Sidang Komisi 2 Sesi 3, Kongres Kebudayaan Indonesia 2013 (10/10)

0
887

Sidang komisi 2 pada sesi 3 Kongres Kebudayaan Indonesia 2013 (10/10) dilaksanakan di Hotel New Saphir Yogyakarta dengan Topik  Penyerbukan Silang Budaya yang dimoderatori oleh Edi Sedyawati.

DSC_0607

Paparan pertama dalam sidang komisi 2 dengan pembicara Jean Couteau dengan judul Beberapa Catatan tentang Homogenisasi Budaya di Dalam Dunia Yang Menglobal.

Indonesia mempunyai suatu kekhasan. Ia adalah salah satu di antara sedikit negara yang menjadikan keanekaragaman budaya-budaya lokalnya sebagai dasar dari kebijakan kebudayaannya. Hal itu lahir dari situasi politik Indonesia sendiri, yaitu dari kenyataan bahwa, agar bersatu, Indonesia harus mengakui keragaman kulturalnya. Kenyataan itu juga dirumuskan di dalam ideologi dan lambang negara (Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Dan hingga kini, 68 tahun setelah proklamasi kemerdekaan, kebijakan kultural Indonesia masih tetap mengacu pada pernyataan Ki Hadjar Dewantara bahwa “kebudayaan nasional adalah puncak-puncak kebudayaan daerah”. Persatuan bersandar pada keragaman. Dan nasionalisme Indonesia menekankan kekhasan dan kekayaan budaya-budaya Nusantara.

Peradaban-peradaban agraris lama kini sudah mati. Yang tertinggal darinya hanyalah sisa-sisa, tercecer sana sini, yang dapat difungsikan di dalam kerangka sosio-ekonomi, sosio-kultural dan sosio-politik kapitalistis yang baru. Kapitalisme ini kini menyeluruh secara geografis dan telah betul-betul menjadi global. Usai menguasai dunia Barat (Eropa Barat dan Amerika Utara) dua ratus tahun yang lalu, dia telah meluas ke Asia Timur (pertama Jepang, lalu kini Taiwan, Korea dan China), ke Timur Tengah dan Asia Tenggara (Thailand, Malaysia dan Indonesia), ke Amerika Latin dan bahkan ke bekas Uni Soviet dan Asia Selatan (India); ia kini tengah merambah ke Afrika. Selain memasuki semua pelosok bumi, kapitalisme juga merasuki semua segi kehidupan ekonomi dan, dengan sendirinya, kehidupan sosial pula: baik tanah, tenaga kerja, teknologi, sistem pengetahuan dan pendidikan, barang modal dan barang konsumsi dan bahkan sarana dan isi media komunikasi pun, semuanya menjadi komoditas. Jadi untuk pertama kali di dalam sejarah, kehidupan sosio-ekonomi bumi kita ditentukan oleh sistem tunggal: ekonomi pasar, nama baru dari kapitalisme global.

Paparan kedua dalam sidang komisi 2 dengan pembicara Rizaldi Siagian dengan judul Penyerbukan Silang Kebudayaan Musik Nusantara.

Keragaman budaya Nusantara mewariskan “pusaka” tradisi musik/seni pertunjukan yang fenomenal di Asia Tenggara.  Sayang, potensi budaya ekspresif ini diabaikan kekuatan dan daya ikatnya, terutama untuk bisa dimanfaatkan memupuk rasa persatuan dan penghargaan atas perbedaan dan keberagaman budaya yang ada.

Tradisi bunyi-bunyian yang dihasilkan beragam bentuk peralatan musik, konsep seni pertunjukan yang meliputi musik, tari, teater, termasuk ritus-ritus dalam sistem kepercayaan tradisional maupun aneka warna upacara di tengah-tengah masyarakat adat Nusantara ini sangat kaya. Kekayaan ini selain disebabkan oleh berbagai faktor seperti letak dan situasi geografis, sistem budaya dan kepercayaan yang sangat beragam, juga berkaitan dengan sejarah persentuhan dan kontak budaya yang tak henti-hentinya terjadi.

Berikut ini ringkasan empat strata artistik yang terdapat di wilayah Indonesia bagian Barat, terutama di Sumatra, Jawa, dan Bali, berdasarkan pembagian yang dibuat oleh etnomusikolog Margaret Kartomi, dalam artikelnya “Musical Strata in Sumatra, Java, and Bali” (1980), sebagai berikut:

  • Strata I, pendekatan artistiknya masih diwarnai oleh sistem kepercayaan asli yang melakukan kegiatan persembahan terhadap roh nenek moyang serta simbol-simbol kekuatan gaib.
  • Strata II, masa Hindu dan Budha, tertutama ditandai oleh masuknya pengaruh filsafat dan alam pikir India di berbagai kerajaan Jawa dan Sumatra yang berlangsung di milenia pertama Masehi. Produk artistik pada strata yang dipengaruhi India ini meliputi seni pahat di sejumlah candi.
  • Strata III, ditandai dengan masuknya Islam ke Nusantara. Ketika itu muslim bangsa asing yang mempengaruhi kebudayaan dimana mereka masuk adalah berasal dari Arab, Persia, dan India.
  • Strata IV adalah saat pertamakali Kristen masuk Nusantara yang diawali oleh masuknya Portugis pada abad ke 16. Salah satu bentuk musik sinkretik yang dianggap sukses sebagai produk dari strata sejarah artistik musikal ini adalah musik kroncong; lagu-lagu nasional yang didasari oleh konsep musik Barat tetapi menggunakan teks dalam bahasa Indonesia.

DSC_0584

Paparan ketiga dalam sidang komisi 2 dengan pembicara Roosandra D.Alqadrie dengan judul Penyerbukan Silang kebudayaan dalam Arsitektur Perkotaan Pontianak sebagai Wujud Warisan dan Pewarisan Budaya.

Warisan dan Pewarisan Budaya dalam Arsitektur Perkotaan yang dimaknai melalui proses penyerapan (absorption) dan pengaplikasian (application) nilai-nilai dari dinamika budaya masyarakat. Karya arsitektur perkotaan bukan hanya merupakan warisan dari satu budaya masa lalu tertentu, tetapi juga merupakan pewarisan dari dinamika budaya. Artinya, bagaimana suatu karya arsitektur diperoleh melalui proses penyerbukan silang suatu budaya lokal terhadap peradaban global yang mau tidak mau harus saling bersentuhan. Dengan demikian, proses penyerapan dan pengaplikasian (inheritance) selama penyerbukan silang justru memperkuat nilai-nilai lokal yang membawa kepada arah perbaikan hidup dan kematangan budaya itu sendiri untuk digenerasikan secara terus menerus menjadi warisan anak bangsa.

Potensi lokal memainkan peranan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat dan budayanya. Karena itu, mereka harus tetap dijaga dan dilestarikan sebagaimana peranannya sebagai warisan budaya. Apabila potensi lokal ini diabaikan, maka kelangsungan hidup masyarakat dan budayanya akan punah atau berakhir.

Budaya akan terus mengalami metamorfosa sepanjang hayatnya, karena hakekat budaya adalalah mencari upaya, cara, strategi atau kaidah yang sempurna untuk mengelola alam semesta ini. Strategi, cara atau kaidah yang tepat dalam mewarisi potensi-potensi lokal ini dipelajari, diserap dan diaplikasikan oleh pendahulu-pendahulu kota Pontianak untuk membangun peradaban baru di pulau Kalimantan bagian Barat.

Budaya mengharmonisasikan sumber alam-hayati dan menyelaraskan hubungan sosial masyarakat merupakan kaidah-kaidah dalam mewarisi peradaban masyarakat Kalimantan. Keberagaman potensi alam-hayati dan kemajemukan masyarakat diyakini oleh mereka dapat memberi pengaruh negatif apabila kedua potensi lokal itu tidak dijaga dan dilestarikan.

Paparan keempat dalam sidang komisi 2 dengan pembicara Aan Rukmana dengan judul Penyerbukan Silang Antarbudaya.

Indonesia sudah sepatutnya bangkit mengejar ketertinggalan dari negara-negara lainnya. Berbagai prasyarat kemajuan sudah dimiliki Indonesia. Mulai dari kemajemukan yang beranekaragam yang diikat oleh tali satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa. Belum lagi berbagai kekayaan yang terdapat di dalamnya, baik kekayaan hayati, flora & fauna serta keindahan alamnya. Maka tidak heran jika Soekarno menyebut Indonesia sebagai “Taman Sari Dunia,” yang di dalamnya berbagai unsur dunia berbaur menjadi satu melukis keindahan kanvas Indonesia. Ditambah lagi bentangan gugusan pulau yang sangat luas, terbentang dari Aceh sampai Papua yang bila dicarikan padanannya hampir mirip dengan jarak antara Paris di Eropa sampai Teheran di Iran.

Kebudayaan itu memiliki tiga wujud, yaitu: 1) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan lain sebagainyaa, 2) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan 3) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Meski Indonesia memiliki berbagai macam jenis kebudayaan, namun kebudayaan itu  belum benar-benar menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang tangguh dengan segenap pencapaian dan prestasi yang membanggakan.

Strategi ini dinamakan Strategi Penyerbukan Silang Antarbudaya (Cross Cultural Fertilization). Strategi ini adalah jalan terbaik untuk bisa mengatasi persoalan budaya yang membuat bangsa Indonesia belum beranjak dari ketertinggalannya. Dengan jalan penyerbukan silang antarbudaya, etos kerja positif yang dimiliki satu kelompok bisa diambil dan diterapkan sehingga melahirkan sebuah budaya baru, etos baru dalam bingkai bangsa dan negara Indonesia. Apalagi Indonesia dikenal sebagai bangsa yang majemuk dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Keberagaman budaya yang dimiliki bangsa ini bisa menjadi modal besar untuk mendorong kemajuan bangsa ini sampai ke level yang lebih tinggi dari yang ada sekarang.

Di samping menyerbukkan budaya-budaya lokal yang ada, juga kita harus terbuka untuk menyerbukkan budaya kita dengan budaya-budaya unggul yang berasal dari bangsa lainnya. Masing-masing budaya positif dapat dileburkan sehingga menjadi budaya unggul yang dapat terus tumbuh mengharumkan tanah Indonesia. Untuk memulainya, kita perlu memaksimalkan pendidikan yang menghargai pembentukan karakter yang dimulai dari level anak-anak sampai kalangan orang tua, termasuk para guru yang terlibat dalam proses pendidikan dan pengajaran.