Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi memiliki luas 3.981 Hektar yang tersebar di 2 kecamatan dan 8 desa. Area yang berada di Kecamatan Marosebo yaitu Desa Danaulamo, Muarojambi, dan Desa Baru. Sementara area yang terletak di Kecamatan Tamanrajo meliputi Desa Tebatpatah, Kemingkingdalam, Dusunmudo, Telukjambu, dan Desa Kemingkingluar. Satuan ruang geografis Muarajambi merupakan peninggalan dari Kerajaan Malayu Kuno dan Sriwijaya yang menjadi pusat peribadatan agama Buddha terluas di Nusantara pada abad VII-XIII.
Kawasan percandian ini termasuk yang paling luas dan terpadat tinggalan kepurbakalaannya. Terdapat 14 candi, satu bukit, 75 menapo, 17 kanal sungai, enam danau, dan sembilan kolam kuno yang menjadi bukti sejarah peradaban manusia di kawasan ini. Kolam-kolam kuno, kanal atau sungai buatan dahulu berfungsi sebagai sarana penghubung dan sebagai upaya pelindungan terhadap lingkungan pendukung Kawasan Muarajambi.
Normalisasi Kanal dan Kolam Kuno
Pada tanggal 13 – 20 Oktober 2020, Direktorat Pelindungan Kebudayaan bersama Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi dibantu oleh ahli dalam bidang geologi, hidrologi, dan lahan basah serta komunitas setempat melakukan kajian normalisasi kolam dan kanal kuno di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi. Hal ini dilatarbelakangi oleh belum adanya kebijakan pelestarian pada kanal dan kolam kuno di Muarajambi.
Keberadaan kolam dan kanal kuno telah lama diketahui. Penggalian pertama di Muarajambi dilakukan oleh Direktorat Sejarah dan Purbakala, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada 1975 dan penelitiannya berlanjut hingga saat ini. Pada tahun 1985, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional melakukan pemotretan udara kawasan yang menghasilkan bahwa kawasan ini memiliki sistem kanal yang dibuat mengelilingi tanggul alam.
Kanal–kanal kuno ini selain diduga berfungsi sebagai sarana penghubung antar candi, simbol kosmologis dalam konteks Buddhisme, tapi juga sebagai penanggulangan banjir musiman yang sering terjadi di wilayah Muarojambi. Kolam dan kanal kuno yang ada sudah banyak tidak berfungsi. Banyak di antaranya yang telah tersedimentasi dan menjadi daratan, alirannya mengering dan dijadikan sebagai ladang, atau kebun.
Pada beberapa kanal telah dilakukan pengerukan sedimen, namun tidak tidak pernah diikuti dengan penelitian yang memadai, orientasi kegiatan revitalisasi tersebut lebih terfokus pada aspek pariwisata dan pengairan. Sementara itu berdasarkan ketentuan UU Cagar Budaya, jelas bahwa jalur kanal (parit) di Muarajambi memenuhi kriteria sebagai cagar budaya. Rusaknya lapisan budaya bawah genangan yang sudah berlangsung selama ini tidak pernah dipertanggungjawabkan secara akademik kecuali teknis dan administrasi. Berdasarkan hal ini perlu adanya kajian sebelum dilakukan kegiatan normalisasi kanal dan kolam kuno pada Muarajambi.
Pada kajian ini dilakukan pengumpulan data dan analisa terhadap keberadaan kanal dan analisis terhadap keberadaan kanal dan kolam kuno di Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi melalui aspek arkeologi, hidrologi, kehutanan lahan basah, dan geologi. Pada aspek arkeologi akan menganalisa sebaran arkeologi yang ada dan menganalisa kemungkinan adanya potensi arkeologi khususnya pada kanal maupun kolam kuno. Pada bidang geologi, dilakukan analisa morfologi kawasan dan analisa peta geologi kawasan. Pada bidang hidrologi menganalisa data hidrologi dan membuat rencana normalisasi kolam dan kanal kuno. Terakhir, pada bidang kehutanan lahan basah akan menganalisa data atau kondisi lahan basah pada kawasan.
Kajian lapangan dilakukan dengan cara melakukan survey ke seluruh sungai, kolam, dan kanal yang termasuk ke dalam bagian Kawasan Cagar Budaya Nasional Jambi. Terdapat sembilan kanal yang ditinjau yaitu Buluran Tiang, Sungai Jambi, Parit Buluh, Parit Duku, Parit Kandang Kerbau, Parit Sekapung, Parit Johor, Parit Buluran Paku, Parit Buluran Dalam, dan Parit Durian Sakat. Selain itu, dilakukan pula peninjauan ke Danau Kelari, Sungai Berembang, Sungai Terusan, Payo Rimbo Tebakar, dan Payo Terjun Gajah. Ada pun juga pengeboran tanah dilakukan untuk mengetahui lapisan tanah dan ekskavasi pada tiga titik yang diperkirakan merupakan bagian dari Sungai Jambi.
Hasil kajian sementara adalah berupa usulan untuk melakukan normalisasi pada jalur Sungai Jambi yang menuju Candi Kembar Batu dan berakhir di Sungai Berembang. Kajian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam melakukan normalisasi kanal yang ada di dalam kawasan, dan pada akhirnya bisa bermanfaat bagi masyarakat setempat.