Sejarah Batik Sukapura di Kabupaten Tasikmalaya

You are currently viewing Sejarah Batik Sukapura di Kabupaten Tasikmalaya
Gambar: Satik Sukapura di Kabupaten Tasikmalaya

Sejarah Batik Sukapura di Kabupaten Tasikmalaya

Sejarah Batik Sukapura di Kabupaten Tasikmalaya

A. SEJARAH
Sukapura merupakan cikal bakal Kabupaten Tasikmalaya yang dibentuk oleh Sultan Agung dari Kerajaan Mataram Islam pada tahun 1632. Hal ini dilakukan Sultan Agung untuk menanggulangi berbagai macam pemberntontakan yang terjadi di daerah Priangan. Di bentuk bersama 3 kebupatian lainnya yaitu Sumedang, Bandung, dan Parakanmuncang, di Sukapura Sultan Agung menunjuk Ki Wirawangsa Umbul Sukakerta sebagai bupati Sukapura pertama yang bergelar Tumenggung Wiradadaha. Dibawah Kekuasaan Deandels pada tahun 1810 Wilayah Priangan dibangi menjadi dua wilayah, yaitu wilayah yang menghasilkan kopi dan wilayah yang tidak menghasilkan kopi.

Sukapura yang saat kitu dipimpin oleh Wiradadaha VIII dirasa Deandels tidak mampu memberikan kontribusi untuk menghasilkan kopi, sehingga Sukapura dihapus Deandels dari peta Kolonial dan dimasukan ke dalam wilayah Limbangan.

Tahun 1813, kekuasaan kolonial beralih ke tangan Inggris, Deandels pun diganti oleh Raffles yang menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Oleh Raffles wilayah Sukapura yang semula telah dihapuskan dan dilebur dengan Limbangan dipulihkan kembali serta mengangkat RT Suriadilaga dari Sumedang sebagai Bupati Sukapura yang baru, yang ditandai pula dengan perpindahan ibu kota Sukapura ke daerah Manonjaya.

Sayangnya Manonjaya bukan merupakan kawasan strategis untuk lalu lintas perdagangan dari lumbung-lumbung perkebunan di daerah Galunggung sebagai sentranya. Lahan-lahan perkebunan yang cukup subur dan pengelolaan yang baik oleh warga Eropa hingga, ditambah munculnya akses transportasi kereta api yang dikembangkan oleh SS (Staats Spoorwagen) yang menghubungkan Batavia-Bandung-Tasikmalaya-Yogyakarta hingga Surabaya menjadikan wilayah Sukapura semakin hidup dan pertumbuhan serta distribusi hasil perkebunan Sukapura semakin efektif dan efisien. Semenjak saat itulah Sukapura berkembang menjadi kota industri dan perdagangan. Terutama sejak ibukota Sukapura di Manonjaya dipindahkan kembali ke Tasikmalaya pada tahun 1901.

Memasuki tahun 1900 an aktivitas ekonomi di Sukapura berkembang dari semula hanya mengandalkan hasil bumi dan perkebunan, kemudian beralih orientasi kepada pembuatan aneka ragam kerajinan tangan seperti payung, kelom dan batik. Hal ini disebebkan terjadinya krisis ekonomi global yang disebabkan ambruknya pasar saham Amerika, sehingga mengakibatkan penurunan tingkat ekonomi pada negara-negara
lainnya, seperti juga yang dirasakan oleh masyarakat pedesaan di wilayah Hindia Belanda.

Hal yang sangat dirasakan oleh masyarakat di Sukapura saat itu adalah menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi dan produksi sector diperkebunan. Oleh karena itu pemerintah Hindia Belanda mendorong para bupati dan masyarakat yang ada di wilayah pedesaan Jawa, termasuk Sukapura saat itu untuk mengembangkan strategi perdagangan lainnya yang tidak bergantung pada sektor perkebunan, melainkan mulai merintis sektor ekonomi lain yang mengandalkan stuktur modal dan pasar. Kemudian munculah kebangkitan industri terutama industry tekstil dan kerajinan di wilayah Priangan, yang salah satunya berkembang juga di Sukapura.

Selain lokasi ibu kota yang berpindah, nama Sukapura juga diubah menjadi Tasikmalaya. Penyebutan Tasikmalaya muncul setelah peristiwa meletusnya Gunung Galunggung. Secara etimologi kata Tasikmalaya berasal dari dua kata yaitu Tasik = (keusik atau pasir ) dan Malaya ( ngalayah atau bertebaran), sehingga Tasikmalaya memiliki pengertian sebagai sebuah wilayah dimana disana banyak pasir yang bertebaran dimana-mana (akibat erupsi Gunung Galunggung).

B. BATIK SUKAPURA
Batik sebagai salah satu bentuk warisan budaya sekaligus karya seni yang bersifat fungsional, umumnya pembuatannya terpusat di Pulau Jawa. Sentra-sentra pembuatan batik dengan corak-corak nya yang khas tersebar di wilayah Solo, Yogyakarta, dan Pekalongan. Jawa Barat juga memiliki beberapa daerah penghasil batik antara lain Cirebon, Garut, Ciamis dan Tasikmalaya. Di Tasikmalaya sendiri sentra-sentra pengrajin batik terdapat di Kecamatan Indihiyang, Cipedes (Kota Tasik), dan Sukaraja (Kab. Tasik) Sentra kerajinan batik di Kecamatan Sukaraja, berada sebalah barat kecamatan yaitu di Desa Sukapura yang terletak 1 km dari ibukota kecamatan Sukaraja atau sekitar 17 km dari Ibu Kota Kabupaten Tasikmalaya. Sukapura (dalam ejaan lama Soekapoera) berasal dari kata soeka yang artinya asal dan poera yang artinya keraton. Jadi Sokapoera berarti sebuah keraton.

Sukapura pernah menjadi saksi sejarah manakala Bupati Wiradadaha I atau Bupati Sukapura pertama memindahkan pusat pemerintahan kebupatian dari Sukakerta ke Sukapura, tepatnya di daerah Leuwiloa (Kecamatan Sukaraja saat ini). Disinilah awal mula batik Sukapura diproduksi untuk kepentingan para menak (bangsawan) Sukapura saat itu.

Umumnya pakaian yang dikenakan menak Sukapura perempuan berupa baju atasan yang panjangnya sampai ke betis, bawahannya merupakan kain batik jenis sawud dasar muslim buatan Sukapura Pegunungan, ditambah mengenakan selendang yang disampirkan di bahu. Adapun pakaian pria menak Sukapura, sebagaimana yang sudah ditetepkan oleh pemerintah Hindia Belanda dinamakan Jajawaan. Kostum jajawaan memiliki Ketentuan antara lain : Tutup kepala (bendo) gaya Jawa, Jas tutup pendek warna hitam yang disebut sikepan, dengan kancing berderet yang jumlahnya ganjil (7,9,11, atau 13 buah), kemeja putih yang dikenakan di sebelum jas hitam, kain batik kebat, dan diikat dengan sabuk yang diselipkan keris di bagian belakang. Bawahan berupa kain batik biasanya berwarna coklat atau merah dengan motif poleng (loreng) atau salur (belang) seperti parang kusuma, parang kembang, atau parang lejo yang sering digunakan oleh Bupati Sukapura pada masa itu. Iket kepalanya merupakan buatan Sukapura yang berwarna hitam dengan motif Sawunggaling, Soga Gunawijaya, Gambir Saketi. Mereka juga selaku memakai sapu tangan batik motif poleng Benggala, memakai ambar yang tergantung di baju, dan alas kaki dari kayu gamparan yang dihiasi lilingga (tonjolan yang dijepit ibu jari dan telunjuk jari kaki) yang terbuat dari bahan tanduk yang dibubut.

Rakyat biasa juga sudah menggunakan batik, hanya saja motif dan serta modelnya berbeda. Bagi rakyat biasa perempuan, mereka mengunakan dua helai kain. Satu helai digunakan sebagai sarung bawahan, dan sehelai lagi untuk atas kemben yang berfungsi menutup dada, tanpa baju, dan dilengkapi selendang yang tersampir di bahu. Sedangkan untuk pria mengenakan baju kamsol berwarna hitam dengan model kancing berwarna emas, kain batik, iket kepala balangkreng sisi yang dipasang model “tegil”, ikat pinggang dari kain satin, menyandang golok, sapu tangan “Jimpo” (sapu tangan besar dan kasar), digantungi catut besi, dan cincin loklak.

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Sukapura merupakan sentra tanaman kapas, nila dan tarum. Kapas inilah yang kemudian dipintal menjadi benang, untuk kemudian ditentun menjadi kain dan perkembangan selanjutnya diberi motif batik.

C. PEMBUAT BATIK SUKAPURA
Pada masa lalu, sebelum diolah menjadi benang, kapas dipisahkan terlebih dahulu dari bijinya yang kemudian disebut kapuk. Proses pemisahan biji ini menggunakan alat penggiling yang terdiri dari dua kayu silinder yang berputar dengan arah berbalikan. Kapas di giling diantara dua silider kayu ini hingga terpisah dari biji-bijinya. Proses selanjutnya kapas dipintal dan dililitkan pada sebatang tongkat. Kapas yang telah dipintal menjadi benang kemudian di tenun menggunakan alat tentun jenis gedogan yang dinamakan Jantra, hingga menjadi lembaran-lembaran kain yang digulung-gulung berdasarkan ukuran.

a. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan Batik hanya terdiri dari 3 jenis yaitu kain (biasanya digunakan jenis katun primisan, mori, sutera, dolby, dan kaos), malam/lilin/paraffin, dan pewarna pakaian. Kain katun digunakan karena teksturnya yang lembut, sejuk, dan tidak terasa panas saat dikenakan. Adapun lilin/malam/paraffin berfungsi untuk menutup bagian-bagian tertentu agar tetap
putih atau mempertahankan warna ketika dilakukan proses pencelupan yang disebut sebagai proses nembok. Lilin jug berfungsi untuk membuat motif pada kain.

Pada mulanya pewarnaan kain dibuat dari bahan-bahan alami seperti warna biru dari tarum (indigo), warna merah dihasilkan dari pohon mengkudu, warna hitam berasal dari batang tanaman padi atau merang, warna kuning dari kulit pohon manga, sedenagkan warna hijau dihasilkan dari campuran warna biru (indigo) dengan cairan tegrang (berwarna kuning) yang berasal dari pohon Nangka. Namun saat ini pewarnaan pada batik sudah menggunakan pewarna kain sintesis yang dibuat pabrikan.

Adapun Zat pewarna kimia yang terbuat dari campuran naftol dan garam. Adapun zat garam terdiri atas MRB (Merah B), BB (Biru Langit), MR (Merah R), IB (Hijau), OGC (Orange), GBC (Ungu), Indigo (Biru), RTIP (merah kecoklatan). Sedangkan naftol terdiri dari ASBO (warna tua), AS (warna sedang), ASG (warna kuning), ASLB (warna coklat), dan Kuning N (percampuran coklat).

b. Alat

  1. Alat Nembok : canting, kompor dan katel
    Bagian-bagian canting :
     Isen (berfungsi untuk membuat titik)
     Penanggung (berfungsi untuk menutp dalam proses nembok)
     Sarasa (berfungsi untuk menutup bagian yang lebih besar)
     Galonggong
     Banji (berfungsi untuk membuat pola);
  2. Alat Mewarnai : bak pewarnaan, panci merebus (berfungsi untuk melarutkan lapisan lilin atau ngalorod), bak pencucian;
  3. Alat Penjemuran;
  4. Alat Batik Tulis : canting berbagai ukuran, kompor, katel untuk mencairkan lilin, jojodog untuk empat duduk pembuat batik, dan kayu gawang yang disebut wangkring sebagai sandaran kain saat dicanting;
  5. Alat Batik Cap : Meja cap, kompor, ender (wadah yang berbentuk bulat seperti katel untuk manapung lilin pada proses pengecapan), dan cap dengan aneka motif;

c. Proses Pembuatan Batik
Pada awalnya di Sukapura hanya dikenal proses pembuatan batik tulis saja, namun pekembangnnya saat ini sejak pertengahan abad ke-19, para pengrajin batik kemudian mengenal proses pembuatan batik cap. Sebuah alat dari tembaga atau biasa disebut cap, digunakan untuk membuat pola pada kain batik. Teknik baru tersebut memulai era batik cap. Pola yang terbentuk pada batik cap biasanya berbentuk persegi.

  1. Tahap Pembuatan Batik Tulis
     Membuat gambar motif pada kain yang akan di buat kain, dengan cara dibentangkan diatas meja.
     Kain yang telah diberi motif kemudian diberi warna dasar. Ada yang hanya satu kali perwarnaan sudah cukup, namun ada beberapa motif batik yang memerlukan pewarnaan tambahan, sehingga harus kembali mengulangi proses penambahan warna.
     Untuk penambahan warna lainnya, bagian kain yang sudah diberi warna dasar tadi, setelah dikeringkan akan melewati proses nembok yaitu menutup kain yang warnanya akan dipertahankan dengan lapisan lilin.
     Selesai proses pewarnaan, kain kemudian direbus untuk menghilangkan sisa lilin yang menempel pada kain atau disebut ngelorod.
  2. Motif-motif Batik Sukapura
    a. Motif Batik Menak (Bupati) Sukapura di Masa Lalu
  3. Kawung Besar
  4. Kawung Ece
  5. Motif Lereng
  6. Parang Rusak Barong (merupakan jenis motif batik parang yang paling besar bentuk motifnya, sehingga hanya dikenakan oleh Bupati/Raja pada saat pelaksanaan ritual keagamaan atau meditasi. Maknanya : seorang raja/pemimpin harus selalu berhati-hati dalam bertindak supaya tidak menyakiti
    rakyatnya)
  7. Parang Rusak Sedang
  8. Parang Lejo
  9. Parang Kembang
  10. Parang Kusuma (maknanya : hidup harus disertai semangat perjuangan untuk mencari kebahagiaan lahir batin)
  11. Parang Centung
  12. Suliga
  13. Udan Liris (maknanya : ketabahan dalam menjalani hidup saat dilanda hujan maupun kemarau);

b. Motif Awal Batik Sukapura
Selain motif-motif khas yang hanya dibuat untuk kalangan menak Sukapura, rakyat biasa juga dapat menggunakan motif batik lain yang dibuat khusus untuk mereka seperti motif :

  1. Kopi pecah
  2. Gambir Saketi
  3. Bilik
  4. Rereng Peuteuy
  5. Rereng Jaksa
  6. Rereng Doktor
  7. Tengek Hees
  8. Katut Giringsing

c. Motif Sukapuraan (Kekinian)
Perkembangan selanjutnya dari motif batik Sukapura yang dikembangkan oleh para pembatik generasi ke-3 terinspirasi oleh motif-motif alam dan lingkungan serta peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi. Hal ini terjadi karena para pembatik yang asalnya merupakan keturunan pembatik Trusmi, Cirebon ini sudah merasa bahwa Sukapura merupakan tanah kelahirannya yang harus dijaga dan dimumule
(dibanggakan). Dengan demikian munculah beberapa motif seperti:

  1. Motif Sisik Balimbing
  2. Motif Supril
  3. Motif Spiral
  4. Motif Daun Talas
  5. Motif Anggrek
  6. Motif Daun Keladi
  7. Motif Daun Awi
  8. Motif Kumeli Kentang
  9. Motif Pisang Bali
  10. Motif Rereng Sepatu/Sendal
  11. Motif Sidomukti Payung
  12. Motif Renville

Di era modern saat ini, para pengrajin Batik Tasikmalaya sangat progresif dan kreatif dalam menciptakan berbagai macam motif-motif batik kontemporer, yang tentunya disesuaikan dengan perkembangan sosial dan juga minat pasar. Oleh sebab itulah, banyak batik-batik yang bernuansa khas Tasikmalaya, tetapi mempunyai corak modern seperti halnya motif mobil atau benda-benda lainnya.
Begitu pula dengan warna dasar yang digunakan untuk membuat batik, cenderung lebih mencolok dengan penggunaan warna-warna terang yang menjadi ciri khasnya.

Tonton Video Youtube: Batik Sukapura Kabupaten Tasikmalaya

Sumber:
VISUALISASI: BATIK SUKAPURA – Laporan Dokumentasi dan Publikasi Warisan Budaya: Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX Provinsi Jawa Barat, Kemendikbud Ristek RI. Tahun 2023

Tim Penuslis:
Risa Nopianti, S.Sos., M.Ant.
Elin Marlina
Anas Azhar Nasihin
Koharudin