Sunyaragi, Satu Jejak Sejarah di Cirebon

0
2838
Gua Sunyaragi berlokasi di kelurahan Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon. Disebut juga Taman Air Sunyaragi, atau Tamansari Sunyaragi.
Gua Sunyaragi berlokasi di kelurahan Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon. Disebut juga Taman Air Sunyaragi, atau Tamansari Sunyaragi.

Oleh: Rucitra Deasy Fadila

Riwayatnya dulu

Ada dua sumber sejarah terkait dibangunnya Gua Sunyaragi. Sumber pertama adalah berita lisan yang disampaikan secara turun temurun oleh para bangsawan Cirebon atau keturunan keraton yang disebut Carub Kanda. Sumber kedua adalah Caruban Nagari yang berasal dari buku Purwaka Caruban Nagari. Kitab ini adalah tulisan tangan Pangeran Kararangen atau Pangeran Arca Carbon.

Caruban Nagari

Menurut Caruban Nagari Gua Sunyaragi didirikan pada 1703 Masehi oleh Pangeran Kararangen, cicit Sunan Gunung Jati. Kompleks Gua Sunyaragi lalu beberapa kali mengalami perombakan dan perbaikan.

Caruban Kandha

Menurut Caruban Kandha dan beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan, Tamansari dibangun karena Pesanggrahan Giri Nur Sapta Rengga berubah fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon. Sekarang dikenal sebagai Astana Gunung Jati. Perluasan Keraton Pakungwati (sekarang Keraton Kasepuhan Cirebon) yang terjadi pada 1529 Masehi juga menjadi penyebabnya. Perluasan itu ditandai dengan pembangunan tembok keliling keraton, Siti Inggil, dan lain-lain. Siti Inggil dibangun dengan ditandai candrasengkala Benteng Tinataan Bata yang menunjuk angka tahun 1529 Masehi.

Perbaikan

Pada masa kepemimpinan Sultan Sepuh V, Sultan Sjafiudin Matangaji, banyak melakukan perbaikan pada kompleks Taman sari Gua Sunyaragi. Saat itu Gua Sunyaragi digunakan sebagai tempat mengkhusukan diri kepada Allah swt. Sekaligus markas besar prajurit kesultanan dan gudang serta tempat pembuatan senjata. Di samping Taman sari Gua Sunyaragi, kesultanan Kasepuhan memiliki markas prajurit lainnya, yaitu di desa Matangaji. Sekarang masuk dalam wilayah administrasi kecamatan Sumber, kabupaten Cirebon.

Aktifitas di Taman sari Gua Sunyaragi menarik perhatian VOC yang berujung penyerangan. Sultan Sepuh V Sultan Sjafiudin Matangaji pun gugur pada 1786. Tidak lama setelah wafatnya Sultan Sepuh V, saudaranya, Pangeran Raja Hasanuddin menggantikannya untuk memimpin kesultanan Kasepuhan. Sementara Taman sari Goa Sunyaragi hanya tinggal puing-puing akibat penyerangan VOC.

Dibangun kembali

Pada 1852, Pangeran Adiwijaya, yang kelak menjadi wali bagi Pangeran Raja Satria, membangun kembali dan memerkuat Taman air Gua Sunyaragi. Dia memekerjakan seorang arsitek beretnis Tionghoa. Naas, arsitek tersebut ditangkap dan dipaksa mengatakan seluk-beluk Taman air Gua Sunyaragi kepada Pemerintah Hindia Belanda. Setelah informasi berhasil diperolah, sang arsitekpun kemudian dibunuh.

Terbongkarnya aktivitas di Taman air Gua Sunyaragi membuat Pangeran Adiwijaya memerintahkan kepada para bawahan dan para prajurit untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi, akhirnya keputusan diambil untuk mengungsikan seluruh persenjataan dan para prajurit keluar dari Taman air Gua Sunyaragi, sehingga penyerangan Belanda yang terjadi kemudian tidak mendapatkan apa-apa.

Taman yang unik

Bangunan taman sejenis ini tidak ditemukan di tempat lain di Indonesia. Terutama perpaduan sistem pengaliran air, dengan ruang-ruang pertapaan tempat menyepi, yang berupa struktur buatan yang dihiasi dengan motif wadasan dan mega mendung.

Motif wadasan dan mega mendung diyakini merupakan simbol kehidupan. Mega melambangkan langit atau udara. Wadas yang berarti batuan melambangkan bumi. Motif-motif tanaman merambat, patung-patung hewan dan manusia melambangkan isi dari dunia yang memiliki bumi dan langit beserta isinya.

Fungsi ruang

Pada Gua Sunyaragi terdapat 12 bangunan yang memiliki fungsi berbeda-beda.  Bangsal Jinem sebagai tempat sultan memberi wejangan sekaligus melihat prajurit berlatih. Gua Pengawal sebagai tempat berkumpul para pengawal sultan. Kompleks Mande Kemasan (sebagian hancur). Gua Pandekemasan sebagai tempat membuat pusaka, perhiasan, dan senjata tajam. Gua Simanyang sebagai tempat pos penjagaan. Gua Langse sebagai tempat bersemedi. Gua  Peteng sebagai tempat nyepi untuk kekebalan tubuh. Gua Arga Jumud sebagai tempat orang penting keraton. Gua Padang Ati sebagai tempat bersemedi. Gua kelanggengan sebagai tempat bersemedi agar langgeng jabatan. Gua Lawa sebagai tempat khusus kelelawar. Gua Pawon sebagai dapur penyimpanan makanan.

Konservasi

Pada 1852, taman ini sempat diperbaiki karena dirusak pasukan Hindia Belanda pada 1787. Pemugaran Tamansari Gua Sunyaragi pernah dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1937 sampai 1938. Pelaksanaannya diserahkan kepada seorang petugas Dinas Kebudayaan Semarang. Pemugaran ini bertujuan untuk memerkuat konstruksi aslinya dengan menambah tiang-tiang atau pilar bata penguat. Terutama pada bagian atap lengkung. Pemugaran juga dilakukan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan Purbakala, Direktorat Jenderal Kebudayaan, yang memugar Tamansari secara keseluruhan sejak 1976 hingga 1984.

Pada 2014, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan revitalisasi, Direktorat Jenderal Kebudayaan, melalui Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman memberikan bantuan revitalisasi dengan dana Tugas Pembantuan. Revitalisasi ini dilakukan terutama untuk perbaikan bangunan berstruktur kayu dengan atap sirap.

Baca juga: Daftar Cagar Budaya Peringkat Nasional Terus Bertambah