang tumbuh pada batu. Larutan AC.322 diberikan secara parsial yaitu hanya dioleskan pada bagian yang terdapat lichen saja. Kemudian ditutup plastik dan dibiarkan selama 24 jam, baru setelah itu dibersihkan kembali dengan air hingga larutan AC.322 hilang. Tanda larutan AC.322 hilang yaitu air pencucian sudah tidak berbusa lagi dan batu tidak licin. Selanjutnya diberikan larutan pengawet   ,Setelah itu diberikan larutan pengawet menggunakan herbisida jenis round up dengan konsentrasi 2%. Pengawetan ini bertujuan untuk memperlambat tumbuhnya organisme tingkat rendah maupun tingkat tinggi.

Konservasi koleksi untuk bahan dari kayu menggunakan bahan konservan alami (formula kudus) yaitu menggunakan air rendaman cengkeh, tembakau dan batang pohon pisang kering (gedebog). Sebelum diberikan formula kudus koleksi dibersihkan dengan menggunakan alkohol setelah itu baru diaplikasikan ke permukaan koleksi dengan menggunakan kain yang dibasahi formula kudus yang digosokkan secara berulang-ulang. Selanjutnya koleksi dikeringkan dengan cara dibiarkan di tempat terbuka. Kemudian setelah kering dilakukan pengawetan dengan menggunakan bahan peptisida jenis latrex dengan konsentrasi 2% yang tujuannya untuk mematikan rayap.

Koservasi koleksi untuk berbahan logam menggunakan bahan konservan tradisional berupa jeruk nipis. Jeruk nipis diperas kemudian air jenuk nipis ditambah soda kue diaduk hingga menjadi pasta. Kemudian pasta dioleskan pada koleksi logam secara merata dan dibiarkan kurang lebih 3-5 menit. Selanjutnya dilakukan pembilasan dengan air yang mengalir hingga bersih. Apabila korosi masih ada, dilakukan beberapa kali pengolesan pasta air jeruk nipis dan soda kue kemudian di sikat hingga bersih. Selanjutnya dilapisi menggunakan campuran Paraloid B.72 dan ethyl acetat dengan konsentrasi 3%.

Pada kegiatan konservasi koleksi Museum Penataran dilakukan pula kegiatan penyambungan yaitu pada koleksi terakota berupa kemuncak dari situs Wringin Branjang yang patah pada ornamen di bagian tengahnya yang berbentuk nanas. Penyambungan menggunakan lem alteco.(NingSuryati)

Pembersihan koleksi logam dengan
bahan tradisonal
Rekonstruksi penyambungan
koleksi terakota
Pemasangan terakota yang telah diberi lem