Cakrawala Maṇḍala Dwīpāntara adalah Wawasan Kemaritiman Kerajaan Singhasāri

0
9405
Candi Singhasari terletak di Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.
Candi Singhasari terletak di Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.

Laut adalah alat politik pemersatu wilayah

Secara harfiah, wawasan kemaritiman dapat didefinisikan sebagai cara pandang seseorang atau institusi terhadap hal-hal yang berkenaan dengan maritim atau laut. Dalam konteks tulisan ini, adalah cara pandang Kerajaan Singhasāri sebagai suatu institusi dalam upaya mengeksplorasi laut agar dapat memberikan manfaat yang lebih besar atau lebih optimal lagi. Laut tidak lagi hanya dipandang sebagai sumber daya alam yang mampu menghasilkan sumber makanan atau jalur transportasi yang menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya. Melainkan laut telah dipandang sebagai alat politik yang dapat mempersatukan beberapa wilayah di bawah satu hegemoni.

Selama ini, Kěrtanāgara dianggap sebagai raja Singhasāri yang kali pertama memelopori gagasan politik “cakrawala maṇḍala dwīpāntara”, yakni memersatukan pulau-pulau di luar Jawa agar mengakui atau tunduk terhadap satu kepemimpinan.  Pada 1275 Masehi, Kěrtanāgara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Malayu dan Campa guna menjalin hubungan diplomatik yang dapat mencegah serangan Kerajaan Mongol ke wilayah Asia Tenggara.

Sudah tercetus di benak leluhur Kěrtanāgara

Namun agaknya, pemikiran mengenai pemersatuan pulau-pulau sudah tercetus di benak leluhur Kěrtanāgara pada masa pemerintahan raja sebelumnya. Hal tersebut dapat diketahui melalui keterangan yang tertulis pada Prasasti Maribong dan Prasasti Mūla-Malurung yang dikeluarkan oleh Wiṣṇuwarddhana. Prasasti Maribong (1264 Masehi) menyebutkan swapitāmahãstawanābhinnāsrantakapālaka, yang berarti “kakeknya yang telah menentramkan dan mempersatukan dunia”.

Prasasti Mūla-Malurung (1255 Masehi) menyebutkan pula “kakek (kaki) sang raja yang menyandang nama Ṡiwa, yang meninggal di bangku emas, yang menjadi pendiri kerajaan, yang menjadi satu-satunya payung bagi seluruh Pulau Jawa, dan yang telah menaklukkan pulau-pulau yang lain” (Soemadio, 2010:425). Dalam isi prasasti tersebut, kakek Wiṣṇuwarddhana yang dimaksud tidak lain adalah Ken Angrok (Ken Aṅrok). Tampaknya gagasan semacam itu sudah mulai dipropagandakan pada masa pemerintahan Ken Angrok, namun bentuk-bentuk realisasinya belum diketahui sampai saat ini karena belum ditemukan bukti-bukti arkeologis yang secara langsung dapat menjelaskan hal tersebut.

Melalui bukti-bukti arkeologis yang ditemukan, diketahui bahwa Kěrtanāgara merupakan raja yang berhasil merealisasikan gagasan politik cakrawala maṇḍala dwīpāntara. Gagasan tersebut diwujudkan dalam program pemerintah berupa pengiriman armada-armada kerajaan untuk melakukan ekspedisi bahari ke kerajaan lainnya di luar Pulau Jawa. Program politik tersebut dimotivasi oleh keinginan untuk menggalang kekuatan dalam menghadapi ancaman Kaisar Khubilai Khan di daratan Cina. Khubilai Khan berkuasa sejak 1260 Masehi dan mulai mendirikan Dinasti Yuan pada 1280 Masehi. Ia meminta pengakuan kekuasaan dari negara-negara yang sebelumnya mengakui kekuasaan raja-raja Cina dari Dinasti Sung. Apabila terdapat raja yang tidak mau mengirimkan upeti secara baik-baik, maka akan dipaksa dengan kekuatan senjata.

Baca selengkapnya:

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/cakrawala-ma%E1%B9%87%E1%B8%8Dala-dwipantara-wawasan-kemaritiman-kerajaan-singhasari/