Nawaksara dan Pelengkapnya Ditolak Sidang

0
4111

Kaleidoskop Presiden Republik Indonesia-Museum Kepresidenan “Balai Kirti”

Oleh karena keadaan dalam negeri tidak kunjung aman, terutama dengan adanya demonstrasi mahasiswa yang medesak dilaksanakannya TRITURA pada 10 Januari 1966. Presiden Sukarno pada 11 Maret 1966 menerbitkan SUPERSEMAR (Surat Perintah 11 Maret), yaitu perintah pengamanan Ibu Kota kepada Mayor Jenderal TNI Soeharto. Dalam kapasitasnya selaku pimpinan komando pengaman, Soeharto pada 12 Maret 1966 membubarkan Partai Komunis Indonesia, lalu melakukan penangkapan terhadap oknum-oknum yang dianggap terkait. Untuk ini pada pada 14 Februari 1966 diadakanlah sidang Mahkamah Militer Luar Biasa (MAHMILUB). Sebagai kelanjutannya diadakan penangkapan di seluruh Indonesia. Kepada kelompok tertentu diadakan usaha rehabilitasi seperti di Pulau Buru.

Pada 21 Juni 1966 sampai dengan 5 Juli 1966 diadakanlah Sidang Umum MPRS ke IV. Perlu diketahui, untuk memenuhi kebutuhan anggota MPRS lengkap pasca peristiwa G30S maka diadakan pengangkatan keanggotaan MPRS tanpa unsur PKI, dan sebagaimana PP Nomor 4 Tahun 1966 (tentang pemberhetian pegawai negeri sipil) bahwa sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dipilih oleh rakyat. Maka MPRS menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan UUD 1945 sampai MPR hasil Pemilihan Umum terbentuk. Pengangkatan baru pimpinan MPR adalah, Ketua, Dr. A.H. Nasution, Wakil Ketua Osa Maliki, Wakil Ketua H.M. Subchan Z.E., Wakil Ketua M. Siregar, Wakil Ketua Mashudi. Tap MPRS itu antara lain, Ketetapan MPRS Nomor XXIV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi terlarang di seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunis/Marxisme Leninisme. Dalam kesempatan sidang MPRS ke IV ini juga Presiden Soekarno membacakan pidatonya “Nawaksara” pertanggungjawaban sebagai Presiden dan mandataris MPRS. Akan tetapi pidato ini ditolak sidang, begitu juga dengan Pelengkap Nawaksara. Maka kemudian muncullah keputusan Pimpinan MPRS yang berkesimpulan bahwa Presiden Sukarno telah lalai dalam memenuhi kewajiban Konstitusional.

Tim Storyline Museum Kepresidenan “Balai Kirti” Bogor