Ditetapkan sebagai Cagar Budaya tingkat Nasional
Kawasan Pulau Penyengat pada 2017 telah disidangkan oleh Tim Ahli Cagar Budaya Nasional (TACBN) dan ditetapkan sebagai Cagar Budaya tingkat Nasional. Terdapat tiga alasan yang ditetapkan TACBN mengapa Kawasan Pulau Penyengat ini masuk kawasan cagar budaya peringkat nasional, antara lain:
- wujud kesatuan dan persatuan bangsa, karena merupakan bukti perjuangan melawan kolonial Belanda serta pusat perkembangan ilmu bahasa dan sastra Melayu Tinggi (Melayu Modern) pada abad XIX sebagai standar Bahasa Indonesia;
- Cagar Budaya yang sangat langka jenisnya, unik rancangannya, dan sedikit jumlahnya di Indonesia, karena merupakan satu-satunya pulau dengan Cagar Budaya yang lengkap menggambarkan sistem ibukota pemerintahan;
- bukti evolusi peradaban bangsa serta pertukaran budaya lintas Negara dan lintas daerah, baik yang telah punah maupun yang masih hidup di masyarakat, karena merupakan pusat perkembangan Bahasa Melayu Modern, serta mencerminkan perpaduan berbagai kebudayaan.
Tempat Gurindam Dua Belas tercipta
Menurut TACB Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Penyengat dulu menjadi kubu pertahanan melawan Belanda. Dahulu ada percetakan di pulau Penyengat. Jadi ada banyak karya sastra yang dihasilkan di Pulau Penyengat ini. Raja Ali Haji (1808–1873) adalah sastrawan yang terkenal dengan karyanya Gurindam Dua Belas dan banyak karya lainnya seperti Tuhfat-Al Nafis, Kitab Pengetahuaan Bahasa, Bustan Al-Katibin, Tsamarat al-Muhimah, Syair Abdul Muluk, dan lain-lain. Melalui karya-karya dan jasanya di bidang kebahasaan, khususnya, Raja Ali Haji telah dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional di bidang Bahasa pada 2004.
Waktu itu, pihak kerajaan di Pulau Penyengat mewajibkan bahasa melayu tinggi. Kenyataanya bahasa melayu tinggi adalah bahasa Indonesia baku. Melalui karya sastra dan kamus bahasa Melayu yang dihasilkan oleh Raja Haji Ali menjadi rujukan Belanda ke sekolah-sekolah untuk menggunakan tata bahasa melayu tinggi.
Bahasa Melayu sebagai akar dari Bahasa Indonesia
Sebenarnya akar dari bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dicampur dengan bahasa-bahasa daerah lainnya. Dengan masuknya bahasa-bahasa daerah ke Bahasa Indonesia seakan-akan menjadikan Bahasa Indonesia ini bukan dari bahasa Melayu. Jika banyak orang yang membaca sejarah mengenai Pulau Penyengat pasti akan setuju bahwa akar dari bahasa indonesia adalah bahasa melayu. Maka dari itu yang perlu diketahui sekali lagi ialah saat Belanda merujuk bukan bahasa lisan akan tetapi bahasa tulis dari kamus bahasa melayu yang dikarang oleh Raja Ali Haji. Atas dasar kamus bahasa melayu itulah maka raja ali haji sebagai pahlawan nasional. Melayu modern itu lahir di pulau penyengat. Bahasa melayu kuno berakhir sejak masuknya bahasa Arab. Bahasa Melayu modern akhirnya menjadi bahasa melayu di ASEAN sekarang ini.
Akhirnya, dengan adanya penetapan Kawasan Pulau penyengat sebagai cagar budaya peringkat Nasional membuat pemerintah daerah setempat segera merencanakan pelindungan, pemanfaatan, dan pengembangan Kawasan Cagar Budaya dengan membentuk Badan Pengelola yang melibatkan unsur pemerintah, pengusaha, pemilik, dan masyarakat.
Jangan sampai nanti negara tetangga akan diam-diam menargetkan Pulau Penyengat untuk mengambil dan meneliti mengenai sejarah bahasa melayu. Kemudian mengambil naskah-naskah melayu dari tempat itu. Karena indikasi sekarang bisa dilihat bahwa di Singapura sudah ada Nalanda Sriwijaya center. Padahal sebenarnya mereka tidak punya bukti-bukti kerajaan Sriwijaya. Jangan sampai akhirnya nanti mereka mengklaim bukti-bukti Sriwijaya tersebut. Tidak menutup kemungkinan mereka akan menargetkan Pulau Penyengat dan mengklaim Kebudayaan Melayu lahir di Negeri Malaysia dan Singapura. (Regina Giovani-Sub Direktorat Registrasi Nasional)
Baca juga:
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/rumah-tabib-di-pulau-penyengat/