Tulisan di Atas Kulit Kayu Dengan Kalam dan Mangsi

0
2684
Perahu Batak-Parau bersama penumpang
Perahu Batak-Parau bersama penumpang

Kitab kuna Batak yang ditulis pada kulit kayu

Etnis Batak adalah salah satu suku bangsa di Nusantara yang beruntung. Oleh karena tidak saja kaya akan peninggalan budaya materi maupun adat istiadat, namun juga diwarisi para leluhurnya dengan karya-karya tulis. Warisan leluhur mereka itu disebut dengan Pustaha Laklak, yaitu kitab-kitab kuna Batak yang ditulis pada kulit kayu. Pustaha merupakan adaptasi dari kata pustaka yang berasal dari bahasa Sanskerta. Kesamaan itu memunculkan pendapat yang dikemukakan KF Holle dan H Kern yang menyatakan bahwa aksara Batak berasal dari aksara Kawi. Teori lain dikemukakan oleh Engelbertus EW Schroder yang mencoba menghubungkan aksara Batak dengan aksara Phoenesia (coeniform). Melalui aksara Batak yang diwujudkan dalam pustaha laklak itu setidaknya telah membuktikan bahwa suku bangsa Batak tidak seterbelakang sebagaimana dahulu dibayangkan orang saat membicarakan sejarah Batak (wilayah dan masyarakatnya) di Indonesia.

Secara umum dapat disebutkan bahwa pustaha laklak adalah benda bersurat. Bentuknya seperti akordeon yang dituliskan di kulit kayu, bambu, dan tulang atau tanduk kerbau. Ini adalah manuskrip berisi tradisi masa lalu. Merefleksikan gambaran peradaban suku bangsa Batak yang mengandung nilai tradisional, sastra klasik dan lainnya. Manuskrip ini merupakan buku atau teks yang berisi tentang hal-hal yang bersifat rahasia. Umumnya berisi tentang ritual, simbol, mitos, pengobatan (haubatan), pertanggalan hari baik dan hari tidak baik (parhalaan), porsili, dan dibuat oleh seorang dukun (datu).

Menulis di atas kulit kayu yang dilipat

Terkait dengan media penulisan, pertulisan pada bambu, tulang dan tanduk kerbau biasanya hanya membicarakan hal-hal khusus dengan kalimat singkat. Adapun sebagai sarana penyimpan pengetahuan akan ilmu-ilmu yang dimilikinya, para datu menggunakan media berupa kulit kayu yang dilipat-lipat. Media ini dapat memuat lebih banyak pertulisan.

Proses pembuatan pustaha laklak dimulai dari pencarian bahan baku laklak (media yang ditulisi). Bahan baktu itu terbuat dari kulit kayu alim/gaharu (Aquilaria) atau kulit kayu pohon terep, sejenis pohon sukun (Artocarpus altilis) yang masuk dalam famili/suku Moraceae). Kemudian kulit kayu dikupas dari pokoknya sehingga menghasilkan kupasan—kulit dalam yang telah dipisahkan dari kulit luar yang kering—yang dapat mencapai panjang 7 meter dengan lebar sekitar 60 cm. Ukuran ini tergantung pada besar/diameter pohon. Selanjutnya permukaan kulit kayu yang masih kasar itu dihaluskan menggunakan sebilah pisau. Setelah dihaluskan, maka kulit kayu itu diketam menggunakan parang. Kemudian digosok dengan jenis daun yang kasar agar permukaan kulit kayu tadi menjadi lebih halus. Laklak yang sudah bersih dan halus itu dilipat menyerupai akordeon, dan dipukul-pukul dengan palu kayu dan sisi-sisinya dipotong dengan pisau agar menjadi lebih lurus dan rapi. Laklak yang sudah kering siap ditulisi.

Kalam dan mangsi

Alat untuk menuliskan aksara atau mengguratkan gambar pada laklak berupa kalam, pena berbahan lidi pohon enau (Arenga pinnata). Tinta yang disebut mangsi dibuat dari campuran jelaga, air kulit jeruk, dan air tebu merah. Tinta juga dibuat dari cairan lelehan hasil bakaran ranting pohon jeruk. Mangsi menghasilkan warna-warna hitam, merah, dan kadang-kadang warna coklat. Selanjutnya untuk memudahkan penulisan, membawa dan menyimpan maka pada kedua ujung laklak yang telah ditulisi tadi—yakni pada bagian yang kelak menjadi lembar halaman pembuka dan lembar halaman penutup naskah—diberi sampul. Sampul bagian depan biasanya berhiaskan gambar cecak (boraspati).

Saat ini objek dimaksud masih tersimpan di beberapa keluarga Batak, dan dianggap sebagai benda warisan yang dipelihara secara turun temurun. Di kota Medan masih dapat dijumpai sebagai koleksi Museum Negeri Sumatera Utara. Pustaha laklak juga masih dijumpai sebagai koleksi beberapa museum lain, baik di Indonesia maupun di luar negeri seperti Belanda dan Jerman.

Dalam kesempatan kali ini akan disampaikan beberapa hal yang dapat diketahui dari pustaha laklak terkait beberapa kata yang mendeskripsikan tentang kemaritiman, dan dunia perairan lainnya seperti kata parau, ihan, dengke , dewi air (boru saniang naga) dan bahan perahu.

Selengkapnya baca di sini