Jauh dari keramaian
Kesan teduh dan asri terasa saat mengunjungi masjid tua yang letaknya jauh dari keramaian. Masjid yang berada di Desa Depok, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon ini memiliki pemandangan yang cukup menyegarkan mata. Di seberang masjid ini ada suguhan hamparan persawahan yang disesuaikan dengan musim tanam padi. Pepohonan bambu berdaun rimbun mendesirkan nyanyian angin. Beruntung jika mendapati areal persawahan tengah berwarna hijau. Panas teriknya Cirebon yang memang termasuk daerah di pantai utara Jawa ini akan sejenak terlupakan.
Ada tiga pintu gerbang untuk memasuki masjid ini yang menempel di pagar berbata merah. Pintu tengah yang terbuat dari kayu berukuran sekitar satu meter kerap tertutup. Hanya dua gerbang di kanan dan kiri yang sering terbuka. Di dekat salah satu pintu masuk yang berada di dekat pendopo terdapat palang bertuliskan, “Situs Masjid Al-Karomah”. Nama Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Pemerintah Kabupaten Cirebon tertera di atas nama masjid. Halaman di dalam kompleks masjid tertata rapi dan bersih seperti taman yang dipercantik dengan aneka tanaman hias. Pohon dengan daunnya cukup rindang menjulang tertanam di dekat pintu masuk bagian tengah.
Kompleks masjid ini memuat beberapa bangunan. Di salah satu sisi gerbang masuk, ada kamar kecil dan tempat berwudhu untuk pria dan wanita. Di sebelahnya, ada halaman kosong yang bisa dijadikan halaman parkir kendaraan roda dua dan tempat tinggal pengurus masjid.
Di depan halaman masjid terdapat bangunan seperti selasar. Ukurannya pun tidak sebesar bangunan masjid yang terdiri atas tiga bagian. Selasar menjadi tempat pertemuan dan peristirahatan mereka yang mengunjungi masjid itu.
Seperti rumah limasan
Bangunan masjid seperti rumah limasan. Ada tiga bagian bangunan masjid yang menyatu dan memanjang ke belakang. Tiap-tiap bagian masjid itu dapat diketahui dari bentuk atapnya yang tampak berbeda-beda. Bagian luar adalah serambi masjid yang cukup lapang dibuat mirip gazebo. Terkadang pengunjung melakukan shalat berjamaah di sana.
Bangunan selanjutnya adalah bagian tengah. Di dalamnya, terdapat pasarean wali yang sengaja dipagari dan diberi atap. Bentuk bangunannya seperti rumah-rumahan. Bangunan yang letaknya paling belakang adalah bangunan utama yang keasliannya masih dipertahankan. Di atas bangunan ini ada dua mustaka yang menjadi tanda bahwa bangunan itu merupakan tempat peribadatan. Atap masjid dibuat bertingkat dua dengan mustaka berupa mahkota yang bentuknya lebih besar daripada yang ada di bagian atas ruang mihrab.
Tampak dari arsitektur yang ada di dalamnya, bangunan itu telah berusia ratusan tahun. Ada beberapa saka guru dan rangka yang terbuat dari kayu yang menopang bangunan. Bangunan ini dikhususkan sebagai tempat beribadah bagi jamaah pria, sedangkan jamaah perempuan disediakan di ruangan khusus (pawestren) yang letaknya di sebelah bangunan utama. Ada aturan tidak tertulis yang mengungkapkan bahwa jamaah perempuan tidak diizinkan untuk memasuki bangunan utama.
Di dalam kompleks masjid juga dapat ditemukan beberapa makam. Menurut juru kuncen bernama Hasyim, sebagian adalah makam warga setempat dan sebagian merupakan makam para wali suci. Makam yang dipagari secara khusus itu sering dikunjungi jamaah dari berbagai daerah. Mereka melantunkan doa-doa yang diselingi dengan selawatan.
Belum banyak penelitian yang mengulas masjid ini
Sayangnya, belum banyak penelitian yang mengulas masjid yang di belakang kompleksnya terdapat Kali Jamblang ini. Sungai yang kini airnya sedang surut karena kemarau itu memberi kisah yang dipercaya masyarakat pendukungnya. Pada zaman dulu, setiap kali air sungai meluap dan menerjang sebagian bangunannya, masjid tetap kokoh. Arus air yang deras seakan menghindari mihrab masjid ini sehingga bangunan itu tidak roboh.
Pekerjaan sebagai juru kunci atau kuncen yang dijabat Hasyim telah turun-temurun. Dia bertugas menggantikan ayahnya yang menurut pengakuannya tidak pernah membicarakan sejarah masjid ini. Hasyim pun berlaku sama. Dia tak meributkan soal asal usul masjid dan menginginkan siapa pun yang berkunjung ke masjid ini untuk khusyuk beribadah. Dia lalu mengungkapkan salah satu kegiatan khusus yang diselenggarakan di masjid, yakni tirakat yang biasa dilakukan pada malam hari, terutama setelah Shalat Isya.
Haul
Walaupun demikian, ada kegiatan rutin yang diadakan warga di Desa Depok. Setiap tahun, Desa Depok menyelenggarakan haul para sesepuh desa, terutama Syekh Pasiraga. Menurut kisah yang berkembang di masyarakat, desa ini menyimpan bukti sejarah perkembangan agama Islam pada masa lalu. Sebanyak 25 sesepuh dikebumikan di beberapa wilayah desa ini. Di antaranya, Syekh Maujud dan Syekh Pasiraga bin Pangeran Ramangkurat bin Syekh Syarif Hidayatullah atau yang disebut dengan Sunan Gunung Jati.
Haul Sesepuh Desa Depok ini adalah upaya masyarakat desa untuk menghormati dan mendoakan para pendahulu yang sholeh. Kegiatan untuk memperingati hari wafat ini berisi tahlil keliling, Takhtiman Al-Qur’an Bil Ghoib (Sema’an), dan tablig akbar. Pada 2017, Desa Depok menyelenggarakan kegiatan haul ke-47.
Namun, ada kisah lain mengenai Syekh Pasiraga. Dia konon merupakan seorang pendatang dari Demak, yang datang ke Cirebon untuk belajar agama Islam. Dia pun menjadi salah satu murid Syekh Syarif Hidayatullah selama beberapa waktu. Setelah ilmu agamanya bertambah, Syekh Pasiraga menyebarkan agama Islam hingga Tanah Pasundan.
Masjid Al-Karomah Depok tercatat sebagai salah satu masjid yang menjadi destinasi wisata religi di wilayah Cirebon. Jika merindukan suasana yang jauh dari kebisingan kota, masjid ini sayang jika harus dilewatkan. Boleh jadi sejarah tentang masjid ini terputus oleh keheningan untuk sementara waktu atau hilang terlena kesunyian suasana masjid yang memberikan ketenangan. (Ririn Liechtiana)
Baca juga:
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/mesjid-merah-panjunan-cirebon-jejak-syiar-sang-syekh-dari-negeri-1001-malam/