Manfaat Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Data Cagar Budaya Maupun yang Diduga Cagar Budaya

0
3501

Manfaat Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Data Cagar Budaya Maupun yang Diduga Cagar Budaya

BPCB Aceh: 29/8/2019. Sistem informasi geografi (SIG) merupakan sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, mengolah, menganalisa, dan menyajikan data yang mengandung informasi lokasi. Perangkat SIG dapat mengintegerasikan data spasial dengan data non spasial. Data spasial yakni data yang berorientasi pada geografis mengandung informasi lokasi atau koordinat. Data non spasial atau data atribut merupakan data yang menjabarkan aspek dari suatu fenomena atau objek dari data spasial tersebut. Data non spasial dapat berupa kata – kata, angka, maupun gambar.

Saat ini SIG sangat popular digunakan untuk berbagai bidang kajian, termasuk dalam bidang arkeologi maupun kebudayaan. SIG dapat berperan sebagai sistem penyimpanan data cagar budaya, pengolahan, analisis data, maupun penyajian data cagar budaya dalam bentuk peta. SIG juga dapat digunakan dalam menejemen basis data cagar budaya. Data cagar budaya dapat disimpan dalam bentuk basis data spasial yang memuat informasi spasial berupa data cagar budaya beserta atributnya seperti, kondisi, jenis, periodesasi, fungsi, data kepemilikan, data pemugaran, dan sebagainya.

Keunggulan penyimpanan data berbasis SIG adalah memungkinkan untuk dilakukan analisis keruangan dari sebaran cagar budaya tersebut, seperti analisis pola sebaran cagar budaya, analisis kondisi lingkungan, serta bentanglahan dari lokasi cagar budaya tersebut. Menejemen penyimpanan basis data cagar budaya dengan SIG memungkinkan analisis keruangan lebih lanjut yang mendukung dalam upaya pelestarian, pemanfaatan, maupun pengembangan. Analisis cagar budaya berbasis SIG memungkinkan untuk memahami lebih mendalam mengenai permasalahan maupun potensi dari masing-masing objek cagar budaya tersebut, sehingga pengelolaan yang dilakukan dapat tepat sasaran sesuai dengan permasalahan maupun potensi dari objek cagar budaya tersebut.

Contoh pemanfaatan SIG yang telah dilakukan oleh BPCB Aceh adalah untuk pemetaan objek cagar budaya maupun yang diduga cagar budaya. Kegiatan pemetaan yang telah dilakukan salah satunya adalah pemetaan objek diduga cagar budaya di Kota Sabang. Pemetaan Objek Cagar Budaya di Kota Sabang dilakukan bertahap, yakni tahap pertama, kedua, dan ketiga. Berdasarkan ketiga tahapan tersebut terkumpul 154 bangunan cagar budaya maupun yang diduga cagar budaya. Data bangunan cagar budaya maupun yang diduga cagar budaya tersebut meliputi bangunan peninggalan kolonial Belanda, bangunan peninggalan Jepang, serta makam kuno. Bangunan kolonial Belanda yang dominan adalah Rumah Kopel dan juga bangunan perkantoran. Bangunan Jepang dominan berupa bunker maupun benteng. Makam kuno merupakan peninggalan pada zaman kerajaan.

Data spasial dari bangunan cagar budaya maupun yang diduga cagar budaya selanjutnya dapat dipetakan untuk dapat diketahui posisi atau lokasinya maupun untuk dianalisis aspek keruangannya. Berikut ini adalah contoh peta yang dihasilkan dari kegiatan pemetaan objek cagar budaya maupun yang diduga cagar budaya di Kota Sabang, yakni Peta Sebaran Bangunan Peninggalan Jepang di Kota Sabang. Dilihat dari aspek keruangannya, bangunan bunker maupun benteng Jepang tersebar di seluruh wilayah di Kota Sabang, akan tetapi dominan mengelompok di bagian timur laut Kota Sabang yakni di Desa Kuta Ateuh, Desa Kuta Barat, Desa Kuta Timur, Desa Ie Meulee, Desa Aneuk Laot, serta Desa Cot Ba’u. Bunker maupun Benteng Jepang banyak tersebar di sekitaran pesisir pantai. Sedangkan jumlah benteng di bagian selatan tidak sebanyak di bagian utara maupun timur laut. Dengan mengetahui karakteristik dari masing – masing wilayah situs cagar budaya maupun yang diduga cagar budaya maka dapat dilakukan kajian maupun perencanaan yang sesuai dengan kondisi dari situs tersebut. (Mayca)

suasana presentasi di ruang telekompren BPCB Aceh