Jual beli atau transaski perdagangan di Banten sudah menggunakan mata uang sebagai alat pembayaran yang sah. Salah satunya adalah mata uang China yang disebut cash. Mata uang ini lazim digunakan di daerah ini, termasuk pelabuhan-pelabuhan di Jawa. Informasi ini terdapat dalam tulisan Tome Pires. Ia adalah Orang Portugis yang melakukan pelayaran ke Pulau Jawa, termasuk Banten, pada 1513. Sebagai bahan perbandingan waktu itu, setiap seribu cash dapat ditukar dengan 29 kg lada (Hakim, 2013:3).
Jan Jansz Karel, di Banten pada abad ke-16 menceritakan bahwa ia pergi setiap hari ke pasar-pasar untuk membeli lada dengan cash (caxa). Ia menceritakan bahwa harga 58 pon lada besih pada 8 Agustus 1596 di pasar Banten hanya seribu cash. Dampier menceritakan pula tentang penukar uang yang kebanyakan perempuan, yang duduk-duduk di pasar, di sudut-sudut jalan dengan tumpukan uang yang disebut cash yang terbuat dari timah (A.K. Dasgupta, op. Cit, hlm. 82 dalam Poeponegero, 2008:319).
Diberitakan pula oleh Tome Pires bahwa cash adalah jenis mata uang Tionghoa yang dipakai sebagai alat tukar. Mata uang ini bentuknya kecil-kecil dan mempunyai lubang. Beratus-ratus cash diikat dengan benang seperti juga mata uang lainnya yang disebut ceiti. Mata uang Tionghoa cash yang bernilai 1.000 sama nilainya dengan dua pulu lima calais mata uang Malaka. Mata uang tumdaya yang dibuat oleh orang pribumi dari emas yang beratnya delapan mate, sama denga dua belas ribu cash atau sembilan crusado (Portugis) (Armando Cortesao, 1944:181 dalam Candrasasmita, 2009:140).
Mata uang dari Kesultanan Banten kali pertama dibuat sekitar 1550-1596 Masehi. Bentuk koin Banten mengambil pola dari koin cash Cina yaitu dengan lubang di tengah, dengan ciri khas persegi 6 pada lubang tengahnya (heksagonal). Inskripsi bagian muka pada mulanya dalam bahasa Jawa: “Pangeran Ratu”. Namun setelah mengakarnya agama Islam di Banten, inskripsi diganti dalam bahasa Arab, “Pangeran Ratu Ing Banten” ( indocropcircles.wordpress.com)
Sumber:
Lukman Hakim, 2013, Kota Intan yang Tenggelam, Serang: Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang.
Marwati Djoened Poeponegero dan Nugroho Notosusanto, 2008, Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Uka Candrasasmita, 2009, Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta: Gramedia.
https://indocropcircles.wordpress.com/2013/06/21/mata-uang-tertua-di-indonesia
Baca juga:
Sekilas tentang Mata Uang Aceh Sekitar Abad ke-16
Mata Uang dari Dinasti Song Diselundupkan ke Jawa
Negara Pertama yang Mencetak, Mengeluarkan, dan Memakai, Mata Uang Logam