Gerbong Maut Saksi Perjuangan Rakyat Bondowoso

0
2799
Gerbong Maut Koleksi Museum Brawijaya.
Gerbong Maut Koleksi Museum Brawijaya.

Mempertahankan Kemerdekaan RI

Gerbong maut itu terpajang di bagian tengah Museum Brawijaya Malang. Gerbong kereta api tua berwarna abu-abu itu ditempatkan dalam cungkup sederhana beratap seng, berpilar besi, dan dikelilingi pagar besi. Gerbong dengan empat roda ini mempunyai panjang 5,27 meter, lebar 2,82 meter, dan tinggi 3,34 meter. Di bagian tengah roda, tertulis SS 1920, berarti milik perusahaan kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda (Staats Spoorwegen) yang dibuat pada 1920.

Di badan gerbong, tepatnya di bagian yang mirip pintu terdapat tulisan GR 10152. Terdapat pula lingkaran berwarna hitam di beberapa bagian gerbong. Kode GR merupakan kode yang digunakan untuk gerbong kereta barang yang mempunyai pintu yang dapat ditutup.

Setelah berhasil menduduki Bondowoso pada Februari 1947, Bagian Keamanan Marinir Belanda atau VDMB (de Veiligheidsdienst van de Mariniers Brigade) mulai melakukan pemindahan tawanan. Sebagian besar dari tawanan itu adalah pejuang dari Bondowoso. Banyaknya pejuang yang ditangkap membuat kapasitas penjara yang ada di Bondowoso melebihi kapasitas. Oleh karena itu, sejumlah tahanan dipindahkan ke Penjara Bubutan di Surabaya.

Pemindahan tahanan mulai dilakukan pada November 1947. Dalam buku Monumen Perjuangan Jawa Timur (1986) diceritakan bahwa para tahanan itu dipindahkan menggunakan kereta api. Sebanyak 200 tahanan berhasil dipindahkan. Mereka dipindahkan dalam dua tahap dengan kereta api penumpang. Pemindahan tahanan tahap ketiga dilakukan menggunakan kereta api barang. Mereka berjejalan di dalam tiga gerbong berkode GR 5769, GR 4416, dan GR 10152.

Tulisan SS dan tahun 1920 yang berada di bagian roda.
Tulisan SS dan tahun 1920 yang berada di bagian roda.

Tersiksa dalam gerbong berujung maut di tujuan

Pemindahan tahap tiga dilakukan pada 23 November 1947 dini hari. Tentara Belanda telah menyiapkan tiga gerbong di Stasiun Bondowoso untuk mengangkut para tahanan. Gerbong pertama dengan kode GR 5769 berisi 32 tahanan. Gerbong kedua dengan kode GR 4416 berisi 30 tahanan. Gerbong ketiga dengan kode GR 10152 berisi 30 tahanan. Mereka terdiri atas 20 orang rakyat biasa, 38 laskar rakyat, 30 orang anggota Tentara Republik Indonesia (TRI), dan 20 orang anggota polisi. Tepat pukul 05.00 pagi seluruh tahanan sudah memasuki gerbong. Akan tetapi kereta baru diberangkatkan pada pukul 07.30.

Perjalanan menuju Stasiun Wonokromo Surabaya melewati rute Jember–Probolinggo–Jatiroto. Perjalanan ini memakan waktu sekitar 13 jam. Selama perjalanan para tahanan yang berhimpitan di dalam gerbong tidak diberi makan atau pun minum. Setibanya di Stasiun Jember, kereta api berhenti selama tiga jam. Selama itu pula kereta api terjemur terik matahari. Siksaan yang tak manusiawi ini mengakibatkan penderitaan luar biasa bagi para tahanan itu. Akhirnya, sesampainya di Surabaya, 46 tahanan tak dapat lagi bertahan. Mereka meninggal dunia dalam penderitaan.

Kini gerbong maut ini telah berstatus Cagar Budaya melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/107/KPTS/013/2015. Mengingat pentingnya gerbong ini bagi perjalanan sejarah Bangsa Indonesia, Tim Ahli Cagar Budaya Nasional menetapkan gerbong ini sebagai Benda Cagar Budaya Peringkat Nasional dalam sidang kajian di Banyuwangi pada 2018 ini. (Omar Mohtar-Sub Direktorat Registrasi Nasional)