Kaleidoskop Presiden Republik Indonesia-Museum Kepresidenan “Balai Kirti”
Pada 27 Juli 1964, Sukarno mengumumkan bahwa dia akan meng-“ganyang Malaysia”. Pada 16 Agustus 1964, pasukan dari Rejimen Askar Melayu DiRaja berhadapan dengan lima puluh gerilyawan Indonesia. Pertempuran terjadi bukan hanya antara lima puluh gerilyawan dari Indonesisia dengan tentara Malaysia, tetapi juga dengan Inggris dan Australia. Keadaan berlarut-larut yang apa kemudian dikenal sebagai Konfrontasi ini, justru melemahkan dalam negeri Indonesia. Padahal telah terjadi proses tidak cocoknya berbagai kekuatan kebangsaan, utamanya antara golongan politik yang didominasi kaum komunis (khususnya PKI) dan pihak militer. Pada masa ini sempat dibentuk kabinet baru bernama Kabinet Dwikora.
Dengan terjadinya peristiwa G30S yang membuat gugurnya tujuh Pahlawan Revolusi, Kedudukan Presiden menjadi goyah, dan usaha yang dilakukan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban gagal. Oleh Presiden Sukarno diterbitkanlah Surat Perintah 11 maret, yaitu perintah pengamanan. Panglima-Menteri TNI Angkatan Darat yang menggantikan Ahmad Yani yang gugur, Mayor Jenderal Soeharto mendapat tugas tersebut. Soeharto berhasil dengan sukses, namun politik nasional Indonesia telah berubah. Demo-demo yang dilakukan mahasiswa Indonesia melalui Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) memunculkan TRITURA (Tri Tuntutan Rakyat), yaitu Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya, Perombakan kabinet Dwikora dan Turunkan harga sandang-pangan. Ini menandakan kemudian lahirnya apa yang dikenal sebagai ORDE BARU.
Tim Storyline Museum Kepresidenan “Balai Kirti” Bogor