Jakarta, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman — Subdirektorat Pelestarian Cagar Budaya mengadakan rapat mengenai etika pelestarian. Rapat yang dipimpin oleh Fitra Arda, Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, itu diadakan Rabu 8 Mei 2019 lalu. Bertempat di ruang rapat, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman mendatangkan lima orang narasumber yang berasal dari berbagai instansi/organisasi. Kelima narasumber tersebut adalah Mundarjito (Tim Ahli Cagar Budaya DKI), Wiwin Djuwita Ramelan (Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia), Junus Satrio Atmodjo (Tim Ahli Cagar Budaya Nasional), Gatot Ghautama (Tim Ahli Cagar Budaya DKI), dan Supratikno Rahardjo (Dosen Universitas Indonesia).
Fitra Arda selaku Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman membuka rapat dengan memaparkan pentingnya etika dalam pelestarian cagar budaya. Celah akibat nihilnya patokan seperti etika dalam pelestarian sudah beberapa kali dialami, terutama pemerintah daerah. Ketidakjelasan sanksi menjadi lubang yang kerap kali dilanggar atau bahkan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman harus segera membuat Etika Pelestarian demi merespon laporan-laporan tersebut. Fitra Arda kemudian menanyakan rekomendasi dari kelima narasumber untuk penyusunan Etika Pelestarian. Berikut masukan yang diberikan oleh kelima narasumber.
- Pelestarian sebaiknya dilakukan oleh individu yang kompeten.
- Etika memang diperlukan, namun tidak terbatas untuk pelestarian saja. Etika sebaiknya mencakup semua tahapan: registrasi, pelestarian, perlindungan, pengembangan, pengelolaan, pemanfaatan. Pemanfaatan adalah tugas terberat karena masyarakat harus terlibat.
- Penyusunan etika pelestarian harus memperhatikan perbedaan antara pelanggaran etika dan pelanggaran hukum. Etika dan hukum adalah dua hal yang berbeda. Etika bukanlah bagian hukum.
- Harus ada sanksi yang jelas untuk pelaku pelanggar. Cara merehabilitasi atau memperbaiki nama baik pelaku pelanggar juga harus disiapkan oleh pemerintah.
Etika pelestarian ini nantinya berlaku untuk semua orang, sesuai dengan Undang-undang yang menyebutkan bahwa pelestarian dapat dilakukan oleh semua orang. Diterbitkannya Etika Pelestarian diharapkan dapat menjawab keresahan pemerintah untuk meredam pelanggaran-pelanggaran yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian cagar budaya. Sebelum melangkah lebih jauh, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman segera bentuk Tim Penyusun Etika Pelestarian.