Oleh Ninik Setrawati
Senjata berujung tajam bermata dua, terkadang berbilah lekuk
Artikel singkat mengenai Keris dan Musum Keris akan bertutur sekilas tentang keris dan museumnya. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, keris diartikan sebagai senjata tajam bersarung, berujung tajam, dan bermata dua (bilahnya ada yang lurus, ada yang berlekuk-lekuk). Meski dikategorikan sebagai senjata tajam, namun pembuatan keris bukan semata-mata digunakan sebagai senjata, melainkan lebih bersifat sebagai senjata dalam arti simbolik atau senjata dalam arti spiritual.
Dalam perkembangannya, budaya keris menyebar hingga ke berbagai wilayah di Nusantara dengan nama yang berbeda. Di Pulau Jawa keris sering pula disebut dengan curiga atau wangkingan. Di Pulau Bali disebut dengan kadutan atau kedutan. Keris juga disebut dengan nama duwung, tappi, selle, gayang, kres, kris, karieh, dan lainnya.
Kapan keris mulai dikenal?
Hingga kini para peneliti belum sepakat mengenai kapan keris mulai dikenal di Indonesia. Griffith Wilkens menyatakan bahwa budaya keris baru timbul di Nusantara pada abad ke-14 dan ke-15 Masehi. Menurutnya, bentuk keris merupakan perkembangan dari bentuk tombak yang banyak digunakan oleh bangsa yang mendiami kepulauan antara Asia dan Australia. Pendapat berbeda diajukan oleh A. J. Bernet Kempers. Ia menduga bahwa bentuk prototipe keris merupakan perkembangan bentuk dari senjata penusuk yang digunakan pada masa perunggu. Ia juga menambahkan bahwa keris merupakan pengaruh budaya Dong Son yang mulai masuk ke Nusantara sejak migrasi Bangsa Yunan pada sekitar abad ke-15 SM.
Selain kedua pendapat tersebut, ada pula yang berpendapat bahwa keris sudah berkembang di Nusantara menjelang 1.000 Masehi. Pendapat ini didasarkan atas laporan seorang musafir Cina pada 922 Masehi. Bahwa ada seorang raja di Jawa yang menghadiahkan sebilah pedang pendek dengan hulu terbuat dari cula badak atau emas kepada Kaisar Cina. Kemungkinan besar yang dimaksud dengan pedang pendek tersebut adalah keris.
Keris dalam prasasti
Kata keris telah dicantumkan dalam prasasti-prasasti yang berasal dari masa klasik. Kata keris tercatat di dalam Prasasti Tukmas yang berangka tahun 826 Masehi. Prasasti berbahan perunggu tersebut menyebutkan adanya kres sebagai salah satu sesaji dalam upacara penetapan daerah Poh sebagai daerah perdikan, atau daerah yang dibebaskan dari pajak karena alasan tertentu. Prasasti lain yang menyebut kres di antaranya Prasasti Humanding (875 M), Prasasti Jurungan (876 M).
Selain melalui bukti tertulis, gambar relief yang dipahatkan pada dinding-dinding candi juga menjadi bukti kuat bahwa keris telah digunakan sejak masa lampau. Contohnya adalah relief di sudut tenggara Candi Borobudur, yang menggambarkan seorang prajurit sedang membawa senjata tikam seperti bentuk keris yang kita kenal saat ini.
Empu
Keris dibuat oleh seorang pandai besi pembuat keris atau yang disebut dengan empu. Pada masa lampau, seorang empu biasanya merupakan kerabat istana (keraton) atau seorang abdi di dalam lingkungan keraton. Oleh sebab itulah tak heran jika pusat pembuatan keris berpindah-pindah sesuai dengan perpindahan kerajaannya. Kehidupan seorang empu lebih banyak dihabiskan di lingkungan keraton, atau berada di bawah pengawasan keraton. Tak heran jika dikatakan bahwa keris termasuk ke dalam kebudayaan keraton. Meski demikian, ada pula keris yang dibuat di luar keraton. Akan tetapi para pembuatnya (empu) tetap dalam pengawasan keraton.
Nilai luhur sebilah keris
Pada awalnya keris merupakan senjata tradisional. Dalam perkembangannya, manfaat keris menjadi lebih luas. Misalnya menjadi barang keramat, barang yang di puja, lambang ikatan keluarga, tanda jasa, tanda pangkat atau jabatan, barang mewah, dan sebagai karya seni. Sebagai karya seni, keris merupakan perpaduan seni tempa, seni ukir, seni pahat, seni bentuk, serta seni perlambang.
Keris dibuat terutama sebagai pusaka atau sipat kandel, yang dipercaya dapat melindungi serta memberi keselamatan dan kesejahteraan pemiliknya. Keris Indonesia telah diakui sebagai World Heritage oleh UNESCO pada 2005 lalu. Hal ini didasarkan pada nilai tak kasat mata yang ada pada sebilah keris. Misalnya aspek filosofi, simbol, kesejarahan, tradisi dan lainnya yang tak dimiliki senjata tajam lain dari seluruh dunia.
Pengaruh keris dalam kehidupan
Keris memiliki pengaruh psikologi yang kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Keris tak lagi digunakan sebagai senjata tajam, melainkan dianggap sebagai barang keramat yang dihormati. Pada masa Islam, khususnya di Jawa, keris bahkan mempunyai kedudukan khusus dalam kehidupan masyarakat. Di dalam lingkungan keraton, keris merupakan tanda kebesaran, tanda jabatan, tanda pangkat, serta kelengkapan pakaian resmi. Hal tersebut merupakan imbas dari kepercayaan masyarakat yang menganggap bahwa keris memiliki daya magis. Tak jarang pula keris diceritakan mempunyai kekuatan adikodrati yang luar biasa seperti mendatangkan kekayaan, melanggengkan jabatan, menolak hujan, dan lainnya.
Museum Keris Nusantara
Museum Keris Nusantara terdiri atas lima lantai. Lantai dasar digunakan untuk parkir kendaraan. Lantai pertama merupakan ruang audio visual. Perpustakaan dan tempat bermain anak di lantai kedua. Ruang diorama di lantai ketiga. Lantai empat digunakan untuk menyimpan keris masterpiece. Lantai lima untuk memajang keris, gamelan, serta diorama. Museum Keris Nusantara mampu menampilkan sekitar 600 keris.
Koleksi Museum Keris Nusantara memang didominasi dengan keris. Meski demikian, senjata tradisional dari daerah lain juga menjadi koleksi di museum tersebut. Selain koleksi-koleksi tersebut, juga disajikan berbagai macam koleksi yang berhubungan dengan keris. Misalnya jejeran keris yang dibuat dari logam, kayu, tanduk atau tulang hewan, gading, serta cula.
Koleksi Museum Keris Nusantara
Koleksi-koleksi di museum bisa diperoleh melalui berbagai cara, di antaranya adalah melalui pembelian, ganti rugi, serta hibah. Pada April 2017 Museum Keris Nusantara tercatat memiliki keris sejumlah 336 koleksi. Jumlah tersebut terus bertambah mengingat banyaknya sumbangan keris dari tokoh-tokoh masyarakat serta instansi pemerintah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, telah menyumbangkan sebanyak 1.121 koleksi keris serta tombak pada Maret yang lalu.
Baca juga: Joko Widodo Meresmikan Museum Keris
Referensi:
Hamzuri. 1993. Keris. Jakarta: Penerbit Djambatan
Buanadjaya, B. Sidartanto. 1977. Keris pusaka: Nilai Historis-Metafisis. Solo: CV. Aneka
Huda, Arief Syaifuddin. 2010. Sejarah Keris. Jakarta: DFS Publisher
Harsrinuksmo, Bambang. 2008. Ensiklopedia Keris. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama