Indonesia memiliki letak geografis yang strategis. Terletak di antara dua benua dan dua samudera menjadikan Indonesia sebagai tempat bertemunya budaya-budaya dunia. Tidak sekadar sebagai tempat pertemuan budaya tetapi wilayah Indonesia juga menjadi sentral dan bagian penting dalam perkembangan budaya dunia. Salah satu bukti yang menarik adalah Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Percandian Muarajambi yang terletak di Provinsi Jambi.
KCBN Percandian Muarajambi merupakan salah satu bukti nyata bahwa wilayah Indonesia merupakan bagian sentral dari perkembangan budaya dunia. Dalam buku Kerajaan-Kerajaan Nusantara: Sumatera terbitan Kemendikbud dijelaskan bahwa Kawasan Muarajambi adalah pusat pendidikan agama Buddha pada abad ke-10. Hal tersebut diperkuat dengan adanya berita India dan Cina mengenai pusat pendidikan agama Buddha di suwarnabhumi atau suwarnadwipa serta kunjungan sejumlah pendeta dari Cina yang belajar agama Buddha di Kawasan Muarajambi.
Tidak berhenti sampai disitu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agus Widiatmoko yang juga dikutip dalam buku Kerajaan-Kerajaan Nusantara: Sumatera, mengisahkan tokoh Dharmakirtti yang merupakan pendeta Buddha Agung di kawasan Percandian Muarajambi juga memberikan sumbangsih dalam mereformasi ajaran Mahayana di Tibet. Reformasi tersebut dibawa oleh Atisa Dipangkara dari Muarajambi ke Tibet, luar biasanya ajaran tersebut masih dilestarikan hingga saat ini.
Dengan nilai historis yang begitu dalam, KCBN Percandian Muarajambi merupakan salah satu kawasan cagar budaya yang penting bagi bangsa Indonesia. KCBN Percandian Muarajambi berdasarkan buku Candi Indonesia seri Sumatera, Kalimantan, Bali, Sumbawa terbitan Kemendikbud terdapat 82 buah sisa bangunan bata diantaranya masih ada yang belum dibuka dan dilakukan pemugaran. Jika dilihat pada pola candinya, ada beberapa yang mengelompok seperti Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Koto Mahligai, dan Candi Kedaton. Sebagian candi lainnya terpisah-pisah seperti Candi Astano.
KCBN Percandian Muarajambi memiliki banyak temuan dan juga masih menyimpan potensi arkeologis perlu didukung oleh upaya pelindungan yang menyeluruh. Upaya pemerintah untuk melindungi KCBN Percandian Muarajambi sudah berlangsung dari tahun ke tahun dan pada 2013 secara resmi Percandian Muarajambi ditetapkannya menjadi Kawasan Cagar Budaya Nasional dengan nomor 259/M/2013 yang luas kawasannya 3.981 Hektar. Dengan ditetapkannya KCBN Percandian Muarajambi maka pemerintah perlu menindaklanjutinya dengan melakukan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatannya.
Pada 2021, kegiatan pelindungan dilakukan oleh Direktorat Pelindungan Kebudayaan Kemendikbudridtek dengan melakukan kajian penataan lingkungan KCBN Percandian Muarajambi. Kajian dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa kawasan ini merupakan kawasan penting dan letaknya berdampingan dengan masyarakat. Dengan demikian perlu penataan lingkungan yang bertujuan untuk melestarian KCBN Percandian Muarajambi serta sebagai upaya harmonisasi cagar budaya dengan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada disekitarnya.
Kajian penataan lingkungan tersebut berfokus pada tiga kawasan candi, yaitu Kawasan Candi Gumpung, Kedaton, dan Koto Mahligai. Dalam melakukan kajian ini Direktorat Pelindungan Kebudayaan melibatkan para ahli dalam bidangnya, yaitu Prof. Cecep Eka Permana (arkeologi), Doni Fireza (arsitektur), Dede Tresna (antropologi), dan Lailatus Siami (teknik lingkungan). Untuk mendukung kajian penataan lingkungan tim telah melakukan pengumpulan data lapangan pada 21-26 Juni 2021. Kegiatan pengumpulan data lapangan dilakukan dengan melibatkan komunitas masyarakat di Kawasan Muarajambi.
Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan berbagai pendekatan. Ada pendekatan arkeologi dan arsitektur yang dilakukan oleh Prof. Cecep Eka Permana dan Doni Fireza berserta tim. Tim arkeologi dan arsitektur melakukan pengumpulan data kajian berupa delineasi, lansekap, dan potensi arkeologis di kawasan. Selanjutnya ada pendekatan antropologi yang dilakukan oleh Dede Tresna dan tim. Kajian antropologi dilakukan untuk mengetahui pandangan masyarakat mengenai KCBN Muarajambi serta melihat potensi Objek Pemajuan Kebudayaan yang hidup di masyarakat sekitar KCBN Percandian Muarajambi. Untuk mendukung kajian antropologi, dilakukan juga komunikasi dan koordinasi dengan dinas terkait yang membidangi kebudayaan.
Terakhir adalah pendekatan lingkungan yang dilakukan oleh Lailatus Siami dan tim. Dalam pendekatan lingkungan juga turut memperhatikan kondisi aliran air yang ada di KCBN Muarajambi. Untuk menunjang kajian lingkungan dilakukan pula komunikasi dan koordinasi dengan instansi terkait seperti balai besar wilayah sungai, dinas lingkungan hidup, dinas pekerjaan umum, serta dinas kesehatan. Untuk mendukung seluruh kajian dilibatkan tim pemetaan untuk menghasilkan peta-peta yang dibutuhkan oleh tim.
Setelah tim melakukan pengumpulan data lapangan tahap selanjutnya adalah pengolahan data. Hasil dari pengolahan data tesebut menjadi dokumen yang akan dipaparkan pada tahapan Focus Grup Discussion (FGD) yang dilakukan untuk menerima masukan, saran, dan kritik dari para stakeholder terkait KCBN Muarajambi. Harapannya kajian penataan lingkungan ini menjadi pedoman dalam pelindungan serta pengembangan dan pemanfaatan KCBN Muarajambi dalam rangka melestarikan cagar budaya dan menyejahterakan masyarakat.
Referensi:
Munandar, Agus Aris. dkk. 2019. Kerajaan-Kerajaan Nusantara dalam Sejarah: Sumatera. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sedyawati, Edy. dkk. 2014. Candi Indonesia Seri Sumatera, Kalimantan, Bali, Sumbawa. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.