PETRUS JOSEPHUS ZOETMULDER, Salah satu penerima Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma

0
1910

Notice: Trying to get property 'roles' of non-object in /home/website/web/kebudayaan.kemdikbud.go.id/public_html/wp-content/plugins/wp-user-frontend/wpuf-functions.php on line 4663

DSC_2959

Kemauan dan niatnya yang sungguh–sungguh telah mengantarkan sosok Petrus Josephus Zoetmulder kelahiran Utrecht, Belanda pada tanggal 29 Januari 1906 dan meninggal di Yogyakarta, 8 Juli 1995. Ia lebih dikenal dengan Romo Zoet adalah seorang ilmuwan, peneliti sastra Jawa Kuna yang sejati dan tangguh, serta njawani. Melalui ketekunan, bakat, dan kecerdasannya serta perasaan kejawaannya berhasil menuntaskan karya besarnya, yaitu Kamus Jawa Kuna, Manunggaling Kawula Gusti, dan Kalangwan. Ia tinggal dan menetap di pastoran Kemetiran lebih dari 9 tahun, Karya–karyanya tersebut menjadi gerbang bagi para peneliti sastra Jawa Kuna dari dalam dan luar negeri untuk menelusuri lebih dalam tentang khazanah sastraJawa Kuna.

Jasa Romo Zoet, yang telah menjadi Warga Negara Indonesia sejak 13 Maret 1951,dalam menyingkap tabir sastra Jawa Kuna telah melampaui orang–orang Jawa kebanyakan di zamannya. Tingkat kesulitan yang dihadapinya dalam mengumpulkan naskah dan microfilm di Universitas Leiden, berhasil diatasi untuk mengupas kehidupan empu dan karya–karya sastra Jawa Kuna ke dalam Kalangwan. Melalui karyanya itu Romo Zoet berhasil menghimpun dan mengkaji karya satra Jawa Kuna sebagai warisan budaya takbenda yang takternilai. Di dalam karya itu termuat pandangan tentang ketuhanan, politik, masyarakat, maupun hubungan asmara pada masyarakat Jawa Kuna, baik dalam bentuknya yang tersurat maupun tersirat.

Hampir sepertiga usianya didedikasikan untuk menyusun Kamus Jawa Kuna-Indonesia yang sekarang menjadi rujukan penting bagi penelitian sastra Jawa Kuna. Kamus tersebut terbit dalam dua edisi, yaitu edisi Bahasa Inggris (1982) dan edisi Bahasa Indonesia(1995). Jasanya tidak berhenti dalam pembuatan buku, Romo Zoet juga aktif memperkenalkan sastra Jawa Kuna di forum internasional sebagai pembicara dengan menekankan pentingnya sastra Jawa Kuna yang mengandung nilai–nilai fiolosofis kehidupan masyarakat Jawa pada masa lampau, yang dapat diwariskan untuk kehidupan saat ini bahkan untuk kehidupan di masa datang.

Meski terlahir di negeri Belanda namun jiwa dan raga Romo Zoet seakan telah diserahkan sepenuhnya kepada tanah Jawa. Ia rela menanggalkan kewarganegaraan Belanda, dan meletakkan jiwa raganya untuk Indonesia, lebih spesifik lagi Yogyakarta yang konon sangat cocok dengan perasaan kejawaannya. Bahkan pada batu nisannya tertulis kalimat dalam bahasa Jawa Kuna yang diambil dari Kakawin Sumanasantaka, pupuh XXVIII bait 11: “Wiku haji jěněkangheringśūnya” yang artinya “Pendeta Raja dengan nyaman bersemayamkan di ketiadaan.” Bagi beberapa orang yang sempat mengenalnya, sikap dan perilaku Romo Zoet sangat njawani bahkan melebih orang Jawa asli. Ia kerap kali menggunakan bahasa kramainggil untuk berkomunikasi dengan mahasiswanya.

Kecintaan Zoetmulder pada sastra Jawa Kuna tidak terlepas dari peranJ. Willekens S.J, yang menyarankan Zoetmulder untuk mempelajari filsafat dan bahasa Jawa Kuna; C.C. Berg yang membantu bahkan menjadi promoter dalam studi Bahasa Jawa Kuna. Saat ia mengajar di AMS Yogyakarta, beberapa muridnya menjadi tokoh yang juga sangat dikenal dalam bidang humaniora, yaitu Koentjaraningrat, Soekmono, dan Supomo. Dalam konteks inilah, peran Romo Zoet dalam bidang pendidikan tak dapat diabaikan, ia memiliki kepedulian dalam membuka dan mengembangkan program studi sastra di Universitas Gajah Mada.

Jenjang karier Romo Zoet dalam bidang pengajaran dimulai tahun 1926 sebagai Pengajar di Seminari Menengah Yogyakarta dan pada tahun 1940 sebagai Dosen Filsafat, Kesusastraan Timur, kebatinan dan Islam di di Seminari Tinggi Yogyakarta. Tahun 1949 diangkat menjadi Dosen Bahasa dan Sastra Jawa Kuno, di Universitas Indonesia. Puncak karier diraih ketika dikukuhkan sebagai Guru Besar di UGM dalam bidang bahasa dan sastra Jawa Kuno.

Sebagai pendidik ia dikenal sebagai pribadi yang menyenangkan, penuh perhatian kepada mahasiswa. Romo Zoet rela meninggalkan sesaat pekerjaaan menulisnya jika ada mahasiswa yang ingin berdiskusi tentang ilmu sastra atau tentang sastraJawa. Meskipunreputasi internasional sudah disandang, ia tetap rendah hati dan selalu berbagi ilmu di berbagai kesempatan. Beberapa muridnya memberikan kesaksian jika mengajar satu bait puisi dapat memakan waktu hingga 2 jam, karena Zoetmulder menjelaskan kata per kata hingga ke akar kata. Bagaimana sebuah kata lahir dan makna filosofi apa yang di kandung sebuah kata baginya penting untuk dijelaskan kepada mahasiswa.

Selain sebagai peneliti dan pendidik,menjadi pastur juga merupakan impian Romo Zoet. Sejak duduk di bangku Gymnasium (semacam SMU) College Kanisiusia sudah memimpikan hal tersebut. Memasuki usia senja, Romo Zoet, menghabiskan sisa waktu di kediamannya yang sekaligus sebagai perpustakaan di Yogyakarta. Mengabdi pada bidang penelitian adalah garishidup yang sudah ditorehkan. Romo Zoet menghembuskan nafas terakhir di RS. Panti Rapih Yogyakarta, pada 8 Juli 1995, setelah menderita sakit. Dua buku karangan Romo Zoet yang belum sempat dituntaskan, merupakan saksi bisu, bagaimana dedikasi dan integritas Petrus Josephus Zoetmulder dalam penelitian sastra Jawa Kuna tidak perlu diragukan lagi.

Kini kuburan Romo Zoet berada di pemakaman gereja Muntilan, Kabupaten Magelang di atas gundukan tanah Jawa. Seluruh koleksi buku milik Romo Zoet dihibahkan ke Perpustakaan Pascasarjana, Universitas Sanata Dharma dan menjadi sumber referensi penting yang sangat berharga. Sebagai bentuk apresiasi kepada Romo Zoet, perpustakaan tersebut diberi nama “Artati”,yaitu nama samara Romo Zoet. Meskipun telah pergi selama-lamanya, namun ilmu pengetahuan yang ditinggalkannya tak akan pernah “membeku”. Berkat Romo Zoet, dunia memahami akan pentingnya sastra Jawa Kuna.