Kendi Susu Di Museum Anjuk Ladang

0
499

Benda yang berasal dari Desa Kemlokolegi, Kecamatan Baron,  saat ini disimpan di Museum Anjuk Ladang Kota Nganjuk, tepatnya sebelah Timur Terminal bus Nganjuk.

Merupakan wadah tertutup dengan bentuk silindrik pendek, bagian pundak cenderung datar dan membulat. Bagian pangkal leher dan kepala kendi patah/hilang. Cerat, bagian pangkal cerat lebar dan mengerucut cembung ke ujung. Badan kendi terdapat bekas pecah yang direkatkan kembali, tetapi ada sebagian dinding yang hilang pecahannya sehingga terlihat berlubang membentuk segitiga.

Kendi merupakan wadah penyimpanan air minum yang terbuat dari tanah liat dan sudah dikenal sejak masa prasejarah hingga masa kini dan hampir ditemukan di seluruh Indonesia. Kendi memiliki badan membulat dengan leher relatif tinggi sebagai pegangan yang sekaligus berfungsi sebagai saluran air.

Kendi sendiri berasal dari istilah kata Bahasa Sansekerta Kundika yang berarti wadah air. Dalam ikonografi Hindu kundika merupakan atribut dewa. Kundika menurut Van der Tuuk (dalam Kawi-Balineesch Woordenbook) berarti “wadah air seorang pendeta” sedangkan menurut Pali Text Society’s Pali English Dictionary, kundika adalah wadah air seorang bhiksu. Wadah air seorang Hindu (bukan-Buddhist) disebut kamandalu.

Dalam ikonografi juga disebutkan pembeda istilah kendi antara kundika dan kamandalu. Seperti terlihat pada arca Budha, Avalokiteswara dan Brkuti yang membawa kundika, sedangkan dewa-dewa Hindu seperti Brahma, Siwa dan Rsi Agastya membawa kamandalu (Soeyatmi Satari, 2006 : 93).

Secara umum kendi juga banyak kita jumpai digunakan untuk keperluaan sehari-hari sebagai salah satu perkakas di dapur untuk wadah air minum, namun ada juga yang menganggap kendi hanya sebagai hiasan rumah yang dijadikan sebagai lambang status sosial bagi pemiliknya. Selain digunakan untuk keperluan sehari-hari, kendi juga difungsikan untuk kepentingan sakral keagamaan sebagai tempat Tirtha Amrta (air suci kehidupan).

Berdasarkan bahan pembuatan kendi berupa tanah liat dapat diklasifikasikan menjadi kendi halus (tanah liat halus) dan kendi kasar (tanah liat kasar). Jenis kendi halus dan kasar dapat menggambarkan fungsi dan penggunaannya. Penggunaan kendi juga dapat dilihat dari adanya tradisi di Bali untuk mempersembahkan air dalam kendi halus bagi para dewa di pura-pura.

Kendi yang berisi minuman untuk para dewa itu disebut cecepan, sedangkan kendi-kendi kecil yang dibuat dari bahan yang agak kasar dipakai untuk buthayajna, yaitu pemujaan untuk buthakala agar tidak mengganggu kehidupan manusia (Sri Soeyatmi Satari, 2006: 98).(Lap.Inv.ODCB Kab.Nganjuk, 2018)