Representasi Identitas Hakka dalam Museum Hakka Indonesia

0
4291
museum hakka indonesia
Museum Hakka Indonesia di TMII. Sumber: tamanmini.com

Pada masa berabad-abad yang lalu catatan tentang keberadaan Indonesia sebagai Negara telah tertulis dalam naskah kuno Dinasti ke Dinasti Tiongkok. Peradaban Tiongkok yang maju mendorong Negara tersebut untuk melakukan pelayaran-pelayaran ke berbagai tempat yang baru untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Bersamaan dengan itu gejolak peperangan dan kesulitan hidup juga menghampiri rakyat Tiongkok di berbagai wilayah kekuasaannya sehingga menyebabkan migrasi besar-besaran rakyak Tiongkok dari daerah asalnya.

Orang Hakka Tiongkok adalah salah satu kelompok yang melakukan migrasi dari daerah satu ke daerah lainnya bahkan berlanjut sampai berpindah dari negaranya menuju ke berbagai Negara di dunia termasuk Indonesia. Migrasi tersebut dilakukan demi alasan keselamatan dari perang dan pencarian penghidupan yang lebih layak dikarenakan daerah asal orang Hakka merupakan wilayah dengan tanah yang tidak subur dan tandus. Adapun kedatangan orang Hakka ke Indonesia dilakukan secara besar-besaran dikarenakan adanya permintaan tenaga untuk dipekerjakan di tambang emas Kalimantan Barat dan tambang timah Bangka Belitung.

Pada masa itu mereka tidak datang dengan niat untuk menetap melainkan hanya untuk mencari rejeki dan berharap kembali ke negerinya. Dikarenakan berbagai alasan mereka tidak dapat kembali ke Negara asal membuat mereka akhirnya menetap dan membangun satu komunitas di tempat dimana mereka berada. Asal usul itulah yang kemudian dikenal dengan sebutan orang Khek atau orang Hakka di Indonesia.

Setelah melalui berbagai rintangan dan masalah dibawah bayang-bayang pemerintahan dan politik yang tidak bersahabat, orang Hakka pada akhirnya bisa bebas merdeka di tanah kelahirannya sendiri. Kebebasan itu ditandai dengan penghapusan Keppres atau UU yang tidak memihak kepada hak asasi orang Tionghoa secara umum di Indonesia termasuk kebebasan merayakan tahun baru IMLEK yang merupakan tradisi turun temurun dari leluhur asal orang Hakka Indonesia. Dewasa ini pendirian museum yang menamakan suatu komunitas juga ikut berbenah dan mengembangkan sayapnya dalam rangka pemberian informasi kepada masyarakat luas.

Komunitas Hakka merupakan contoh komunitas yang secara materi siap mendirikan museum dengan tujuan agar generasi muda dapat belajar mengenai perjuangan leluhurnya dalam rangka mempertahankan hidup dan berhasil melewatinya. Di samping itu, tujuan lain adalah mendapatkan pengakuan bahwa suku Tionghoa pada umumnya dan sub dialek Hakka merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Indonesia berdasarkan sejarah panjang yang dituangkan pada tema-tema tata pamer di museum Hakka. Pembangunan museum dimulai dengan mengusung arsitektur replika bangunan Tulou yang terletak di Yongding, Fujian Tiongkok.

Menurut informasi yang diberikan kepala pengawas pembangunan museum Bapak Surikin, bahwa arsitektur bangunan museum yang meniru bangunan Tulou di Tiongkok tidak berniat untuk memamerkan bahwa bangunan di Negara Tiongkok lebih hebat dan seakan tidak mencerminkan ke-Indonesia-an karena bentuk bangunannya. Jika diaplikasikan didalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, maka simbol dari bangunan arsitektur replika Tulou museum Hakka Indonesia-TMII adalah menyatukan berbagai suku bangsa didalam satu benteng yang kokoh yang tidak akan mudah dihancurkan oleh musuh dari luar Indonesia, didalamnya akan tercipta gotong royong yang kuat dan sehati karena terlindungi benteng Tulou yang bundar. Filosofi tersebut akan ditampilkan melalui koleksi-koleksi pada tata pamernya.

Pembangunan museum yang dilatarbelakangi kehidupan komunitas, maka pembentukan identitas adalah hal pokok yang harus dirumuskan dan pada nantinya identitas tersebut siap untuk direpresentasikan kedalam tata pamer museum. Identitas yang diusung komunitas Hakka adalah identitas Semangat ke-Hakka-annya. Semangat tersebut diperoleh dari berbagai kisah dan sejarah panjang yang dialami orang Hakka dari masa ke masa dimanapun mereka berada yang kemudian membentuk karakter yang sama dalam diri setiap orang Hakka. Karakter tersebut adalah The Spirit of Hakka: Pioneer, Hard Work, Adaptation, Frugality, Tenacity (Semangat orang Hakka: Perintis, pekerja keras, adaptif, hemat dan ulet).

Identitas yang sudah terbentuk dijabarkan kedalam tema-tema yang masing-masing mewakili The Spirit of Hakka: Pioneer, Hard Work, Adaptation, Frugality, Tenacity, kemudian direpresentasikan ke dalam bentuk tata pamer museum dengan bantuan “bahasa” untuk mengomunikasikannya. Cara mengomunikasikan itu bisa berupa suara, tulisan, bantuan benda elektronik, alunan musik dan objek itu sendiri. Pesan yang ingin disampaikan kepada pengunjung adalah bahwa Hakka dengan karakternya yang selalu survive pada hakekatnya adalah bagian dari bermacam-macam suku dan ras yang ada di Indonesia.

Orang Hakka bisa membaur bahkan kebudayaan mereka berasimilasi dengan kebudayaan suku lain yang sama-sama bermukim dalam satu wilayah. Ini adalah tanda bahwa orang Hakka bukan orang asing di negeri sendiri, mereka ikut serta dalam segala aspek kehidupan yang berlangsung dari masa ke masa dan mereka adalah korban dari politik bangsa. Identitas mereka terbangun karena kebutuhan mempertahankan hidup yang mengharuskan mereka pada akhirnya menjadi lebih kuat menghadapi segala tantangan dan pengharapan ketenangan yang hampir sirna.

Museum sebagai lembaga adalah satu wadah agar identitas dan keberadaan orang Hakka di Indonesia dapat diketahui oleh suku dan ras lain yang sama-sama bermukim di wilayah Indonesia. Pengakuan keberadaan mereka di tengah-tengah suku lainnya merupakan kerinduan yang akan terus mereka perjuangkan agar nantinya mereka bisa disejajarkan dengan suku-suku bangsa lain di Indonesia. Pesan tersebut akan disampaikan museum melalui informasi informasi dalam tata pamer dan  sebuah alur cerita (storyline) yang dapat dengan mudah dipahami dan dimengerti pengunjung. New Museology adalah pendekatan yang tepat untuk tercapainya tujuan pendirian museum Hakka Indonesia-TMII agar nantinya setelah dibuka untuk umum tidak terkesan hanya sebagai tempat mengumpulkan koleksi dan gambar semata.

Sebagai museum yang mengatasnamakan komunitas, sebaiknya pihak manajemen museum Hakka Indonesia melibatkan masyarakat komunitas Hakka dari berbagai lapisan umur, sosial, dan wilayah untuk memberikan masukan dan saran terhadap kemajuan pendirian museum tersebut. Selain itu, dalam pengisihan koleksi agar tidak terlalu banyak mengambil koleksi dari luar Indonesia, atau diluar konteks ke-Hakka-an sehingga museum tidak terkesan sebagai tempat penumpukan koleksi saja. Perencanaan yang tepat dari awal akan membantu manajemen dalam melanjutkan pekerjaan yang belum selesai.

Perencanaan dengan konsep yang ditawarkan David Dean dalam bukunya Museum Exhibition, Theory and Practice bisa menjadi dasar proses pengembangan pameran. Tim manajemen museum memiliki semangat yang luar biasa dalam membangun museum komunitas tersebut, namun jika tanpa perencanaan yang tepat guna kemungkinan besar museum tersebut hanya akan terlihat megah di sisi luar bangunan namun tetap dalam kondisi museum tradisional. Pada akhirnya segala pengorbanan waktu, tenaga, pikiran dan dana hilang percuma karena tidak siapnya konsep yang tepat dalam pembangunan museum Hakka Indonesia-TMII.

Museum Hakka Indonesia-TMII merupakan museum komunitas yang memiliki potensi untuk dikembangkan dari berbagai aspek, karena museum Hakka Indonesia merupakan museum komunitas Hakka pertama yang ada di Indonesia menurut penulis, dan juga terletak di lokasi yang strategis, yaitu Taman Mini Indonesia Indah. Dengan melibatkan Tim Ahli Museologi dalam pembangunan museum ini diharapkan dapat membantu pengelola museum Hakka dalam menjadikan museum Hakka Indonesia tetap dalam koridor yang benar, yaitu sebagai museum komunitas, dan bukan hanya menjadi tempat untuk memamerkan berbagai koleksi-koleksi tetapi tidak bisa memberikan tujuan yang jelas bagi pengunjung. Karena dalam tren postmodern museum pengunjung adalah tujuan  utama museum untuk menentukan apakah museum tersebut berhasil atau tidak memberikan informasi dengan melalui tahapan perencanaan hingga pada tahapan akhir penilaian. (Annita Mokodongan)

Sumber: Annita Intaniasari Mokodongan, 2014, Representasi Identitas Hakka dalam Museum Hakka Indonesia Taman Mini Indoneseia Indah, Tesis, Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Program Magister Arkeologi, Universitas Indonesia. Program Beasiswa Museologi, Direktorat Jenderal Kebudayaan.