Tim Ahli Cagar Budaya Nasional berfoto bersama dengan
Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid.
Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan rekomendasi Cagar Budaya yang dinominasikan peringkat Nasional tahun 2016 agar dapat membantu mendorong poros maritim bangsa. Bangsa Indonesia yang merupakan Bangsa Bahari sudah sepatutnya mulai mengarahkan dimensi ke arah kemaritiman pada tahun ini. “Hal ini sejalan dengan rencana mengangkat jalur rempah Indonesia sebagai progam kebudayaan,” ujar Hilmar, pada acara pembukaan rapat Tim Ahli Cagar Budaya Nasional (TACBN) di Tangerang April 2016 lalu.
Diangkatnya poros maritim pada program kerja pemerintah dan didukung dengan kerja kebudayaan dalam bentuk program Jalur Rempah Nusantara ini direkomendasikan oleh Hilmar Farid pada TACBN untuk membuat kajian peringkat nasional terkait Cagar Budaya yang berada dalam jalur rempah. Jalur Rempah Nusantara merupakan jalur perniagaan rempah nusantara antara Eropa dan Cina yang melewati samudra. Sehingga pada kajian penetapan Cagar Budaya peringkat Nasional pada 2016 bisa memasukkan nominasi Cagar Budaya yang menguatkan nilai-nilai kemaritiman Indonesia.
Hilmar mengharapkan hal ini dapat membangkitkan kembali imajinasi masyarakat sebagai bangsa maritim, sehingga dapat membuka ingatan kolektif maritim di masa lalu. Munculnya pemahaman bangsa maritim di masyarakat sama pentingnya dengan penetapan Cagar Budaya peringkat nasional. “Kita hidup di sebuah negeri yang ditaburi Cagar Budaya dari Sumatera sampai Papua,” ujar Hilmar.
Hilmar melanjutkan bahwa penetapan Cagar Budaya peringkat nasional sangat penting bagi bangsa sehingga harus memiliki kualitas dalam penetapannya. Kualitas penetapan suatu Cagar Budaya peringkat Nasional ini diharapkan nantinya dapat menjadi pertimbangan penting bagi masyarakat maupun pihak terkait yang membutuhkan dalam upaya pelestariannya.
Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Harry Widianto pada kesempatan yang sama mengatakan bahwa TACBN bertugas melakukan kajian dan memberikan rekomendasi penetapan Cagar Budaya dan peringkatnya. Namun, eksekusi penetapan tetap dilakukan kepala daerah setempat dalam hal ini bupati dan walikota. Diharapkan ke depan dapat berinteraksi dengan kepala daerah untuk bisa menyelesaikan penetapan Cagar Budaya dengan cepat. “Produk kegiatan ini adalah selesainya penetapan yang sudah ditandatangani,” ujar Harry.
Pada 2016, TACBN tak hanya ingin menyelesaikan target 30 Cagar Budaya namun akan siap untuk mengkaji 90 objek Cagar Budaya bangsa Indonesia. Cagar Budaya ini tidak hanya benda namun juga bangunan, struktur, situs, maupun kawasan Cagar Budaya yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu, pada tahun 2013 hingga 2015 TACBN telah menetapkan 64 Cagar Budaya peringkat Nasional. (Desse Y.)