Kawasan Percandian Dieng terletak di kaki Pegunungan Dieng yang merupakan dataran tinggi vulkanik aktif dan bisa dikatakan sebagai gunung berapi raksasa. Sebagian orang menyebut tempat ini dengan sebutan Dieng Plateu, ada juga yang menyebut Dataran Tinggi Dieng. Secara administratif kawasan ini masuk ke dalam wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Perbatasan kedua wilayah administratif tersebut adalah Kali Tulis yang arah aliran airnya membujur dari utara ke selatan dan melintasi area tanah purbakala di sekitar Kompleks Candi Arjuna. Kawasan ini menempati dataran pada ketinggian 2000 m di atas permukaan laut, memanjang arah utara-selatan sekitar 1900 m dengan lebar sepanjang 800 m. Dari area yang terbilang cukup luas tersebut menunjukkan adanya semangat yang luar biasa bagi para pembangunnya dalam rangka memenuhi kebutuhan spiritual pada waktu itu.
Awal Mula Percandian Dieng
Percandi Dieng pertama kali ditemukan kembali pada tahun 1814. Diawali ketika Thedorf Van Elf, seorang tentara Inggris yang pada saat itu bermaksud berwisata di kawasan Dieng. Secara tidak sengaja ia melihat sekumpulan candi yang terendam dalam genangan air telaga. Lalu akhirnya pada tahun 1856, dimulailah upaya penyelamatan dengan melakukan pengeringan dan pengerukan area sekitar kumpulan candi tersebut yang dipimpin oleh H.C. Cornelius. Hasil dari upaya tersebut ditemukan beberapa bangunan candi yang tersebar di beberapa tempat yang tidak terlalu jauh. Proses penyelamatan kemudian dilanjutkan pada saat masa pemerintahan Hindia Belanda tahun 1864 dipimpin oleh seorang tentara bernama J. Van Kinsbergen, pada tahap ini dilakukan pencatatan dan pengambilan gambar.
Pembangunan Candi Dieng diperkirakan berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama yang berlangsung antara akhir abad ke-7 sampai dengan perempat pertama abad ke-8, meliputi pembangunan Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi dan Candi Gatutkaca. Tahap kedua merupakan kelanjutan dari tahap pertama, yang berlangsung sampai sekitar tahun 780 M. Di kawasan ini ditemukan sebuah prasasti berangka tahun 808 M, yang merupakan prasasti tertua bertuliskan huruf Jawa kuno. Selain itu ditemukan juga Arca Syiwa yang saat ini tersimpan di Museum Nasional, Jakarta.
Zonasi Cagar Budaya
Kawasan Percandian Dieng merupakan kawasan yang kaya akan peninggalan cagar budaya. Kekayaan tersebut berupa sebaran candi dan saluran air kuna dengan areal yang cukup luas, serta peninggalan benda cagar budaya bergerak yang memiliki nilai penting bagi kebudayaan bangsa Indonesia. Kawasan ini juga merupakan bukti peran penting kerajaan Mataram Kuno yang pernah berkuasa di Pulau Jawa. Alasan inilah yang membuat Kawasan Percandian Dieng harus dilindungi keberadaannya.
Salah satu bentuk pelindungannya adalah dengan menetapkan Kawasan Percandian Dieng menjadi Kawasan Cagar Budaya Nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dengan Nomor 007/M/2017. Setelah ditetapkan menjadi Kawasan Cagar Budaya maka diperlukan upaya pelestarian lainnya yaitu dengan cara membuat zonasi dari kawasan cagar budaya tersebut. Zonasi dibutuhkan sebagai rambu-rambu dalam melakukan upaya pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan dari Cagar Budaya.
Pada tanggal 1 – 7 September 2020 Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melaksanakan Kajian Zonasi Kawasan Cagar Budaya Dieng. Tim kajian zonasi terdiri dari tim arekologi, tim antropologi, tim planologi serta tim pemetaan. Kegiatan tersebut juga dibantu oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo, serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banjarnegara.
Kajian lapangan dilakukan dengan cara melakukan survey lapangan ke seluruh Situs Cagar Budaya yang masuk ke dalam Kawasan Cagar Budaya Nasional Dieng. Situs cagar budaya yang ditinjau antara lain, Kompleks Candi Arjuna, Candi Bima, Candi Gatot Kaca, Candi Dwarawati, Tuk Bimalukardan Watu Kelir.Selain itu tim juga melakukan peninjauan dan pengecekan terhadap beberapa objek yang baru ditemukan dan diduga cagar budaya setelah adanya penetapan Kawasan Dieng sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional pada tahun 2017. Beberapa objek tersebut, yaitu Candi Kunti dan Ondo Budo di daerah Sikunang.
Candi Kunti ditemukan pada tahun 2019 dan telah ditindaklanjuti dengan ekskavasi penyelamatan yang dilakukan oleh BPCB Jawa Tengah pada awal tahun 2020. Posisi Candi Kunti berada di lahan warga yang ditemukan secara tidak sengaja pada saat melakukan penggalian untuk pembangunan tangki septik. Dimensi ukuran yang didapat sekitar 5 x 5 m dengan kondisi yang ditemukan hanya bagian bawah candi. Ondo Budo Ketika ditemukan berupa struktur tangga yang terbuat dari batu yang menjadi penghubung bagian bawah bukit dengan bagian atas bukit. Beberapa anak tangga sudah dalam keadaan rusak parah namun masih dapat terlihat bentuk asli dari Ondo Budo ini.
Hasil kajian sementara adalah berupa usulan delineasi kawasan cagar budaya seluas 168 Ha yang akan dijadikan rekomendasi dalam melakukan revisi terhadap SK Penetapan Kawasan Cagar Buaya Percandian Dieng yang telah ditetapkan pada tahun 2017. Usulan sementara dari tim untuk membagi kawasan cagar budaya menjadi 3 zona, yaitu zona inti, zona penyangga dan zona pengembang. Luas zona inti 35,4 Ha, zona penyangga 68,4 Ha dan zona pengembang 64,2 Ha. Kegiatan akan dilanjutkan dengan melakukan Focus Grup Discussion (FGD) yang direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Oktober di Dieng. FGD ini akan mengundang seluruh pemangku kepentingan yang berkaitan dengan Kawasan Cagar Budaya Dieng sehingga hasil kajian zonasi ini akan dapat digunakan sebagai acuan dalam upaya pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya Nasional Kompleks Percandian Dieng kedepannya.