Saksi peristiwa kemanusiaan
Gereja Cua Ky Vien atau Nha To Duc Me Vo Nhiem yang berdinding papan dan becat putih menjadi saksi atas peristiwa kemanusiaan yang terjadi berpuluh tahun silam. Meskipun sederhana, kondisi gereja saat ini cukup terawat. Atapnya berbentuk pelana berbahan seng dan berlantai semen. Di bagian depan terdapat pintu yang menyatu dengan menara. Di atas pintu ini terdapat patung Bunda Maria, dan satu logo berbentuk bulat dengan tulisan melingkar di bagian luarnya “Nu Vuong Vo Nhiem Nguyen Toi GL II”. Di sisi kiri dan kanan menara terdapat ventilasi dengan kisi-kisi horizontal.
Bagian bawah tubuh gereja dibuat dari susunan batako yang disusun miring dan renggang, sehingga dapat berfungsi sebagai ventilasi. Di atasnya susunan batako, di sebelah kiri dan kanan menara terdapat jendela sederhana. Tiga jendela di kiri dan dua jendela di kanan. Di sebelah kanan gereja ada sastu patung Bunda Maria, dan monumen kapal pengungsi Vietnam. Di dekatnya terdapat tugu batu bertuliskan Danc Len Me, Pray For Us.
Gereja yang berdenah empat persegi panjang ini ditopang dengan 12 tiang kayu. Enam di bagian kiri dan enam di bagian kanan. Interior ruang sangat sederhana tanpa hadirnya plafon, menampakan bentuk atap dengan struktur rangka kayu yang sederhana bercat putih. Di bagian dinding yang terbuat dari susunan kayu terdapat jendela sederhana. Dengan ventilasi di atasnya yang memanjang dari depan hingga ke belakang. Kombinasi jendela dan ventilasi seperti ini cukup memberikan cahaya dan udara yang segar ke dalam ruang gereja.
Gereja Tua Camp Vietnam berada di Pulau Galang. Sekitar 50 kilometer dari Pusat Kota Batam, ditempuh lebih kurang 1.5 jam dengan melewati lima jembatan. Jembatan-jembatan itu menghubungkan enam pulau, tiga di antaranya adalah pulau besar, yaitu Batam, Rempang dan Galang. Jembatan yang terpanjang dan termegah adalah Jembatan Barelang. Jembatan ini kini menjadi salah satu ikon dari Pulau Batam.
Ratusan ribu warga Vietnam terselamatkan
Dahulu, sekitar 1979 tempat ini merupakan tempat pengungsi Vietnam. Ratusan ribu warga Vietnam terombang ambing di laut Cina Selatan untuk menyelamatkan diri dari kejamnya perang saudara. Kapal-kapal kayu yang berukuran tidak terlalu besar itu mengangkut 40 hingga 100 orang. Beberapa di antaranya terdampar di Kepulauan Riau.
Peristiwa ini menuntut Komisi Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) untuk memberikan perhatian khusus, dan memberikan amanat kepada beberapa negera, di antaranya Indonesia, Malaysia dan Philippina, untuk memberikan tempat bagi pengungsi. Oleh karena sebagian besar pengungsi sudah terdampar di Pulau Galang, maka dipilihlah pulau ini sebagai tempat pengungsian mereka. Untuk itu, pemerintah Indonesia membangun barak-barak, rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, dan pos keamanan di lahan seluas 80 hektare.
Kembali pulang
Sekitar 250.000 pengungsi menetap di Pulau Galang hingga 1996 hingga Pemerintah Indonesia memulangkan mereka. Sebagian lagi mendapatkan suaka di beberapa negara. Namun ada juga yang menolak untuk kembali ke negaranya. Sekitar lima ribu pengungsi ini dipulangkan ke negaranya karena tidak lolos tes untuk mendapatkan kewarganegaraan baru. Kemudaian mereka melakukan protes atas kebijakan ini dengan membakar dan menenggelamkan perahu. Oleh Pemerintah Otorita Batam, sebagian dari perahu-perahu itu dapat diselamatkan untuk dipamerkan sebagai pengingat suatu peristiwa kemanusiaan yang pernah terjadi di Pulau ini.
Baca juga: Gereja Bethel Tanjungpinang Cagar Budaya di Kota Gurindam