Gambar cadas di Papua dan Papua Barat
Gambar cadas di Papua dan Papua Barat tersebar, baik di daerah pesisir maupun pedalaman, termasuk di dataran tinggi. Tulisan-tulisan awal mengenai gambar cadas di wilayah ini dibuat oleh para pelayar, pedagang, pejabat atau pegawai pemerintah Belanda, maupun penjelajah-penjelajah asing yang melintasi atau singgah di daerah-daerah yang mengandung gambar cadas tersebut.
Catatan yang mereka buat antara lain memuat keterangan mengenai keberadaan gambar cadas dan spekulasi mengenai maknanya yang seringkali tidak bersifat ilmiah. Baru belakangan ahli arkeologi atau antropologi mencatatnya dengan lebih akurat dan terarah.
Daerah Pesisir Papua Barat
Perairan di bagian barat Papua dan Papua Barat sudah sejak lama menjadi jalur pelayaran orang-orang Eropa dari wilayah barat Indonesia menuju ke Australia atau Papua New Guinea dan selanjutnya ke Pasifik. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila gambar cadas yang paling awal di wilayah Indonesia dilaporkan dari daerah-daerah di pantai barat Papua Barat maupun di Kepulauan Kei yang juga dilewati oleh kapal-kapal Eropa tersebut.
Gambar cadas di wilayah ini umumnya terdapat pada tebing-tebing karang berwarna putih yang menjulang tegak di atas permukaan air laut. Tebing karang yang banyak dihiasi dengan gambar-gambar berwarna merah ini sangat mencolok mata dan mudah dilihat oleh penumpang kapal-kapal yang melewati wilayah ini.
Laporan peneliti
Salah satu berita paling awal mengenai keberadaan gambar cadas ini dilaporkan oleh Johannes Keyts, seorang pedagang yang melakukan perjalanan dari Banda ke Pantai New Guinea (sekarang Papua Barat) pada 1678 (Tichelman & Gruyter 1944:11). Catatan Keyts ini kemudian dikutip oleh Arthur Winchmann dalam Nova Guinea pada 1909. Disebutkan bahwa di tepi Teluk Speelman, di selatan Fakfak, Keyts melihat satu ceruk berisi tengkorak-tengkorak dan benda-benda seperti patung kayu dan perisai, dan pada dindingnya terdapat berbagai tanda berwarna merah (Galis 1964:260).
Teluk MacCluer
Di Teluk MacCluer (sekarang Teluk Berau), di utara Fakfak, pada tebing-tebing gamping putih di tepi laut, banyak ditemukan gambar cadas yang tampak jelas dari perahu yang melewati wilayah ini. Tidaklah mengherankan bila banyak laporan dituliskan mengenai keberadaan gambar cadas ini. Th. B. Leon misalnya, yang merupakan seorang pedagang dari Buitenzorg (sekarang Bogor), melaporkan keberadaan gambar cadas pada pulau-pulau kecil di tepi selatan Teluk MacCluer dalam perjalanannya di atas kapal Egeron pada 1878 (Tichelman & Gruyter 1944:12-13). Ia antara lain mengemukakan bahwa pada tebing-tebing yang menjulang tinggi di atas permukaan laut tersebut ditemukan gambar cap tangan dan bentuk-bentuk lain yang menurut penduduk setempat dibuat oleh kasuak (setan).
Laporan D.F. van Braam Morris
Seorang residen bernama D.F. van Braam Morris, juga melaporkan bahwa ia melihat berbagai macam gambar pada dinding karang di sebuah pulau kecil di sebelah timur Pulau Arguni, di daerah Teluk MacCluer, tidak jauh dari pantai (Tichelman & Gruyter 1944:13–14). Moris menyebutkan pada lantai ceruk banyak diterakan cap tangan, dan ditemukan perahu-perahu kecil berukuran 90 cm atau lebih kecil.
Moris yang dalam perjalanannya ditemani oleh raja-raja dari Rumbati dan Pattipi memperoleh keterangan bahwa Suku Papua Pegunungan meletakkan sisa-sisa jenazah yang telah mengering dalam perahu kecil di ceruk ini. Tampaknya meskipun wilayah ini telah mendapat pengaruh islam sejak awal abad ke-19, tradisi penguburan dalam perahu masih terus berlanjut (Tichelman dan Gruyter 1944:14)
F.S.A. De Clercq: ada 6 pulau
F.S.A. De Clercq mengungkapkan bahwa pada sekurang-kurangnya enam pulau di Teluk MacCluer, pada tebing-tebing yang tingginya tiga sampai empat meter dari permukaan air, terdapat berbagai gambar cap tangan yang kebanyakan terdiri atas tangan kiri dan bentuk-bentuk lain yang berwarna merah yang berasal dari ludah sirih (Tichelman & Gruyter 1944:14). De Clercq menganggap gambar cadas tersebut sebagai hiasan kuburan, mengingat pada saat kedatangannya ceruk-ceruk tersebut digunakan sebagai tempat menaruh jenazah dan bekal kuburnya. Ia juga menyebutkan bahwa gejala yang serupa ditemukan pula pada ceruk-ceruk di pulau-pulau lain di sepanjang pantai ke arah timur, ke Darembang.
A.G. Ellis: ada gambar cadas di dekat Desa Bedewaana
Masih di daerah Teluk MacCluer, pada 1887 A.G. Ellis, komandan kapal uap Java melaporkan keberadaan gambar cadas yang terdapat di dekat Desa Bedewaana yang sudah ditinggalkan, pada dinding karang di satu pulau kecil yang berhadapan dengan Pulau Arguni. Ia melampirkan dalam laporannya gambar-gambar cadas tersebut (Tichelman & Gruyter 1944:14–15). Ia juga menyebutkan bahwa tidak jauh dari Desa Bedewaana, di Desa Torin dan Darembang terdapat bentuk-bentuk gambar cadas serupa.
Publikasi pertama
Sejauh ini, tulisan-tulisan mengenai gambar cadas pada tebing karang di Pantai Papua Barat, terutama di Teluk MacCLuer, umumnya tidak bersifat ilmiah. J. Röder merupakan orang pertama yang mempublikasikan berbagai laporan dan penafsiran mengenai gambar cadas di wilayah ini yang sifatnya lebih ilmiah.
Röder merupakan anggota dari Ekspedisi Leo Frobenius yang sebelumnya meneliti di Pulau Seram. Ekspedisi pada 1937 ini mengadakan penelitian di sekitar Teluk Berau,. Niggemeyer, pimpinan ekspedisi, mengadakan penelitian etnologi di pedalaman Tanjung Onin (Kapaur), sedangkan Röder beserta pelukis ekspedisi, A. Hahn, meneliti gambar cadas dan peninggalan prasejarah lainnya di pulau-pulau kecil di Teluk Berau, antara Kokas dan Goras.
Röder menerbitkan sejumlah artikel mengenai penelitiannya di daerah Teluk Berau. Tulisannya ini umumnya berbahasa Jerman. Namun demikian, bukunya yang luar biasa baru terbit pada 1959. Tertundanya penerbitan bukunya ini disebabkan oleh pecahnya Perang Dunia II yang antara lain mengakibatkan sebagian data dan gambar-gambar mengenai gambar cadas di Teluk Berau musnah dalam kebakaran di Institut Frobenius.
Röder membicarakan bentuk-bentuk yang digambarkan serta membahas asal-usul, makna dan fungsi gambar cadas ini dengan menggunakan cerita rakyat dan membandingkannya dengan simbol atau lambang-lambang lain yang dikenal masyarakat di daerah sekitar tempat gambar cadas tersebut ditemukan atau dari daerah lain. Tulisan-tulisannya dilengkapi dengan gambar-gambar dan foto yang dibuat oleh A. Hahn. Röder juga membicarakan panjang lebar mengenai pembagian gaya gambar cadas yang ada di Teluk MacCluer.
Tulisan-tulisan Röder, terutama bukunya yang luar biasa itu selalu dikutip oleh para peneliti yang membicarakan mengenai gambar cadas di wilayah Papua Barat dan sekitarnya. Di antaranya G. L. Tichelman (1939; 1940; 1944), C. Holt (1967), L. Berger-Kirchner (1970), J. Specht (1979), H. Kusch (1986), C. Ballard (1988, 1992), A. Rosenfeld (1988), dan T. Schneebaum (1994).
Penelusuran kembali peta Röder
Wilayah Teluk Berau baru disinggung kembali 57 tahun setelah penelitian Röder (Arifin 1996; Arifin & Delanghe 2004). Peta yang dibuat oleh Röder ditelusuri untuk menemukan kembali situs-situs gambar cadas yang dicatat oleh Röder. Ternyata tidak semua situs yang dideskripsikan oleh Röder masih dapat ditemukan kembali atau malah ditemukan di tempat yang berbeda. Beberapa di antaranya namanya tidak lagi dikenali oleh penduduk setempat atau dikenal dengan nama lain. Hanya 30 dari 40 situs yang dicatat Röder ditemukan kembali. Sementara itu, ditemukan 16 situs baru yang letaknya tidak berjauhan dari situs-situs-situs yang disebutkan oleh Röder.
Jauh setelah penerbitan buku Röder yang memuat informasi yang dilengkapi dengan gambar dan foto-foto dari daerah Teluk Berau, diterbitkan satu buku yang juga menampilkan gambar cadas dari wilayah Papua yang dilengkapi dengan banyak foto. Tulisan K. Arifin dan P. Delanghe yang berjudul Rock Art in West Papua (2004) ini berisi uraian gambar cadas dari empat wilayah di Papua Barat, yaitu di Teluk Berau, Teluk Bitsyari, Teluk Triton dan Lembah Baliem, ditambah dengan gambar cadas yang terdapat di Timor Leste. Dalam buku ini dikemukakan adanya kesamaan antara gambar cadas yang ada di Teluk Berau dan Teluk Bitsyari dengan yang ada di Timor Leste dan Australia Utara.
Puslit dan Balar meneliti
Pada 1995 Pusat Penelitian Arkeologi Nasional bekerjasama dengan Balai Arkeologi Jayapura melakukan penelitian awal di wilayah Kecamatan Kokas, Teluk Berau. Dalam penelitian tersebut diamati sembilan situs gambar cadas, namun laporan penelitian ini tidak diterbitkan (Awe 2000:3). Penelitian dilanjutkan pada 1996 dengan memusatkan pada gua-gua di pantai selatan Teluk Berau, yaitu Gua Sosoraweru I dan II di Desa Furir, Gua Sabiberau di Desa Andamata dan Gua Endreramo di Desa Arguni yang mengandung temuan arkeologi.
Meskipun penelitian ini tidak berkenaan dengan gambar cadas, namun dalam laporan penelitian tersebut dilampirkan tiga foto gambar cadas dan legenda setempat berkenaan dengan gambar cadas tersebut (Awe 2000:12-3). Foto pertama diberi keterangan bernama Situs Andamata Lama yang memperlihatkan satu stalaktit besar menonjol pada tebing. Awe menyebutkan stalaktit yang menyerupai ular tersebut adalah manusia yang dikutuk akibat mencoba menghapus gambar pada dinding cadas milik marga lain (Awe 2000:12). Dalam buku Arifin dan Delanghe situs ini bernama Goor yang berarti ular. Röder ketika mendeskripsikan situs yang bernama Barom—yang dalam buku Arifin dan Delanghe disebutkan terletak di sebelah timur Goor—menyebutkan adanya stalaktit besar pada dinding cadas yang oleh penduduk dinamakan batu ular.
Tampaknya apa yang dideskripsikan Röder merupakan situs yang sama dengan Goor. Namun demikian, Arifin dan Delanghe menyebutkan bahwa tak satu pun gambar yang diilustrasikan dalam buku Röder dapat ditemukan di Goor atau Barom dan apa yang dideskripsikan Röder tak satu pun dapat dilihat lagi (Arifin & Delanghe 2004:175). Foto kedua yang memperlihatkan gambar ikan lumba-lumba dan penyu disebutkan berasal dari Situs Tapuramo. Situs ini dalam buku Arifn dan Delanghe diberi nama Wamarain dan dalam buku Röder bernama Wamerei/Jarak. Sementara itu, foto ketiga yang memperlihatkan gambar ikan, binatang melata, dan bentuk abstrak disebutkan juga berasal dari Situs Tapuramo. Dalam buku Arifin & Delanghe situs ini bernama Fo’ora dan Röder menamakannya Ora.
Penelitian W.J. Cator
Sekitar 400 km di selatan Teluk Berau ditemukan pula gambar cadas pada tebing-tebing karang yang terletak di hadapan Pulau Namatote oleh W.J. Cator (1939). Sudah sejak akhir abad ke-19 gambar cadas ini dilihat oleh orang Eropa (Galis 1964:260). Cator mengemukakan bahwa gambar cadas yang ditemukan di kedua tempat tersebut serupa. Dalam artikelnya Cator terutama membahas tentang asal-usul gambar cadas ini dan kekunoannya berdasarkan cerita rakyat setempat, maupun berita-berita mengenai hubungan dagang daerah ini dengan daerah sekitarnya. Perbandingan juga dilakukan dengan menggunakan uraian Röder dalam penjelasannya. Artikel Cator ini dilengkapi dengan gambar, foto, dan peta.
Uraian Cator ini tidak mencerminkan betapa luas daerah yang dipenuhi dengan gambar cadas di wilayah ini. Galis (1957) yang menyinggung tentang semakin bertambahnya pengetahuan kepurbakalaan di daerah Papua Barat setelah penelitian Röder, menyebutkan secara sepintas adanya suatu rangkaian besar gambar cadas di wilayah ini. Namun demikian, tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai hal tersebut. Sebaliknya, Galis menyebutkan temuan gambar cadas tidak jauh dari Namatotte, di Tanjung Bitsyari, yaitu daerah yang terletak di antara Fakfak dan Namatotte, jalur yang lazim dilalui kapal bila menuju ke Namatote dari arah utara.
Dalam uraiannya Galis menjelaskan bahwa pada 1953 satu patroli militer melihat kira-kira satu kilometer dari Tanjung Bitsyari, pada satu tebing karang putih yang terjal, sekitar 30 meter di atas permukaan laut, gambar-gambar berwarna merah muda. Gambar tersebut menggambarkan tiga makhluk seperti manusia dengan hiasan kepala yang khusus, beberapa lingkaran dan sebuah sosok berbentuk wajik (Galis 1957a:207). Dalam tulisannya Galis mencantumkan sketsa gambar tersebut. Gambar ini juga dibuat sketsanya oleh Goenadi Nitihaminoto (1980).
Gamba cadas di Tanjung Bitsyari
Mengingat gambar cadas di wilayah Teluk Bitsyari terletak di pinggir laut yang menjadi jalur pelayaran, maka tidaklah mengherankan bila gambar cadas di daerah ini paling banyak dideskripsikan oleh berbagai peneliti.
Goenadi Nitihaminoto dalam artikelnya yang berjudul Sebuah Catatan Tambahan Tentang Prehistori Irian Jaya (1980:11) menyebutkan bahwa gambar cadas ditemukan di dua tempat sepanjang Tanjung Bitsyari, dan satu lagi terdapat di Kampung Sisir I. Sketsa gambar cadas dari ketiga situs itu dilampirkan dalam artikelnya. Gambar cadas yang pertama sudah disebutkan sebelumnya, serupa dengan yang dideskripsikan oleh Galis. Gambar cadas kedua yang terdapat pada Tanjung Bitsyari yang menuju ke Kampung Sisir I letaknya tinggi dan sulit diamati. Disebutkan bentuk yang digambarkan antara lain binatang melata, pohon, perahu, dua cap tangan, gambar orang dengan bentuk sederhana dan gambar matahari (Nitihaminoto 1980:12).
Sketsa yang dibuat untuk situs ini serupa dengan gambar cadas yang tampak pada foto Arifin dan Delanghe untuk Situs Ginana III (Arifin & Delanghe 2004:198). Sementara itu, gambar cadas yang terletak di Kampung Sisir I sudah banyak yang hilang dan disebutkan bentuknya antara lain berupa hewan, jala, ikan, dan tumbuh-tumbuhan (Nitihaminoto 1980:12). Sketsa yang dilampirkan serupa dengan foto Arifin dan Delanghe untuk Situs Ginana I (Arifin & Delanghe 2004:198).
Di samping itu, Nitihaminoto juga menyebutkan keberadaan gambar cadas di Kampung Maimai yang tersebar di lima tempat. Nitihaminoto tidak melampirkan satu pun sketsa dari situs-situs ini. Ia hanya menyebutkan bahwa gambar-gambar tersebut terdapat pada tebing yang tinggi dan panjang dan hanya pada tebing yang pertama gambar seluruhnya dibuat dengan warna merah, sedangkan pada tebing yang lain, di samping warna merah terdapat pula warna kuning. Dalam uraiannya ini tidak tercermin sama sekali bahwa gambar di dekat Kampung Maimai sangat padat, kaya dan beraneka ragam.
Nitihaminoto merupakan anggota dari penelitian gabungan yang terdiri atas Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Lembaga Antropologi Universitas Cendrawasih, dan Department of Anthropology, University of Hawaii (Souza & Solheim 1976:182). Penelitian ini dilaksanakan dalam dua periode, yaitu pada 1975 dan awal 1976. Pada penelitian periode kedua inilah dicatat serangkaian gambar cadas pada tebing-tebing maupun ceruk-ceruk kikisan ombak di sekitar Kampung Maimai. Uraian mengenai gambar cadas ini ditemukan dalam tulisan Souza dan Solheim yang merupakan anggota tim dari Universitas Hawaii.
Souza dan Solheim (1976) dalam perjalanannya ke Maimai juga menemukan gambar cadas yang telah dideskripsikan dan dibuat ilustrasinya oleh Galis dan Nitihaminoto. Souza dan Solheim menyebutkan bahwa sejumlah foto yang diambil dari sekitar Tanjung Bitsyari, termasuk gambar pada tebing di Tanjung Bitsyari, hilang ketika negatif filmnya dikirim ke Amerika (1976:185). Dalam tulisan mereka sama sekali tidak terdapat ilustrasi berupa foto, melainkan hanya sejumlah sketsa bentuk gambar-gambar yang dianggap menarik.
Gambar tersebut ditampilkan satu per satu, bukan dalam komposisinya di dalam satu panel, seperti sketsa yang dibuat oleh Nitihaminoto. Oleh karena itu, meskipun Souza dan Solheim menyebutkan bahwa mereka melewati ratusan meter tebing bergambar di selatan Kampung Maimai, namun ilustrasi yang ada tidak mencerminkan betapa kayanya seni cadas di daerah ini. Mengingat waktu yang tersedia tidak banyak, maka Souza dan Solheim memilih satu bagian tebing yang panjangnya sekitar 100 meter untuk didokumentasikan dengan lebih rinci.
Disebutkan bahwa motif dasar dan bentuk-bentuk yang ada sangat kaya. Ada yang penggambarannya menggunakan teknik ‘sinar x’ yang memperlihatkan struktur kerangka bentuk yang digambarkan. Adapun bentuk yang digambarkan mencakup berbagai gambar zoomorfik (kadal, kura-kura, burung, dan ikan), antropomorfik, termasuk stensil tangan, dan simbol-simbol benda angkasa, maupun perahu (Souza & Solheim 1976:191). Bagian akhir artikel ini berisi uraian panjang lebar mengenai bentuk-bentuk yang digambarkan dan cara penggambarannya. Disebutkan bahwa dapat dibedakan adanya dua lapisan gambar, gambar awal menggunakan hematit merah dan oker kuning, sedangkan di atasnya terdapat gambar berwarna hitam.
Keberadaan gambar cadas di daerah Teluk Bitsyari disebutkan pula dalam buku panduan perjalanan yang ditulis oleh Kal Muller dan diterbitkan oleh Periplus, dengan judul Irian Jaya Indonesian New Guinea (1996). Dalam buku ini uraian mengenai gambar cadas ditulis oleh George Chaloupka dan ia membicarakan secara sepintas gambar cadas di Teluk Berau dan Teluk Bitsyari. Dalam uraiannya ini ia menyebutkan bahwa bila gambar di daerah Teluk Bitsyari didokumentasikan secara lengkap, jumlahnya akan menyamai gambar yang ada di Teluk Berau yang tersebar sepanjang 30 km. Hal ini mencerminkan betapa kayanya gambar di Teluk Bitsyari.
Penelitian K. Arifin dan P. Delanghe
Kayanya gambar cadas di daerah Teluk Bitsyari baru terlihat jelas dalam buku K. Arifin dan P. Delanghe (2004) yang dilengkapi dengan puluhan foto berwarna dari masing-masing situs. Mereka mencatat adanya 26 situs yang tersebar dari Tanjung Bitsyari (satu situs) ke Teluk Bitsyari, yaitu di sekitar Kampung Sisir (lima situs), di Pulau Onomanusu dekat Desa Morano (satu situs), dan di sekitar Kampung Arkasi (tiga situs), sampai pada tebing-tebing yang terletak di hadapan Pulau Namatote, mulai dari sekitar Kampung Maimai berjejer sepanjang lebih dari 10 km ke arah selatan (16 situs).
Banyak di antara situs-situs tersebut, terutama yang terletak di hadapan Pulau Namatote berupa tebing gamping yang berdiri tegak di atas permukaan laut dan dipenuhi oleh gambar, yang kadang kala mencapai puluhan meter panjangnya. Berbeda dengan di Teluk Berau, di wilayah ini gambar cadas sama sekali tidak didominasi oleh stensil tangan atau stensil benda-benda lain, tetapi dipenuhi oleh garis-garis linear yang menghasilkan aneka bentuk. Bentuk-bentuk yang digambarkan antara lain berupa motif-motif abstrak, kadal, matutuo, gambar antropomorfik, dan ikan.
Arifin dan Delanghe juga menemukan dua situs baru yang terletak di selatan Namatote, di Teluk Triton, yaitu Irisjawe dan Ganggasa (2004:119). Situs kedua berada di Pulau Ganggasa yang letaknya sekitar 300 meter di selatan Irisjawe.
Gambar cadas di daerah pesisir lainnya dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan K.W. Galis. Di antaranya adalah gambar cadas pada sisi timur Pulau Mumamuran yang terletak di antara Pulau Purupi di dekat ‘leher kepala burung’ di Teluk Geelvink (sekarang Teluk Cendrawasih) dan ‘leher burung’ (Galis 1948). Gambar seekor kadal di Tanjung Suaja, Teluk Humboldt, dekat Hollandia (sekarang Jayapura) yang dilaporkan Galis dimuat gambarnya pada bagian bawah daftar isi bukunya (Galis 1952). Selain itu, Galis menyebutkan penemuan gambar berwarna merah dari tiga sosok manusia primitif oleh dr. W.J.O.M. van Dijk pada suatu dinding batu di tepi barat Danau Kamaka, di onderafdeeling Kaimana (Galis 1957a:207).
Dicatat pula penemuan kontrolir J.J.W. Dubois berupa gambar merah dan hitam di Pulau Roon, dekat Desa Kajob, di utara Semenanjung Wandamen. Dubois memperkirakan bahwa temuan serupa juga terdapat di Pulau-pulau Job Meos dan Angra Meos yang letaknya tidak jauh dari situ (Galis 1957a:207).
Di pantai selatan Biak, di dekat Samberi, terdapat tebing karang yang bergambar warna merah (Galis 1964:262-263). Di Desa Padwa yang letaknya tidak jauh dari Samberi terdapat pula gambar warna merah. Lebih ke timur Padwa, di Desa Urfu, ditemukan gambar-gambar kura-kura, ikan, dan gurita.
Di Kampung Padua di pantai selatan Biak dan di dekat Kampung Kabarei, di pantai utara Waigeo Souza dan Solheim menyebutkan secara sepintas adanya situs gambar (1976:182). Namun demikian, tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai gambar cadas dari kedua situs ini.
Di Pulau Rumberpon yang terletak di sebelah timur ‘kepala burung’, di sebelah utara Jári-ári, dilaporkan adanya lima bentuk gambar berwarna hitam, putih, dan biru yang antara lain menggambarkan buaya dan kura-kura (1964:260).
Di sub-bagian Raja Ampat, tiga situs gambar cadas dilaporkan oleh kontrolir R. Stephan, pada 1957 (Galis 1964:261). Pertama di sebelah timur Desa Asoker, di tepi timur laut Waigeo, pada sebuah tebing di tepi laut terlihat gambar yang kurang jelas bentuknya yang asal usulnya tidak diketahui oleh penduduk setempat. Goenadi Nitihaminoto (1980:11) menyinggung pula seni cadas ini yang oleh penduduk setempat disebut sapormerek (sapor=tanjung, merek=gambar) yang berarti tanjung bergambar. Namun, dalam keterangannya gambar cadas ini tidak ditemukan di tepi laut, tetapi di tepi sebuah sungai. Kedua, di Pulau Wáf, di sebelah selatan Pulau Misool, ditemukan pada sebuah dinding karang gambar dua ikan berwarna merah. Ketiga, di dekat Desa Fàfànlàp, di selatan Páná-páná, di sisi timur Pulau Misool.
Gambar cadas ini rupanya sudah dilaporkan oleh De Clercq pada 1887 (Galis 1964:262). Disebutkan bahwa gambar cadas diterakan pada dinding gamping, baik di luar maupun di dalam gua. Gambar cadas pada tebing di luar gua sudah tidak terlalu jelas terlihat, di antaranya gambar cap tangan. Sementara, yang di dalam gua memperlihatkan gambar cap tangan, ikan-ikan, manusia dalam berbagai gaya, deretan titik-titik, perahu, dan bentuk abstrak (Galis 1964:262).
Gambar cadas ditemukan pula pada awal Teluk Alyosi, kira-kira 20 menit mendayung dari Desa Sėlpėle. Pada tebing batu gamping yang licin, residen J. van Bodegom dan kontrolir M.O. Woelders melihat beberapa gambar cap tangan dan sejumlah tanda yang tidak jelas pada 1958 (Galis 1964:262). Disebutkan bahwa menurut penduduk lebih jauh ke dalam teluk masih ada gambar-gambar cadas. Sementara itu, di Teluk Bintuni juga dilaporkan adanya gambar cadas pada tebing gamping di dekat Desa Jensei, di sebelah timur teluk (Galis 1964:263).
Daerah Pedalaman
Di daerah pedalaman Papua Barat, bahkan di dataran tinggi, gambar cadas juga ditemukan. Galis menerbitkan dua artikel dalam Nieuw-Guinea Studien. Artikel pertama berjudul De Grotten van Jaand (1957b) berisi uraian mengenai gambar cadas yang ditemukan di Guwaimit di dekat Yegriffi, di Distrik Yafi, sekitar 75 km di selatan Jayapura. Artikel kedua, De Pinfeloe-Grot nabij Tainda (1957c) memuat uraian mengenai gambar cadas yang ada di Gua Pinfelu, yang letaknya tidak jauh dari Guwaimit.
Situs gambar cadas lainnya dilaporkan oleh Pater P. Frankenmolen O.F.M. pada 1960 (Galis 1964:263). Gambar cadas tersebut ditemukan di dekat Desa Indàngàn dan di dekat Desa Menggau, 110 km dari Jayapura. Kedua-duanya terletak di dekat Desa Amgòterò. Selain itu, Galis juga menyebutkan suatu tempat di selatan Desa Senggi yang menurutnya hampir semua bentuk yang digambarkan abstrak, kecuali beberapa gambar kadal, sedangkan di Senggi konon juga terlihat kaki-kaki (Galis 1964:261).
Galis (1961) melaporkan pahatan pada bongkahan batu di Bukit Tutari, di tepi lembah barat Danau Sentani. Letaknya dekat Desa Doyo Lama, kira-kira 50 km dari Jayapura. Uraian mengenai situs ini juga dibuat oleh Bintarti (1982) secara sepintas.
Galis (1964:264-265) memperoleh keterangan dari catatan L.F. de Beaufort dan P.E. Moolenburgh yang dibuat pada 1903 bahwa pahatan-pahatan pada batu tufa andesit ditemukan di pulau kecil bernama Sösena, dekat Desa Ayapo di ‘kantung’ timur Danau Sentani. Galis menambahkan bahwa dari keterangan I. Deda dari Ayapo diketahui bahwa batu yang berpahatan itu disebut talipo dan sekarang tidak terlihat apa-apa di atasnya.
Di Distrik Arso, pada 1959 dr. A.H. Meijer melihat adanya pahatan pada dinding terjal di tepi Sungai Uyapi, anak Sungai Sekanto, antara Desa Girwage dan Sawia. Meski tidak dicantumkan gambar atau foto dari pahatan ini, tetapi disebutkan bahwa bentuk yang digambarkan adalah enam alat kelamin perempuan dan tiga alat kelamin laki-laki. Mengenai alat kelamin laki-laki dipertanyakan apakah bukan merupakan bentuk ular (Galis 1964:264).
R.D. Mitton secara sepintas menyebutkan pahatan-pahatan yang terdapat pada sebuah bongkah batu besar di Desa Nabunage dekat Karubaga (1972:11). Pahatan di Nabunage lebih kasar bentuk maupun pengerjaannya dibandingkan dengan pahatan yang ada di Doyo Lama. Baris-baris lubang yang dihasilkan dengan ketukan-ketukan pada bongkah tersebut menutupi sebagian besar permukaan bongkah yang juga memiliki pahatan wajah yang kasar dan sebuah gambar yang tidak jelas. Bongkahan batu ini sedang dipecah-pecah, karena ketika itu penduduk sedang memperluas bangunan gereja. Untungnya masih ada beberapa pecahan yang dapat diselamatkan.
Di pedalaman Papua Barat, di wilayah dataran tinggi, gambar cadas ditemukan oleh sebuah patroli polisi pada 1960 pada gua-gua di daerah pegunungan antara Bukisi di Teluk Iris dan Warombain di selatannya. Sayangnya tak banyak keterangan yang diperoleh mengenainya (Galis 1964:263).
Gambar berwarna merah
Galis (1964:263) juga menyebutkan adanya gambar cadas yang masih utuh pada suatu dinding yang menjorok di atas Jalan Niaga yang sudah berabad-abad umurnya, pada ketinggian 3850 meter di daerah pegunungan tengah Papua, di selatan Wamena. A. Blokdijk dan W. Westerinklah yang melihatnya pada 1962. Mereka menduga gambar-gambar berwarna merah tersebut berhubungan dengan upacara kesuburan (Galis 1964:264).
Gambar cadas berwarna merah juga ditemukan di ketinggian sekitar 3.500 meter pada lereng Gunung Mandala (dahulu Gunung Juliana). Gambar cadas yang tampak hanya berupa bercak-bercak warna merah (Mitton 1972:10). Gambar cadas berwarna merah dan mungkin hitam yang ditemukan oleh G. Oosterwal di Pegunungan van Rees, di sebelah timur Sungai Memberamo pada awal 1963 juga berkaitan dengan leluhur dan cargo-cults yang berhubungan dengannya (Galis 1964:264).
Gambar cadas di Lembah Baliem ditemukan setelah ekspedisi Harvard-Peabody pada 1961—1962. Menurut catatan Peter Matthiessen (1962) gambar cadas di daerah Lembah Baliem terdapat di dua tempat, yaitu di dekat Desa Abulopak dan di dekat Desa Lokoparek, tidak jauh dari Sungai Tabara. Disebutkan bahwa gambar cadas di dekat Abulopak yang dibuat dengan tongkat arang dan menggambarkan manusia, laki-laki dan perempuan, seekor udang kerang, dan beberapa kadal, sampai saat itu masih dibuat sekedar untuk menyenangkan hati si pembuatnya. Sementara gambar cadas yang ada di dekat Lokoparek sangat kompleks dan karena banyaknya gambar yang tumpang tindih sebagian tak dapat diketahui lagi bentuknya.
Catatan K.G. Heider
Gambar cadas lainnya dari Lembah Baliem dicatat oleh K.G. Heider (1970). Gambar cadas berwarna merah ditemukan di enam tempat yang berbeda di Bukit Dutabut, di wilayah orang Dugum Dani, dan di Bukit Subula, di pusat wilayah orang Widaia Dani. Gambar cadas berwarna hitam ditemukan pada sekitar 25 situs di bukit-bukit batu gamping dekat tempat tinggal orang Dugum Dani. Foto-foto dan sketsa gambar cadas ini dilampirkan pula oleh Heider.R. Gardner dan K.G. Heider (1968) menyinggung secara sepintas gambar cadas di Lembah Baliem. Untuk melengkapi empat buah foto gambar cadas pada buku mereka dicantumkan keterangan bahwa gambar cadas dibuat dengan arang oleh anak-anak laki-laki untuk menyenangkan diri mereka. Bentuk yang digambarkan antara lain manusia, denah kebun, kadal, dan bahkan hantu (Gardner & K.G. Heider 1968:30).
Berbeda dengan gambar cadas yang dibuat dengan warna hitam yang hanya untuk memenuhi kesenangan belaka, tampaknya gambar cadas berwarna merah mempunyai arti religius dan dianggap suci oleh penduduk setempat. Heider (1970:188) menyebutkan bahwa penduduk tidak mau menjelaskan apa pun yang berkaitan dengan gambar-gambar warna merah. Hal yang sama juga dihadapi oleh Arifin dan Delanghe. Untuk dapat mengunjungi Subulah, situs gambar cadas yang disebut oleh Heider, harus melalui izin sejumlah ketua adat, mengingat situs ini masih dianggap keramat oleh penduduk setempat.
Menurut keterangan informan Arifin dan Delanghe, pada suatu ceruk yang sama terdapat beberapa situs. Nama umumnya adalah Suroba, sedangkan nama situs-situsnya Wukugi, Itsugu Baga, dan Yagaroak (Arifin & Delanghe 2004:133). Orang asing dilarang memasuki situs ini. Beruntung salah seorang penduduk setempat bersedia memotretkannya, tetapi Arifin dan Delanghe tidak mendapat izin untuk mengunjunginya.
Disusun oleh Tim Pendokumentasian Gambar Cadas dari Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman dan Pusat Arkeologi Nasional pada 2015.
baca juga: Seni Cadas di Kawasan Misool Raja Ampat