Upaya Menjauhkan Soekarno dari Massa
Tahun 1993 dalam usahanya untuk membuat Indonesia merdeka, Ir. Soekarno kembali ditangkap dan diasingkan. Kali ini Soekarno diasingkan ke Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Ir. Soekarno ditangkap oleh seorang Komisaris Polisi ketika ke luar dari rumah Muhammad Husni Thamrin dan kemudian dipenjarakan selama delapan bulan tanpa proses pengadilan. Pada tanggal 28 Desember 1933, Gubernur Jenderal Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, De Jonge, mengeluarkan surat keputusan pengasingan Ir. Soekarno ke Ende.
Ir. Soekarno dan keluarganya bertolak dari Surabaya menuju Flores dengan kapal barang KM van Riebeeck. Setelah berlayar selama delapan hari, mereka tiba di Pelabuhan Ende dan langsung melaporkan kedatangannya ke kantor pemerintah. Mereka lalu dibawa ke rumah pengasingan yang terletak di Kampung Ambugaga, Kelurahan Kotaraja. Di rumah pengasingan inilah Ir. Soekarno beserta keluarganya menghabiskan waktu mereka selama empat tahun. Ir. Soekarno dan keluarganya menempati rumah milik Haji Abdullah Amburawu.
Dikucilkan jauh dari keramaian, Bung Karno yang biasa dikerumuni massa saat menyampaikan pidatonya tentu saja sempat frustasi saat diasingkan ke Flores. Pemerintah Hindia Belanda sangat ketat membatasi pergaulan Bung Karno dengan masyarakat setempat, khususnya masyarakat kalangan atas. Setiap hari Bung Karno harus melapor ke pos militer di Ende Utara, Kantor Detasemen Polisi Militer IX/I kini. Namun, semakin langkahnya diawasi dan dikontrol pemerintah Hindia Belanda, Bung Karno yang semula merasa depresi mulai bangkit melawan pengawasan kaku kolonial tersebut. Ia rajin mendatangi kampung-kampung di Ende, mengapa warga dan mengunjungi Danau Kelimutu sehingga lahirlah naskah drama “Rahasia Kelimutu”.
Tempat Lahirnya Gagasan Nilai-nilai Pancasila
Pulau Ende merupakan saksi bisu terbentuknya dasar negara yaitu Pancasila. Selama diasingkan, Bung Karno merenungkan dasar negara Indonesia di bawah pohon sukun yang rimbun. Di situlah kini dibuatkan Taman Perenungan Bung Karno. Di taman tersebut didirikan patung Bung Karno yang sedang duduk merenung di bawah pohon sukun bercabang lima sambil menatap ke arah laut. Pohon sukun yang dijadikan peneduh patung tersebut adalah pohon sukun yang ditanam tahun 1981, bukan pohon sukun yang asli ketika Soekarno diasingkan. Pohon sukun masa pengasingan Soekarno sudah tumbang sekitar tahun 1960.
Soekarno menghabiskan masa pengasingan bersama istrinya, Inggit, Ratna Djuami (anak angkat), serta ibu mertuanya. Rumah tinggal tersebut terdiri dari ruang tamu, ruang tengah, dan tiga kamar tidur. Kondisinya terbilang masih terawat baik. Bagian rumah seperti sumur, kamar mandi, dapur masih terlihat seperti sedia kala. Selain meninggalkan cerita, beberapa barang-barang milik presiden pertama Indonesia tersebut juga masih disimpan. Ranjang, lemari, biola, tongkat, lampu minyak, lampu tekan, setrika, peralatan makan, peralatan masak, semuanya dipamerkan di ruang tamu. Beberapa karya lukisnya pun dipajang di dinding rumah. Buku-buku koleksinya diletakkan di teras belakang.
Proklamator kemerdekaan Indonesia itu diasingkan cukup lama di Ende. 18 Oktober 1938, setelah diasingkan selama empat tahun sembilan bulan dan empat hari, Ir. Soekarno dipindahkan ke Bengkulu. Tahun 1951, ketika menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, Ir. Soekarno untuk pertama kalinya mengunjungi Ende. Dalam kunjungannya, ia menyatakan keinginannya agar rumah pengasingan itu dijadikan museum. Pada kunjungannya yang kedua pada tahun 1954, Ir. Soekarno meresmikan rumah itu sebagai “Rumah Museum”.
Rumah pengasingan mempunyai arti khusus untuk Indonesia, karena dari rumah itulah dimulai proses penggalian nilai-nilai luhur Pancasila. Berdasarkan alasan tersebut, makan Rumah Pengasingan Ir. Soekarno di Ende ditetapkan menjadi Bangunan Cagar Budaya berperingkat Nasional dengan Surat Keputusan bernomor 285/M/2014 pada 13 Oktober 2014.
Baca juga:
Benteng Belgica, Pentagon dari Indonesia
Pecinan Ketandan dan Eksistensinya di Tengah Keramaian Malioboro
Akulturasi dan Inkulturasi Budaya di Gereja Hati Kudus Yesus Pugeran Yogyakarta