Prasasti yang membahas Multikulturalisme

0
2496

Sejumlah prasasti Jawa Kuno dan Bali Kuno mengindikasikan adanya orang–orang asing di wilayah Nusantara. Prasasti Kaladi yang berangka tahun Saka 831 atau Masehi 909 menyebutkan sejumlah orang asing yang datang ke pelabuhan di Jawa Timur. Mereka antara lain adalah kling (Kalingga), arya (orang Arya), singhala (orang Singhala/Srilangka), drawila (Drawida?, Pondhiceri), campa (Champa), kismira (Kasmir).[1] Berdasarkan kutipan itu maka dapat diketahui bahwa abad ke-10 sejumlah golongan etnik dari Asia Selatan dan Asia Tenggara tampaknya telah bermukim di Jawa Timur.

Kasus yang cukup menarik perhatian tentang mulkulturalisme dapat diketahui dari prasasti Wurudu Kidul yang berangka tahun 844 atau Masehi 922. Prasasti itu berisi uraian tentang proses peradilan status kewarganegaraan sang Dhanadi yang diduga sebagai keturunan orang Khmer (Kamboja). Setelah ditelusuri dari sejumlah saksi ternyata bahwa sang dhanadi adalah penduduk desa Wurudu atau orang lokal. Data yang tersurat dalam prasasti Wurudu Kidul mengindikasikan adanya orang asing atau keturunan orang asing yang bermukim di Jawa Timur.

Prasasti-prasasti Bali Kuno juga menyebutkan adanya pedagang asing yang bermukim di daerah pesisir/pelabuhan di Bali. Prasasti Bebetin AI (Masehi 896), Sembiran B (Masehi 951), dalam Sembiran AII (Masehi 975) menyebutkan istilah banyaga (pedagang yang mengarungi lautan) dan banigrami (perkumpulan pedagang).[2] Kehadiran para pedagang asing merupakan suatu bukti adanya pergaulan multikultural di Bali.

[1] (Barret-Jones, 1984:186)

[2] (Goris, 1954: Wheatly, 1975; Ardika, 1999:81)

(Sumber: Sejarah Nasional Indonesia, Jilid II)