Situs penghasil gerabah
Situs Buni mencakup daerah pesisir yang cukup luas di sekitar Jakarta, yang menghasilkan gerabah dengan bentuk dan pola hias yang lazim dikenal dengan tipe Sa-Huynh dan Kalanay di Asia Tenggara[1]. Temuan gerabah situs Buni antara lain berbentuk periuk, mangkok dan kendi. Gerabah itu dibuat dengan teknik hias tera (impression), gores, dipoles (slip) dengan warna merah, diupam hingga mengkilap (burnish) dan pola hias dengan menghilangkan/memotong bagian kaki gerabah tersebut, sehingga berlubang yang berbentuk segi tiga.
Dilihat dari aspek bentuk dan pola hias, temuan gerabah situs Buni memiliki kesamaan dengan gerabah di situs Plawangan, Gilimanuk, Sembiran, Leang Buidane[2]. Perlu dicatat bahwa di situs Buni yakni di Kobak Kendal dan Cibutak juga ditemukan gerabah India dengan pola hias rolet[3]. Gerabah India dengan pola hias rolet juga ditemukan di Sembiran dan Pacung di Bali utara. Keberadaan gerabah India dengan pola hias rolet dan kesamaan tipe gerabah di situs Buni dan Sembiran mengindikasikan bahwa kedua situs tersebut mungkin sezaman.
Kontak dengan dunia luar
Temuan arkeologis berupa gerabah India dengan pola hias rolet dan manik-manik di situs Buni mencerminkan adanya kontak atau interaksi antara masyarakat setempat dengan dunia luar khususnya India. Masyarakat atau penghuni situs tersebut kemungkinan telah terlibat dalam perdagangan regional maupun internasional. Kemudian berkembang menjadi penghuni pintu gerbang (gate way community) wilayah itu.
Dapat kiranya diasumsikan bahwa pendukung kebudayaan situs Buni merupakan cikal bakal dari masyarakat kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat. Kontak dengan budaya luar pada awal Tarikh Umum dapat dikatakan sebagai stimulus. Mengantarkan munculnya tatanan masyarakat yang lebih kompleks atau kerajaan Taruma dengan mengadopsi kerajaan India.
[1] (Sutayasa, 1972, Solheim, 1959, 1964)
[2] (Ardika, 1991:119)
[3] (Walker dan Santoso, 1977:228)
(Sumber: Sejarah Nasional Indonesia, Jilid II)
Baca juga: Aktivitas Kemaritiman Masa Kerajaan Sunda