Situs Wadu Pa’a

0
5435

Situs Wadu Pa'a-1Situs Wadu Pa’a situs Wadu Pa’a letaknya tidak terlalu jauh dari pantai, di dataran di tepian Teluk Wadu Pa’a, suatu teluk kecil di sebelah barat daya teluk Bima. Tempat itu cukup terlindung dari angin dan arus laut yang kuat, sehingga merupakan tempat yang ideal sebagai tempat berlabuh. Apalagi dekat dengan lokasi situs terdapat sumber mata air yang dapat dipakai untuk minumdan menambah perbekalan para pelaut dan saudagar yang singgah .

Pada tebing pantai sebelah barat Teluk Bima, pada rangkaian tebing yang agak curam di sisi barat Doro Lembo (Bukit Lembo) ditemukan tinggalan budaya masa lampau yang berupa relief yang dipahatkan pada tebing. Sekeliling tebing merupakan tanah kering dan gersang yang hanya ditumbuhi beberapa tanaman keras dan perdu. Untuk mencapai lokasi tinggalan budaya ini dapat dicapai melalui laut dan darat. Dari pelabuhan Bima, lokasi Situs Wadu Pa’a ada di sebelah barat laut pelabuhan Bima, sekitar satu jam pelayaran dengan menggunakan speedboat. Dengan jalur darat dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat dari Bima melalui Sanolo–Soromandi-Wadu Pa’a dengan waktu tempuh sekitar satu jam melalui jalan yang berkelok-kelok.

Sekitar akhir abad ke-19 beberapa tinggalan budaya pengaruh kebudayaan India banyak ditemukan di Pulau Sumbawa bagian timur. Hal itu diungkapkan oleh Rouffar pada 1910. Situs dengan temuannya seperti Ganeśa dan Śiwa Mahāguru, lingga, dan prasasti banyak ditemukan di sekitar Teluk Bima, di kaki sebelah timur lereng/kaki Gunung Tambora. Salah satunya adalah Situs Wadu Pa’a. Dalam buku Legenda Tanah Bima yang ditulis Alan Malingi, diceritakan bahwa pada saat Sang Bima hendak meninggalkan Bima, dia didatangi oleh para Ncuhi (Kepala Suku) untuk dimintai kesediaan menjadi pemimpin tanah Bima. Pada saat itu, Sang Bima sedang memahat tebing di mulut Kota Bima, tepatnya di kaki bukit Lembo Desa Kananta.

Situs Wadu Pa’a (= Batu Pahat) merupakan salah satu situs “Candi Tebing”, seperti “Candi Tebing” di Gunung Kawi Tampaksiring, Bali yang memiliki nilai sejarah yang cukup tinggi. Dilihat dari temuannya, Wadu Pa’a merupakan tempat pemujaan ajaran Buddha tetapi bercampur dengan ajaran Hindu dengan  memuja Śiwa dengan petunjuknya berupa relief Ganeśa, Śiwa Mahāguru, Buddha, dan relief stupa dengan berbagai tingkat payung (chattra).

Situs Wadu Pa'aTinggalan budaya masa lampau di Situs Wadu Pa’a dibagi dalam dua kelompok yang masing-masing kelompok berjarak sekitar 500 meter. Kelompok I letaknya di sebelah utara, dan Kelompok II letaknya di sebelah selatan di ujung Teluk Wadu Pa’a. Dilihat dari jumlah/macam pahatannya, Kelompok I merupakan kelompok yang terluas. Pada kelompok itu terdapat sekurang-kurangnya 21 pahatan dalam berbagai bentuk. Dimulai dari bentuk yang paling utara ke selatan, yaitu bentuk Agastya; prasasti; relief dalam ceruk yang berbentuk lingga, lapik, dan Buddha; relief stupa dengan chattra bersusun, Ganeśa, stupa dengan chattra yasthi tunggal; relief lingga-yoni; relief lingga; mahluk Gana; relief dua stupa dengan chattra bersusun 15; stupa dengan chattra bersusun 11; stupa dengan chattra tunggal; stupa bercabang tiga; tiga dasar stupa, relief Dyani Buddha yang diapit sepasang stupa dalam ceruk; relief dua stupa dalam ceruk; relief dua lingga di dalam ceruk; lingga-yoni di dalam ceruk; relief dua stupa di dalam satu ceruk; dan relief lingga-yoni di dalam ceruk.

Prasasti singkat dipahatkan di bagian bawah relief arca Agastya, terdiri atas tiga kelompok pahatan tulisan. Ditulis dalam bahasa dan aksara Jawa Kuno. Keadaan tulisan sudah sangat aus sehingga hasil bacaannya tidak sempurna. Kalimat kelompok pertama tidak dapat terbaca, kelompok kedua terbaca sebagian “… Sake 631(?), wesaka..”, dan kelompok pahatan ketiga terdiri atas dua baris kalimat yang berbunyi “… sapta dhya …” (pada baris pertama), dan “..lla..”. Hasil bacaan kelompok kedua pengindikasikan pertanggalan 631 Saka.

Pahatan pada Kelompok II letaknya sekitar 500 meter ke arah selatan dari Kelompok I. Pada kelompok itu terdapat pahatan relief yang menggambarkan tiga lapik, dan relief yang menggambarkan 16 stupa yang mengapit satu ceruk arca. Tepian ceruk tersebut memiliki pajatan berbentuk pilaster, sedangkan pahatan stupa ada di sebelah utara ceruk.

Sumber:

Utomo, Bambang Budi, 2014, “Situs Wadu Pa’a” dalam Wiwin Djuwita Sudjana Ramelan (ed.) Candi  Indonesia Seri Sumatera, Kalimantan, Bali, Sumbawa, Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hlm. 300 –303