Prasasti-prasasti tentang Subak

0
4885
ilustrasi: Prasasti Panempahan dari Masa Bali Klasik. (Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbali)
ilustrasi: Prasasti Panempahan dari Masa Bali Klasik. (Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbali)

Prasasti Klungkung

Pengelolaan sistem irigasi sering dianggap sebagai salah satu faktor yang meyebabkan munculnya suatu negara. Keterangan tertulis yang tersurat dalam Prasasti Klungkung A yang berasal dari 1072 masehi memuat ungkapan sawah kadandan I kasuwalan rawas.[1] Kata kasuwalan mengingatkan kita pada kata subak saat ini di Bali yakni suatu organisasi dalam bidang pengairan. Jika kata kasuwakan  itu mempunyai arti yang sama dengan pengertian subak, maka ungkapan dalam prasasti tersebut mengandung arti sawah kekauasaan (Senapati) Danda yang terletak di Subak Rawas. Hal ini menunjukkan bahwa organisasi subak telah ada di Bali setidaknya pada abad 11.

Prasasti Manukaya

Infomasi yang menarik dengan air tertulis dalam prasasti Manukaya yang berangka tahun 960. Dalam prasasti itu terdapat informasi bahwa raja Chandrabhayangsingha Warmmadewa memperbaiki tanggul pada sumber mata air di Tirta Empul yang setiap tahun dihanyutkan oleh banjir. Pertanyaan yang timbul, mengapa raja Chandrabhayangsingha Warmmadewa sangat berkepentingan terhadap perbaikan tanggal tersebut.

Apakah kegiatan itu dilakukan untuk kepentingan agama atau irigasi. Hal ini masih belum jelas. Namun perlu diingat bahwa mata air yang berasal dari tirta Empul kini digunakan untuk kepentingan irigasi subak Kumba dan Pulagan yang terletak di desa Pejeng. Kedua prasasti tersebut di atas berasal dari abad 10–11, dan Bali pada waktu itu merupakan kerajaan atau negara yang diperintah oleh dinasti Warmmadewa. Pertanyaan yang segera muncul, apakah organisasi pengairan seperti subak telah ada di Bali pada masa prasejarah atau sebelum terbentuknyan kerajaan?. Hal ini masih belum dapat dijawab secara tuntas.

[1] (Stein Callenfels, 1936:160-162; Goris, 1954:23)

Prasasti Tengkulak

Ketentuan menganai pengambilan air untuk keperluan irigasi yang diperoleh dari desa lain telah diatur dalam beberapa prasasti Bali Kuno. Air sebagai sumber daya alam tampaknya telah dikelola dengan baik pada masa Bali Kuno. Pajak Air (pa air) tersurat dalam prasasti Tengkulak A (Saka 945) dan Klungkung A (Saka 994)[1]. Istilah rotting bañu atau semacam pajak air tersurat dalam prasasti Dawan yang berangka tahun Saka 945 sebagai berikut. Iia. I……..asing gumaway sawah bhatara ya sumahura rotting bañu ma I irikang purusakara[2]. Artinya setiap orang yang mengerjakan sawah milik bhatara (bangunan suci) diwajibkan membayar pajak air 1 masaka kepada petugas (Purusakara).

Prasasti Bangli

Sejumlah nama jabatan yang terkait dengan air juga dijumpai dalam prasasti Bali Kuno. Dalam prasasti Bangli, Pura Kehen B misalnya disebutkan jabatan Samgat Nayaka Air[3] Jabatan Ser Danu tertulis dalam prasasti Trunyan AI yang berangka tahun Saka 813[4]. Hal ini dapat dipahami karena di sekitar desa Trunyan terdapat Danau Batur. Danau Batur merupakan salah satu danau di Bali yang airnya dimanfaatkan untuk kepentingan irigasi

[1] (Ginarsa, 1961:7; Santosa, 1965:181)

[2] (ibid.,:21)

[3] (Goris 1954:105)

[4] (Goris 1954:57)

Lihat juga tentang Irigasi

(Sumber: Sejarah Nasional Indonesia, Jilid II)

Foto: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbali/prasasti-panempahan-dari-masa-bali-klasik/