Delineasi Situs Liyangan

0
2926

Delineasi merupakan suatu bentuk kegiatan yang dilakukan dalam rangka menentukan batas-batas areal/wilayah situs untuk kepentingan tertentu yang terdapat dalam suatu kawasan tertentu, termasuk pula dalam konteks delineasi pelindungan Cagar Budaya. Batas-batas ditentukan berdasarkan tema tertentu untuk melokalisir areal yang dibutuhkan untuk menyatakan eksistensi kepentingan tersebut. Pertimbangannya adalah dukungan keruangan untuk tema kepentingan dan dikaitkan dengan kepentingan lain di kawasan tersebut. Dengan demikian dapat terbentuk tata keruangan yang mengakomodir berbagai kepentingan yang tidak saling tumpang tindih, tapi justru saling mendukung.

Terkait dengan hal tersebut, delineasi untuk Situs Liyangan di Kabupaten Temanggung merujuk pada adanya kepentingan untuk melokalisir temuan yang ditemukan di Situs Liyangan, baik yang ditemukan dipermukaan maupun data yang diperoleh dari hasil ekskavasi beserta ruang-ruang yang dibutuhkan dalam rangka pelestariannya. Meliputi seluruh situs/kawasan yang berada di dalam area Situs Liyangan berada beserta lingkungan yang dibutuhkan bagi pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatannya. Demikian pula area ini harus menyediakan ruang bagi kegiatan rutin masyarakat yang tidak bertentangan dengan kepentingan pelestarian kawasan. Dengan demikian kawasan yang dilokalisir tidak menjadi kawasan tertutup bagi aktivitas yang lain, namun karakter yang ditampilkan masih memperlihatkan citra sebagai situs yang akan ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

Tujuan utama delineasi yakni untuk menyatakan kawasan sebagai satu kesatuan geografis yang penting bagi satu masa perkembangan peradaban manusia masa lampau dalam hal sisa tinggalan arkeologis masa Mataram Kuno abad ke-8–10 M. Maka delineasi membatasi ruang secara luas yang pernah dimanfaatkan manusia di masa lampau untuk memanfaatkan sumberdaya lingkungannya untuk menunjang kehidupan komunitasnya. Dari penelitian di kawasan ini, baik yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta, Penelitian Pusat Arkeologi Nasional, maupun peneliti luar, menyatakan sebagai ruang okupasi sekelompok manusia yang mendiami Situs Liyangan pra Hindu dan masa Hindu yang diduga dimulai pada abad ke-8–10 m. Hal ini juga berdasarkan tinggalan arkeologi berupa keramik Cina dari masa Dinasti Tang, hasil uji radio karbon sampel arang dan bekas padi yang terbakar, dengan pertanggalan abad ke-6–10 Masehi. Bahkan daerah-daerah ketinggian bukit masih memungkinkan dimanfaatkan sebagai areal jelajah manusia masa itu. Idealnya seluruh kawasan yang meliputi perbukitan, lereng, lembah sampai kepada area pinggir sungai tercakup dalam situs/kawasan tinggalan Mataram kuno yang dilokalisir sebagai satuan geografi lingkungan pra Hindu–Hindu.

Penarikan garis-garis batas dalam rangka delineasi tidak memungkinkan untuk mengikuti batas-batas areal okupasi masyarakat pendukung kebudayaan mataram kuno, khususnya di Situs Liyangan tersebut. Oleh karena di areal tersebut terdapat kepentingan lain yang tidak bisa diabaikan. Terutama pemukiman, serta okupasi pertanian dan pencaharian lainnya bagi masyarakat masa kini. Kebijakan pemerintah tentang tata ruang dan peruntukan untuk bidang lain, misalnya pertambangan, pengembangan pertanian, peternakan, perikanan, pariwisata, areal konservasi, dan lainnya turut pula menentukan penempatan garis batas.

Meskipun begitu, tidak semua lahan yang telah ditetapkan peruntukannya bertentangan dengan kepentingan delineasi Kawasan/Situs Liyangan Kabupaten Temanggung. Kecuali pertambangan, pengembangan pertanian, peternakan, dan perikanan, peruntukan bagi konservasi lingkungan (hutan, fauna, dan vegetasi) dianggap cukup sejalan dengan kepentingan pelestarian Situs Liyangan. Sistem pertanian yang masih mengedepankan pengolahan lahan secara terbatas masih dapat ditolerir dalam menunjang eksistensi kawasan/situs, sebab kegiatan tidak mengubah bentuk lansekap secara permanen. Sementara pengembangan untuk kawasan pariwisata dengan sistem penguatan potensi alam dan meminimalisir rekayasa lansekap juga masih dapat dipahami keberadaannya.

Berdasarkan hal tersebut, maka penentuan garis batas difokuskan pada kesatuan geografis yang memperlihatkan lingkungan Situs Liyangan secara utuh dan meminimalisir ruang-ruang pemisah. Ruang-ruang pemisah yang dimaksud adalah ruang-ruang yang tidak diatur dalam zonasi Situs Liyangan, namun secara geografis memperlihatkan keterhubungan keruangan dan tidak terdapat kepentingan lain yang bertentangan dengan kepentingan pelestarian di dalamnya. Penarikan garis batas tersebut dapat mengikuti tanda-tanda atau atribut geografis, dapat berupa bukit, lereng, tata guna lahan, sungai, drainase, jalan, pagar (talud), dan lainnya.

Batas Situs dan Aspek Keruangannya

Situs Liyangan menempati dua desa, yaitu Desa Purbosari dan Desa Tegalrejo di Kecamatan Temanggung Provinsi Jawa Tengah. Berada di lereng sebelah timur laut Gunung Sindoro Secara astronomis Situs Liyangan terletak antara 7º15’04.566” LS–7º15’09.137” LS dan 110º01’35.151” BT–110º01’40.606” BT dengan ketinggian ±140 m–1200 mdpl. Selain Situs Liyangan terdapat pula lokasi ditemukan balok-balok batu padas yang ditemukan di Desa Campur Sari yang saat ini digunakan sebagai pagar pembatas dari Makam Pangeran Gagak Bening atau Kiyai Kramat diduga sebagai batu penyusun Candi (dsb) di sisi barat laut Situs Liyangan.  Situs tersebut berdiri di atas erupsi Gunung Sindoro dan kemudian tertimbun pula oleh adanya akvitas vulkanik dari Gunung Sindoro, situs ini dibelah oleh Sungai Langit, yang  juga merupakan batas Desa Purbosari dan Desa Tegalrejo. Kemudian di sebelah barat mengalir Sungai Progo dan di sebelah timur mengalir Sungai Deres kemudian Sungai/Kali tengah berada di barat situs yang bermuara ke Sungai/Kali Langit.

Situs Liyangan merupakan perpaduan antara tinggalan arkeologi dengan lansekap alam. Penempatan sebagian besar tinggalan yang ada tetap mempertimbangan topografi lahan selain itu orientasi atau kosmologi yang menjadi acuan adalah Gunung Sindoro. Gunung Sindoro yang berada di sisi barat daya Situs Liyangan, merupakan arah aliran banjir lahar dingin yang mengalir ke arah timur laut, yang menciptakan aliran sungai baru, yaitu Sungai/Kali Langit. Singkapan aliran sungai purba berada di sisi timur berjarak sekitar ±200 meter dari Candi di dalam Situs Liyangan yang tersingkap akibat adanya penambangan pasir.

Kecenderungan morfologi pada situs bergelombang sedang sampai lemah. Hal ini tergambar dari ketinggian atau posisi keletakan temuan. Sebaran di sisi barat situs dengan sebaran tinggalan talud batu balok, sebaran yoni, lokus penemuan arca, umpak batu, balok batu Candi, sebaran fragmen keramik dan fragmen tembikar berada pada posisi paling tinggi di antara temuan yang lainnya, yaitu di ketinggian 1.200 m dpl, yang merupakan area pertanian pada masa mataram kuno sesuai dengan hasil interpretasi awal dari penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta.

Konsentrasi temuan di sisi timur Sungai/Kali Langit yang merupakan pusat dari Situs Liyangan, atau bagian terpenting dari situs ini, dibagi ke dalam empat halaman, yang merupakan area sakral untuk kegiatan peribadatan. Hal ini didukung adanya 2 Candi, 1 Candi petirtaan, altar, 7 batur, tangga balok batu, pagar dalam orientasi barat daya-timur laut. Searah dengan jalan kuno dari susunan boulder batu, talud batu boulder dengan talud batu balok. Selain itu, ditemukan juga arang bambu dan kayu, frgamen rangka manusia, fragmen keramik dinasti tang, dll. Area tersebut berada pada ketinggian 1.150 m.dpl (diukur dari Candi 1).

Berikutnya temuan batu balok pagar dan temuan temuan jalan batu boulder yang berada di area permukiman penduduk Dusun Liyangan Desa Purbosari di sisi timur laut Situs Liyangan berada pada ketinggian 1.125 m.dpl. Selanjutnya hasil dari survei tim delineasi menemukan temuan jalan boulder di Dusun Liyangan berjarak ± 580 m dari situs ke arah timur laut berada pada ketinggian 1.063 mdpl.

Dari hasil uraian tersebut di atas membuktikan bahwa arah keletakan temuan searah dengan potensi bencana meliputi gempa vulkanik yang menghasilkan aliran piroklastik, awan panas, lahar dingin, lahar panas, dan aliran lava yang kemudian menimbun permukiman kuno Liyangan.

Kawasan peruntukan lain

Area Situs Liyangan merupakan lahan perkebunan tembakau yang kemudian pada 2008, ditambang oleh masyarakat sekitar. Pada sisi timur laut situs merupakan area padat dengan pemukiman penduduk, sedangkan sisi selatan berupa area perkebunan tembakau dan area hutan lindung. Selanjutnya pada sisi barat merupakan area perkebunan rakyat sedangkan pada sisi utara merupakan lahan dengan beberapa penggunaan lahan antara lain permukiman penduduk Desa Tegalrejo dan Desa Campur Sari, perkebunan dan area sumber air yang menyuplai beberapa desa di sekitarnya.

Dasar Penentuan garis batas Delineasi Situs Liyangan

Secara umum batas-batas ruangnya (zona) mengacu pada:

  • Batas budaya;
  • Batas situs dan sebaran temuan;
  • Faktor Keterancaman;
  • Batas alam/geografis;
  • Batas administrasi;
  • Batas pemilikan/penguasaan ruang;
  • Batas tataruang yang telah ditetapkan; dan
  • Batas yang ditetapkan berdasarkan keperluan. (Albert&Tim)