Wilayah bagian barat dan selatan OKU sebagian besar merupakan daerah perbukitan karst. Kawasan ini terbentuk sebagai akibat proses pelarutan batuan dasarnya, yaitu batuan gamping. Proses karsifikasi tersebut berlangsung selama jutaan tahun sehingga menghasilkan bentang alam dalam berbagai bentuk yang unik dan menarik. Air hujan mudah masuk ke dalam rongga atau celah batuan gamping yang memang tak terlalu masif. Air hujan langsung menuju ke sungai bawah tanah. Lapisan di bawah tanah, pun mengalami pelarutan yang menyebabkan terbentuknya ruangan-ruangan dan lorong sungai bawah tanah, yang dikenal dengan sistem perguaan. Tak heran bila kemudian di perbukitan karst banyak ditemukan gua.

Gua-gua di kawasan perbukitan karst ternyata selalu menjadi pilihan hunian yang ideal bagi kelompok- kelompok masyarakat purba. Hutan-hutan lebat di dataran nggi kawasan karst merupakan habitat hewan-hewan buruan. Persediaan air selalu tersedia di sungai-sungai yang mengalir, di sekitar atau di dalam gua. Sungai-sungai itu juga menyediakan bahan batuan untuk pembuatan peralatan sehari-hari. Sebagaimana situs hunian gua di kawasan karst Merangin, Jambi (Gua Ulu Tiangko dan Gua Tiangko Panjang), di wilayah OKU, juga terdapat gua-gua karst yang pernah digunakan sebagai hunian kelompok masyarakat purba, seper Gua Putri, Gua Selabe, Gua Pandan, Gua Karang Pelaluan, atau Gua Harimau.

Indikasi bahwa gua-gua karst di wilayah OKU pernah dimanfaatkan oleh sekelompok masyarakat purba jelas terbuk dari temuan kerangka-kerangka manusia dan berbagai artefak batu, gerabah, atau logam, dalam penggalian arkeologi. Di Gua Harimau, misalnya, 81 individu kerangka manusia ditemukan dalam posisi dikuburkan. Gua Harimau adalah sebuah lokasi penguburan manusia purba. Namun artefak-artefak yang ditemukan juga memperlihatkan fungsinya sebagai peralatan atau benda-benda rumah tangga yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Ini berar , gua tersebut dulu dimanfaatkan sebagai hunian dan sekaligus tempat penguburan.