Sawahlunto
Sawahlunto sebagai kota bersejarah memiliki daya tarik tersendiri bukan hanya bagi wisatawan saja tetapi bagi para peneliti khususnya sejarawan, arsitek dan arkeolog. Hal ini menandakan bahwa Sawahlunto memiliki nilai penting ilmu pengetahuan yang terefleksikan dalam tinggalan sumberdaya budayanya. Terkait dengan hal tersebut, akan dipaparkan riwayat penelitian Sawahlunto yang pernah dilakukan. Mengingat kajian ini terkait dengan zonasi kawasan cagar budaya, maka pada paparan selanjutnya akan menguraikan riwayat pelestarian dan pengelolaan di KCB Sawahlunto. Paparan pada bagian ini merupakan hasil penelusuran data pustaka dengan referensi utama pada hasil penelitian Nurcahyo (2015).
Penelitian
Penelitian kesejarahan mengenai Kota Sawahlunto telah dilakukan oleh beberapa orang. Diantaranya Zubir yang mengkaji tentang kehidupan buruh tambang batubara Ombilin Sawahlunto pada kisaran 1891–1927 (Zubir 1995). Tema tentang kesejarahan/historis ditulis oleh Asoka (2005), Suprayoga (2008), Sari (2011), dan Saputra (2012). Asoka dalam bukunya memaparkan kondisi Kota Sawahlunto dulu, kini, dan esok. Sawahlunto sebagai cikal bakal kota yang sekarang ada. Mulai dari pembebasan areal tambang batubara, menjadi kota tambang, dinamika kota tambang pada masa penjajahan, dan meretas jalan bersama Republik Indonesia (Asoka, 2005).
Suprayoga menuliskan tentang identitas Kota Sawahlunto pasca kejayaan pertambangan batubara. Perkembangan kota sangat memberikan pengaruh terhadap identitas kota. Kejamnya aktivitas penambangan batubara digambarkan oleh Erman (2011) dalam bukunya Lorong-Lorong Kelam Perantaian. Sari mengupas tentang pengaruh industri tambang batubara terhadap perkembangan Kota Sawahlunto pada rentang tahun 1891–1935 (Sari 2012). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa industri batubara menjadikan Kota Sawahlunto masuk dalam peta politik Hindia-Belanda yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan kota ini.
Tema budaya yang berhubungan dengan pengelolaan ditulis oleh Erman (2011), Syafril (2011), dan Suprayoga (2008). Erman dalam tulisannya memaparkan bahwa tenun bagi orang Silungkang bukan hanya aktivitas ekonomi semata, tetapi juga sebagai produk kebudayaan. Keduanya telah berjalan seiring dengan perubahan zaman, dan telah menjadi representasi dari identitas yang melekat pada budaya orang Silungkang (Erman 2011:vi). Sebagai kota yang penduduknya heterogen, bahasa yang ada di Sawahlunto mempunyai ciri khusus. Syafril memaparkan bahwa di Sawahlunto tumbuh dan berkembang bahasa Kreol (buruh) sebagai akibat pertambangan di pedalaman Sumatera Barat. Bahasa ini merupakan perkembangan dari campuran bahasa Minang dan Jawa sehingga menghasilkan istilah tertentu (Syafril 2011:11).
Karya tulis ilmiah tentang kepariwisataan ditulis oleh Cherish (2010). Ia mengkaji tentang pengembangan kepariwisataan pasca tambang batubara menuju Kota Sawahlunto sebagai museum hidup. Dia memaparkan bahwa setelah tambang batubara tidak lagi beroperasi, sisa-sisa bangunannya masih dapat dikembangkan sebagai salah satu tujuan wisata dengan mengangkat tema sebagai museum hidup (living monument) (Cherish 2010:vi).
Penelitian lainnya dilakukan oleh Ariman, Parikesit dan Teguh Husodo (2013) dengan tema perencanaan lansekap kawasan bekas lahan tambang batubara di Sawahlunto untuk kawasan wisata alam. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan potensi kawasan bekas tambang sebagai objek wisata alam yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Ekasari Kurniawati (2015) melakukan penelitian mengenai persepsi pengunjung terhadap objek wisata Lubang Tambang Mbah Soero di Kota Sawahlunto. Ia menyimpulkan bahwa pengunjung sudah mengetahui dan mendapatkan gambaran cerita tentang bangunan Lubang Tambang Mbah Soero sebagai bukti sejarah kepedihan orangorang rantai zaman Belanda.
Terkait dengam upaya pelestarian dan pengelolaan cagar budaya di Sawahlunto mulai intensif dilaksanakan sejak 2002 dalam bentuk inventarisasi bangunan warisan Kota Lama Sawahlunto. Penetapan Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya Kota Sawahlunto dilakukan pada 2006 sampai 2010. Penetapan ini dilakukan dalam bentuk penerbitan surat keputusan dan penerbitan peraturan daerah (Perda). Selanjutnya pada 2011 dilakukan penyusunan database cagar budaya Kota Sawahlunto. Hasilnya adalah tersedianya pangkalan data cagar budaya yang ada di Kota Sawahlunto dalam bentuk peta digital.
Perencanaan
Pada 2012 dilakukan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sawahlunto, yang memasukkan upaya perlindungan kawasan cagar budaya dalam perencanaan. Kegiatan inventarisasi cagar budaya Kota Sawahlunto dilakukan kembali pada 2013. Inventarisasi yang dilakukan selain mendata cagar budaya bendawi, juga cagar budaya yang tak bendawi. Pada tahun yang sama telah dibentuk satu kantor untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan pengelola permuseuman dan peninggalan bersejarah. Agar lebih dapat mengembangkan dan memanfaatkan sejarah, serta memajukan kebudayaan dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
Pada 2014 telah dilakukan Penetapan Satuan Ruang Geografis Kota Lama Tambang Batubara Sawahlunto sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional. Penetapan itu berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya Nasional. Dalam KCB Kota Lama Tambang Batubara Sawahlunto terdapat 48 objek bangunan dan situs Cagar Budaya dalam areal seluas 89,71 Hektare. Tersebar pada 4 areal yang menjadi pembentuk spasial karakter Kota Sawahlunto.
Dalam Dokumen Sawahlunto Heritage, yang diterbitkan pada 2012 oleh Kantor Peninggalan Bersejarah dan Permuseuman Kota Sawahlunto bekerja sama Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Prov. Sumatera Barat, Riau, dan kepulauan Riau, diuraikan riwayat pelestarian di KCB Kota Lama Tambang Batubara Sawahlunto. Diawali pendataan bangunan bersejarah Kota Sawahlunto pada 1991 oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Batusangkar wilayah kerja Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau bekerja sama dengan Pemerintah Kota Sawahlunto. Kemudian pada 2003 Pemerintah Kota Sawahlunto bekerjasama dengan Badan Warisan Sumatera Barat untuk menginventarisir Bangunan Cagar Budaya di Sawahlunto.
Secara berkesinambungan Pemerintah Kota Sawahlunto melakukan pengkajian dengan berbagai lembaga dan ahli. Dalam rangka pelestarian dan pemanfaatan Cagar Budaya Kota Sawahlunto. Langkah-langkah itu mendorong dikeluarkannya SK Walikota Nomor 109 Tahun 2006 tentang Penetapan Bangunan, Gedung, Komplek, Bangunan, Situs, Fitur sebagai BCB.
Dalam SK Walikota Sawahlunto Nomor 109 Tahun 2006 tentang Perlindungan, dan SK Walikota Sawahlunto Nomor 84 Tahun 2007 terdapat 68 bangunan/situs yang masuk ke dalam kriteria Benda Cagar Budaya.
Regulasi-regulasi dalam rangka pelestarian di Sawahlunto terus ditingkatkan. Hingga diterbitkannya Peraturan Daerah Kota Sawahlunto Nomor 06 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Benda Cagar Budaya. Juga Peraturan Daerah Kota Sawahlunto Nomor 02 Tahun 2010 tentang Penataan Kawasan Kota Lama.
Pelestarian
Sampai pada 2011 kerjasama BP3 Batusangkar dengan Pemerintah Kota Sawahlunto telah menginventaris 74 Cagar Budaya. Langkah pelestarian terhadap Kawasan Kota Lama Sawahlunto tersebut mulai dilakukan pada 2004 sampai dengan 2013. Berupa pengambilan keputusan terkait kajian pelestarian, perlindungan dan pelestarian bangunan di Kawasan Kota Lama Sawahlunto. Baik aspek hukum maupun teknis pelestariannya.
Beberapa usaha pelestarian yang telah dilakukan antara lain:
- Proyek revitalisasi dan konservasi TAHAP I Tahun 2004–2005.
- Rehabilitasi Instalasi Gawat Darurat RSUD;
- Rehabilitasi Mess Antarsita;
- Rehabilitasi Rumah Jaksa;
- Rehabilitasi Rumah Dokter;
- Konservasi Stasiun Kereta Api menjadi Museum Kereta Api ke II di Indonesia;
- Konservasi kawasan Gudang Ransum/Dapur Umum pekerja tambang menjadi Museum Goedang Ransoeum; dan
- Revitalisasi Taman Segitiga.
- Proyek Revitalisasi dan Konservasi TAHAP II–Tahun 2006.
- Pemugaran fasade bangunan sepanjang koridor Jalan A.Yani (13 unit bangunan);
- Penataan parkir, bangku taman dan tempat sampah di Jl. A. Yani dan Yos Sudarso;
- Lanjutan penataan taman segitiga (penanaman pohon, track refleksi, lampu taman, taman bermain, teater terbuka, kolam, street furniture, atraksi wisata);
- Rehab Bank Mandiri menjadi Pusat Kebudayaan/Gedung Pertemuan Masyarakat;
- Lanjutan pemugaran Gudang Ransum/dapur umum;
- Konservasi rumah Pek Sin Kek;
- Revitalisasi pedestrian sepanjang Jl. A. Yani, Jl. Yos Sudarso dan pelataran plasa Gedung Pusat Kebudayaan;
- Perencanaan Site Plan Museum Tambang;
- Study Perencanaan Museum Tambang;
- Revitalisasi Pemandian Air Dingin Muaro Kalaban menjadi Water Boom;
- Revitalisasi Bekas Tambang menjadi Lapangan Pacu Kuda Tingkat Nasional;
- Revitalisasi Gudang Es, Galeri Melaka dan Ex Heler Gudang Padi (Komplek Gudang Ransum);
- Penataan Ruang Terbuka Terminal dan Pasar;
- Penataan Museum Kereta Api (Parkir, Vegetasi);
- Penataan Lapangan Olahraga dan Taman Bermain; dan
- Pembuatan Jalan Lingkar Utara dan Selatan.
- Proyek Revitalisasi dan Konservasi Tahun 2007.
- Pemugaran Fasade Bangunan Sepanjang Koridor Jalan A. Yani Kota Sawahlunto (17 unit bangunan);
- Pemugaran Rumah Ex Karyawan Tambang sebagai Pilot Project Di Kawasan Tangsi Baru;
- Vegetasi Sepanjang Jalan di Tangsi Baru;
- Perencanaan dan Pembangunan Gedung Info Box;
- Pemugaran Loebang Mbah Soero;
- Perencanaan Gudang Padi menjadi Gedung Iptek Center;
- Perencanaan dan Pembangunan Pelataran dan Pagar Ex Gudang Padi;
- Pembangunan Trotoar dan Lampu Jalan Tangsi Baru;
- Pelataran Museum Goedang Ransum;
- Pemasangan Papan Penunjuk Arah Museum Gudang Ransum; dan
- Pembangunan Musholla Gudang Ransum.
- Proyek Revitalisasi dan Konservasi Tahun 2008.
- Pemugaran Fasade Bangunan Sepanjang Koridor Jalan A. Yani Kota Sawahlunto (7 Unit Bangunan);
- Revitalisasi Gudang Padi menjadi Gedung Iptek Center;
- Pelataran Parkir dan Pagar Iptek Center;
- Perencanaan dan Pembangunan Outdoor Iptek Center;
- Pengaspalan Jalan Tangsi Baru;
- Pelataran Mesjid Agung;
- Pemugaran Daam Sepanjang Jl. Proklamasi;
- Pedestrian Jalan RSUD;
- Penanaman Vegetasi di Sepanjang Jalan RSUD; dan
- Penataan Vegetasi di Terminal dan Pasar.
- Proyek Revitalisasi dan Konservasi Tahun 2009.
- Penataan Kawasan dan Lingkungan Tanah Lapang Subsidi Pemerintah kepada Masyarakat;
- Konservasi Bangunan Ex Paviliun Wanita menjadi Homestay; dan
- Rehabilitasi Gedung Ex Kelurahan Lembah Segar menjadi Souvenir Shop.
- Proyek Revitalisasi dan Konservasi Tahun 2010.
- Lanjutan Penataan Kawasan dan Lingkungan Tanah Lapang berupa Pemberian Subsidi Kepada Masyarakat;
- Konservasi Bangunan Ex Rumah Pengadilan menjadi Homestay; dan
- Pekerjaan Penataan Jalan Pedestrian pada Kawasan dan Lingkungan Tanah Lapang.
- Proyek Revitalisasi dan Konservasi Tahun 2011.
- Lanjutan Penataan Kawasan dan Lingkungan Tanah Lapang berupa Pemberian Subsidi
- kepada Masyarakat;
- Revitalisasi Fasade di Kawasan Pasar Remaja; dan
- Pekerjaan Penataan Jalan Pedestrian pada Kawasan Kota Lama dan Sepanjang DAS Batang Sumpahan dan DAS Batang Lunto.
- Pemugaran Cagar Budaya oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar wilayah kerja Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau
- Pemugaran Stasiun Silungkang (tahun 2007);
- Pemugaran Rumah Pek Sin Kek (tahun 2007);
- Lobang Cemara (tahun 2007);
- Makam (Kerkhoff) Belanda (tahun 2009); dan
- Penjara Bekas Orang Rantai (tahun 2011).
- Penyusunan Dokumen Sawahlunto Heritage. Kantor Peninggalan Bersejarah dan Permuseuman Kota Sawahlunto bekerja sama dengan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar wilayah kerja Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau (2012).
- Penyusunan Guidelines Bangunan dan Perkotaan. Kantor Peninggalan Bersejarah dan Permuseuman Kota Sawahlunto bekerja sama dengan Pusat Studi Konservasi Arsitektur (PUSAKA) Jurusan Arsitektur Universitas Bung Hatta (2013).
- Penyusunan Dokumen UNESCO Kantor Peninggalan Bersejarah dan Permuseuman Kota Sawahlunto bekerja sama dengan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar wilayah kerja Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau (2013).