Surianty Liu/Liauw Chun Wai, Koreografer dan Duta Seni Tari Indonesia

0
3768

Penerima Anugerah Kebudayaan Kategori Pencipta, Pelopor, dan Pembaru 2016. Surianty Liu adalah figur wanita Indonesia yang menjadi teladan bidang seni tari yang disegani di kawasan Asia Tenggara. Ia sudah mampu membawakan berbagai seni tari dari yang sebelumnya dikenal hanya pada wilayah nasional, bahkan lokal, kini berbagai tarian itu sudah menembus dunia internasional. Itu semua tidak dapat dipisahkan dari sosok Surianty Liu yang senantiasa aktif, bahkan rela mengeluarkan uang dari koceknya sendiri untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke ranah global. Tanpa henti, ikhtiar itu terus dilakukannya hingga saat ini.

Ketika ditemui di rumahnya di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Surianty Liu tampak begitu ramah dan sangat akrab. Meski baru pertama kali bertemu dengannya, akan tetapi suasana hangat begitu memancar dari dirinya. Meski sudah lama tinggal di Hongkong, kebiasaannya berbusana kebaya sebagai bentuk kecintaannya kepada Indonesia masih terus ia lakukan sebagai bentuk kesetiaan pada Tanah Airnya.

Surianty Liu, yang juga dikenal dengan nama Liauw Chun Wai, sejak kecil sudah menampakkan bakat tarinya yang luar biasa. Pada dekade 1950-an sampai 1960-an, ia sudah berkeliling bukan saja di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri—terutama Asia Timur dan Eropa Timur—mewakili pemuda Indonesia untuk tampil dalam rangka memperkenalkan seni budaya Indonesia. Tercatat antara lain pada 1957 ikut ambil bagian pada Festival Pemuda Sedunia (World Youth Festival) di Moskow. Dan, pada 1959, ia kembali mewakili Indonesia dalam misi pertukaran seni budaya di Singapura. Ia sempat mengajar beberapa waktu di sana dan berjasa mengembangkan seni tari Malaysia.

new-picture-1Sukses besarnya diperolehnya dalam menata tari untuk pementasan Ugnayan 82 di Pusat Kebudayaan Filipina. Karyanya ini dinilai sebagai salah satu pergelaran terbesar dalam hal tarian-tarian rakyat setempat. Sebagai seorang penari, peneliti, penata tari dan cendekiawan, figur Surianty Liau merupakan figur teladan dalam bidang budaya seni tari, bukan hanya di Hongkong, tetapi juga di Asia. Ada satu hal positif yang dimiliki Surianty Liau. Selain keramahan dan kecintaan yang tinggi kepada Indonesia, ia juga memiliki etos belajar yang tidak pernah padam. Ia belajar balet melalui Elsi Tjiok Lim dan So Nie Goh. Untuk tarian Sumatera ia menimba ilmu dari Saugi Bustami dan Sofyan Naan. Melalui Nyonya Adnan, ia belajar jenis tarian istana Malaysia. Bersama Nyonya Adnan yang ahli tarian Malaysia tersebut, Surianty Liu mulai menciptakan kreasi-kreasi baru pada rangkaian tarian rakyat Malaysia. Tidak cukup sampai di situ, ia sempatkan pula mengunjungi Bali dan belajar tarian khas daerah setempat di bawah bimbingan Nyoman Kaller. Ia datangi pula Filipina guna mempelajari empat aliran utama jenis tari-tarian di sana. Ia juga aktif mempelajari dan melakukan penelitian terhadap jenis tarian-tarian klasik dan tarian-tarian rakyat di Thailand.

Pada 1980, Surianty Liu bersama beberapa pecinta seni tari lainnya mendirikan South East Asia Dance Troupe, yang bertujuan mempromosikan keindahan seni tari Asia Tenggara dan mengungkapkan serta mengembangkan ciri-ciri setempat dengan cara belajar, meneliti dan membuat penemuan baru, dari bahan-bahan yang terkumpul. Sejak awal grup ini berdiri, Surianty duduk sebagai direktur didampingi oleh To Siu Leung dan Madam Chauw Ming selaku wakil direktur. Pada 1985, grup tari ini didaftarkan sebagai grup tari non-komersial.

“Tari adalah suatu media komunikasi tertua, tanpa memperhitungkan bangsa dan ras. Karena itulah kegiatan utama grup kami titik-beratkan pada pertukaran kesenian dan kebudayaan dengan negara-negara lain. Sambil menggelar pertunjukan di Filipina, Singapura dan Indonesia, kami juga banyak belajar dari artis-artis dan grup-grup tari setempat,” tutur Surianty Liu ketika menggambarkan tentang tujuan mulia dari seni tari.

new-picture-2Dengan tujuan seperti inilah, pada tahun 1983, South East Asia Dance Troupe sengaja mengunjungi Guangdong Dance and Song Academy untuk mempelajari tari-tarin China. Pada tahun 1985, dipimpin langsung oleh Nyonya Liu, panggilan Surianty, mereka dapat berpartisipasi pada Asean Conference on Indigenous Folk Media di Manila. Ia juga pernah diundang antara lain oleh Perkumpulan Penari China cabang Guang Dong, Kementerian Kebudayaan Singapura, dan pimpinan Persekutuan Teater Nasional Singapura untuk memimpin seminar, lokakarya dan beberapa peragaan. Sebagai timbal balik, Surianty Liu dan grupnya mengundang pula penari-penari terkenal dari beberapa negara untuk memberi ceramah, mengajar atau menata tari, antara lain Wu Xiao Bang, Xu Shu Ying, Zhu You-Xia dan Zheng Yung dari Cina; David Picken dan Tina Young dari Inggris, Lee Shu Fen dari Singapura, Wu Ching Chuen dari Indonesia; dan Larry A Gabao dari Filipina.

South East Asia Dance selalu aktif berpartisipasi pada berbagai aktivitas seni tari yang diselenggarakan oleh pemerintah dan organisasi-organisasi setempat. Sebuah tarian China hasil kreasi mereka, Legenda Pei Pa (the Second of Pei Pa) dari Paviliun Filipina memenangi hadiah pertama pada Lomba Tari Terbuka  XI. Banyak jenis karya tari Indonesia, Filipina dan China yang mereka kembangkan, yang kemudian berhasil memenangi hadiah. Pada tahun 1984, mereka diundang The Urban Council untuk membawakan tari-tarian bersama dengan grup-grup tari internasional terkenal di Texas, Hawai, Beijing dan London pada Festival Tari Remaja Internasional. Mereka menggelar pertunjukan di panggung-panggung terbuka yang diorganisasi Federasi Tari Hongkong. Surianty Liu sendiri berada di belakang itu semua.

Setiap suskes tentu diraih tidak mudah, akan selalu ada darah atau keringat yang bercucuran. Sebagai semua grup tari amatir, mereka dihadapkan pada berbagai hambatan, terutama yang menyangkut tempat dan waktu latihan. Untuk mengatasi hal ini, Surianty Liu  membentuk Lembaga Tari Rakyat Asia, dengan jadwal latihan lebih teratur. Dan, pada Februari 1987, lembaga ini bergabung dengan Pusat Balet M.M. Chau dan kemudian berubah nama menjadi Lembaga Balet dan Tari Rakyat Asia dengan studi baru di Prince Edward Road. Lambat laun lembaga ini pun terus tumbuh besar, sehingga berbagai jenis tarian yang ditawarkan kepada masyarakat Asia terus tumbuh dan para peminatnya pun meningkat.

Kiprah Surianty Liu yang begitu kuat dalam dunia tari tak terlepas dari kecintaannya kepada seni tari sejak kecil.  Ia bercerita bahwa seni tari itu merupakan hidup dan matinya. Seni tari itu sudah mendarah daging, yang memang sudah terbentuk sejak bertahun-tahun. Ketika masih kanak-kanak, ia pernah belajar seni tari di Jakarta. Surianty kecil sangat cepat sekali menguasai pelajaran. Dia begitu cepat mengikuti petunjuk gurunya. Itu juga yang membuatnya menjadi “istimewa” di hadapan guru-gurunya. Bakat alamnya terus tumbuh seiring dengan bertambahnya usia. Dalam waktu tiga tahun belajar tari, ia sudah berhasil memeragakan banyak jenis tarian. Jika ada perayaan di sekolahnya, sudah pasti ia akan menjadi idola untuk tampil di hadapan kawan-kawannya.

new-picture-3Selama tujuh tahun ia berada di sekolah menengah pertama dan  atas, kedewasaannya sebagai penari memercikan harapan dan optimisme bahwa Indonesia memiliki anak terbaik bangsanya yang punya keahlian menari. Ia telah menjadi sosok inspiratif bagi banyak kalangan. Muridnya pun tersebar di mana-mana, baik di Malaysia, Hongkong, Singapura dan negara-negara lainnya. Surianty kini terus bertransformasi menjadi sosok guru yang begitu dicintai anak-anak muridnya. Ke mana pun ia pergi, yang ia suarakan adalah keindahan seni tari. Satu hal yang tak pernah berubah pada sosok ini, yaitu kecintaannya kepada Indonesia. Meski ia sudah hidup lama merantau di negeri orang, ia tak pernah lupa tanah asalnya, bahkan jauh di luar sana ia aktif menampilkan keindahan seni tari Indonesia yang belum banyak dikenal kalangan internasional.

Biodata:

Nama               : Surianty Liu/Liaw Chun Wai

Profesi             : Koreografer, Duta Seni Tari Indonesia

Asal                 : Hongkong/DKI Jakarta

Penghargaan:

Anugerah Kebudayaan 2016 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk Kategori Pencipta, Pelopor dan Pembaru