Kabinet Ali: Dibentuk, Jatuh, Lalu Dibentuk Lagi

0
16047

Kaleidoskop Presiden Republik Indonesia-Museum Kepresidenan “Balai Kirti”

Pada 1953 dimaksudkan untuk mempercepat dilaksanakannya pemilihan umum sebagai amanat kemerdekaan. Undang-undang pemilu ditetapkan pada April 1953. Kabinet keempat yaitu kabinet Ali Sastroamidjojo I (30 Juli 1953-12 Agustus 1955) dibentuk. Sukarno tampak puas setelah penunjukan ini. Masyumi tidak dimasukkan ke dalam kabinet, sedangkan condongnya pengaruh politik untuk melibatkan PKI dalam pemerintahan mulai tampak. Dalam kongresnya yang ke-5 pada Maret 1954, PKI tidak perlu menunjukkan diri pernah melakukan kesalahannya pada 1948, bahkan tanpa pertimbangan lagi untuk memancang gambar Muso dalam perhelatan besarnya itu. Sukarno menyampaikan amanatnya secara tertulis.

Akhirnya kabinet Ali jatuh lagi. Sebagai gantinya Wakil Presiden Hatta menunjuk Burhanuddin Harahap (sering disingkat sebagai BH) dari Masyumi sebagai Perdana Menteri (12 Agustus 1955-24 Maret 1956). Kejadian ini baru kali pertama di Indonesia. Formatir kabinet ditunjuk oleh Wakil Presiden. Saat kabinet ini berkuasa, diadakan pemilu untuk DPR pada 29 September 1955 dan Konstituante pada 15 Desember 1955. Hasil pemilu legislatif PNI mendapat hanya sedikit di atas 22% dan menduduki tempat teratas. Tidak diduga Masyumi hanya mendapatkan 20% suara, NU 18% dan di luar dugaan PKI meraih 16% dari jumlah suara pemilih. Mereka muncul sebagai “empat besar” yang semua-meliputi 78% jumlah suara.

Setelah kabinet BH Jatuh, mulai 24 Maret 1956-14 Maret 1957 kabinet Ali (II) kembali terbentuk. Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI, Masyumi, dan NU. Program pokok kabinet ini adalah Pembatalan KMB (Konferensi Meja Bundar) pada 3 Mei 1956. Kemudian memperbaiki masalah ekonomi, dan penumpasan PRRI/Permesta. Perjuangan mengembalikan Irian Barat dan Pemulihan keamanan-ketertiban serta Melaksanakan Konferensi Asia Afrika (AA). Bagi Sukarno, konperensi AA adalah peristiwa yang luar biasa pentingnya. Konferensi itu telah membuka kesempatan sebagai pemersatu berbagai pemimpin bangsa negara baru pasca perang dunia II. Akhirnya sejumlah besar negara Asia Afrika berkumpul di Bandung pada 18 April 1955. Sukarno, Nehru dan Chou En Lai menjadi pusat perhatian, sedangkan tokoh-tokoh seperti Nasser, U Nu, Norodom Sihanouk dan Mohammad Ali dari Pakistan pun tidak ketinggalan merebut simpati orang.

Tim Storyline Museum Kepresidenan “Balai Kirti” Bogor