Groundcheck Arkeologis Rencana Pembangunan Gudang Tembakau dan Palawija

0
664

Pengelolaan sumberdaya budaya perlu dilakukan secara terpadu antara berbagai instansi pemerintah, arkeolog, maupun masyarakat. Pemerintah Daerah dan instansi terkait melakukan pembinaan dan pengembangan daerah dengan tetap memperhatikan terpeliharanya tinggalan arkeologi sebagai sumberdaya budaya yang diwariskan dari generasi terdahulu untuk generasi sekarang dan masa depan.

Dalam bidang perlindungan dan pelestarian benda-benda arkeologi, telah berhasil dilindungi dan dilestarikan ribuan cagar budaya di berbagai wilayah Jawa Timur. Keadaan ini terwujud karena telah muncul kesadaran yang timbal balik tercipta antara penyelenggara kegiatan arkeologi dan masyarakat umum tentang arti dan fungsi data arkeologi dalam pembangunan rohaniah masyarakat Indonesia. Meskipun demikian upaya pelestarian seringkali masih berbenturan yang mengakibatkan terjadinya perusakan benda-benda arkeologi oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.

Oleh karena itu setiap tindakan pembangunan dalam rangka peningkatan perekonomian yang berada pada jalur-jalur yang diduga merupakan lanskap budaya perlu dilakukan suatu kajian arkeologi. Dengan demikian pelestarian cagar budaya tetap berjalan dan terjaga tanpa menghambat laju pembangunan yang ada.

Penggalian groundcheck di lahan rencana pembangunan gudang penyimpanan tembakau kering dan palawija di Desa Watesumpak Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto ini telah berhasil menguji 16 kotak gali yang berada di dua area yang berbeda. Kotak TP1 hingga TP6 berada di area dalam lahan pergudangan dimana di area tersebut telah dilakukan pengurugan sehingga lapisan permukaan tanah asli berada di kedalaman -80 hingga 105 cm dari level permukaan eksisting. Adapun Kotak TP7 hingga TP16 dilakukan di area lahan pengembangan yang berada di sisi barat dari area pabrik saat ini. Area tersebut dahulu dijadikan area kolam ikan (pemancingan) oleh pemilik lahan sebelumnya, sehingga kondisi level permukaan tanah di area tersebut berada jauh di bawah level permukaan tanah dan jalan yang ada di sekitarnya, dengan tingkat kedalaman dari 169 cm hingga 291 cm dari permukaan tanah sekitar.

Berdasarkan hasil penggalian grouncheck yang dilakukan di dua area tersebut, tidak ditemukan adanya gejala tinggalan arekologis, bahkan hingga mencapai kedalaman level permukaan air tanah. Dalam desain rencana pembangunan gudang baru tersebut, kebutuhan level pondasi dari permukaan tanah eksisting area pergudangan adalah -225 cm. Ketinggian area pergudangan itu sendiri sudah mengalamai peninggian dari level permukaan tanah asli dengan cara pengurugan lahan berkisar antara 120 cm dari level permukaan tanah asli.

Tidak ditemukannya gejala tingkalan arekologid si lokasi ini mungkin dapat dipahami apabila kita kembali mempelajari peta lama tentang sebaran kepurbakalaan Majapahit di kawasan situs Trowulan, dimana tampak bahwa daerah paling timur Trowulan memiliki kerapatan temuan arekologis yang rendah, bahkan sangat jarang ditemukan. Temuan tinggalan arkeologi dari masa Majapahit yang ada di Kawasan Trowulan sebagian besar berada di daerah Desa Trowulan, Nglinguk, Sentonorejo, dan Bejijong. Tinggalan arkeologi yang terdekat dari lokasi pembangunan gudang tersebut adalah Candi Watesumpak yang berada di sebelah tenggara lokasi groundcheck yang berjarak ± 250 m dari lokasi gudang. Pada jarak ini terdapat lahan persawahan dan bekas pembuatan bata yang sangat luas yang menyebabkan tanah tereduksi hingga 1,5 m.

Melihat level ketinggian tinggalan arkeologis di Candi Watesumpak tampak bahwa tinggala arkeologis tersebut berada pada ketinggian 45 mpdl, dimana lebih tinggi dari level ketinggian temuan tinggalan arkeologi di sekitar Desa Trowulan yang memiliki ketinggian 40-41 mdpl. Level ketinggian dari keberadaan situs Candi Watesumpak tersebut kemudian dibandingkan pula dengan ketinggian temuan-temuan sumur bata kuno yang ditemukan di sekitar situs yang memiliki ketinggian yang sama yaitu 45 mpdl. Sangat disayangkan bahwa proses pemanfaatan lahan sebagai bahan baku pembuatan bata yang dilakukan oleh masyarakat di Dusun Watesumpak tampaknya telah menghilangkan jejak-jejak tinggalan arkeologis yang ada di sekitar daerah ini.

Berdasarkan hal itu, level permukaan tanah asli yang berada di area lahan pembangunan gudang yang berada lebih rendah dari permukaan tanah eksisting tampaknya karena telah mengalami degradasi akibat proses pembuatan bata oleh masyarakat sekitar. Selain itu dari hasil penggalian terhadap 16 buah kotak penggalian tidak ditemukan adanya indikasi temuan tinggalan arkeologis hingga mencapai kedalaman permukaan air tanah yang berada pada kedalaman 350 cm dari permukaan tanah eksisting atau berada pada ketinggian 42 mdpl. (Lap.Kajian Teknis Arkeologis di Lahan Rencana Pembangunan Gudang Tembakau dan Palawija Ds.Watesumpak Kab.Mojokerto, 2018)