Dedi Mulyadi, Menduniakan Purwakarta yang Berbasis Kearifan Lokal

0
2408

Penerima Anugerah Kebudayaan  Kategori Pelestari 2016. Dedi Mulyadi saat ini (2016) adalah bupati Purwakarta, dilantik pertama kali pada 13 Maret 2008 untuk masa bakti 2008-2013. Sebagai petahana, pada Pilkada 2013 ia kembali terpilih untuk periode 2013-2018, berpasangan dengan Dadan Koswara. Sebelum jadi bupati, Dedi Mulyadi tercatat sebagai anggota DPRD Kabupaten Purwakarta (1999-2003), lalu terpilih menjadi wakilbupati Purwakarta periode (2003-2008) mendampingi Lily Hambali Hasan. Ketika terpilih sebagai wakil bupati. Dedi Mulyadi baru menginjak usia 32 tahun.

Dedi Mulyadi dikenal sebagai seorang pemimpin muda usia yang berkarakter, cerdas, visioner dan teguh pada komitmen. Saat terpilih sebagai bupati Kabupaten Purwarakta (2008), dia masih tergolong muda (37 tahun) untuk sebuah jabatan yang cukup tinggi tersebut. Dedi yang kala itu tercatat sebagai bupati termuda, kelahiran Subang 12 April 1971, punya visi membangun Purwakarta menuju digjaya berbasis kearifan lokal.

Salam sampurasun dibuat mendunia oleh Dedi ketika memperkenalkannya di Markas PBB di New York, Amerika Serikat, 15 Agustus 2015. Sebelum pidato di acara International Young Leaders Assembly (IYLA) tersebut, Dedi mengucapkan salam itu di depan sekitar 1.000 peserta dari 90 negara. Ia diundang ke forum bergensi dunia tersebut, untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman terkait kepemimpinan anak muda dalam konteks kebudayaan, tentu karena kiprah dan sumbangsihnya selama menjadi bupati.

“Generasi muda boleh menguasai teknologi, tapi tidak boleh meninggalkan budaya,” katanya di hadapan para anak muda calon pemimpin dunia sebagaimana dikutip VOA.

Beberapa waktu yang lalu, masyarakat di Kabupaten Purwakarta tengah disibukan dengan menghias gapura dan lampu untuk menyambut hari jadi ke-185 tahun Kota Purwakarta atau 45 tahun untuk Kabupaten Purwakarta. Bahan untuk membangun gapurapun seragam: semua terbuat dari anyaman bambu dan kayu yang sudah dibentuk menjadi peralatan masak. Salah satunya adalah boboko, atau bakul tempat nasi. Boboko itulah yang saat ini sedang diangkat oleh Kang Dedi,sapaan akrab Dedi Mulyadi, sebagai ikon “Purwakarta Berkarakter”.

Dedi Mulyadi sebagai Bupati Purwakarta telah mengeluarkan kebijakan agar para warga menghias daerah tempat tinggalnya dengan tujuh macam aksesoris yang terbuat dari bambu, seperti cetok (caping), boboko (bakul nasi), hihid (kipas), aseupan (tempat menanak nasi), nyiru, kentongan, dan ruas beas perelek. Barang-barang itu masing-masing memiliki makna sehingga perlu diangkat alias  diperkenalkan kembali kepada masyarakat.

Saat ini Dedi Mulyadi memang sedang memasyarakatkan boboko. Boboko adalah salah satu kerajinan bambu berupa bakul nasi, peralatan rumah tangga berbahan anyaman bambu. Ini merupakan bagian dari idenya bagaimana membuat kearifan lokal meng-global. Juga tentang “kampung gaul”, kampung yang difasilitasi internet.

isi “Purwakarta Berkarakter” itu dijabarkannya dalam misi: (1) mengembangkan pembangunan berbasis religi dan kearifan lokal, yang berorientasi pada keunggulan pendidikan, kesehatan, pertanian, industri, perdagangan dan jasa; (2) mengembangkan infrastruktur wilayah yang berbasis nilai-nilai kearifan lokal dan berorientasi pada semangat perubahan kompetisi global; (3) meningkatkan keutuhan lingkungan baik hulu maupun hilir, fisik maupun sosial; dan (4) mengembangkan struktur pemerintahan yang efektif, yang berorientasi kepada kepuasan pelayanan publik, mengembangkan potensi kewirausahaan birokrasi yang berorientasi kemakmuran rakyat.

Dedi Mulyadi tak pernah berhenti mengangkat tradisi dan budaya Sunda sampai ke ujung dunia. Baru-baru ini Kabupaten Purwakartakembali memecahkan rekor dunia pengucapan salam Sunda “sampurasun” dan memukul kentongan dengan peserta terbanyak, lebih dari 57.000 orang.“Sampurasun” merupakan salam orang Sunda, yang memiliki arti doa dan permomohon maaf untuk menyempurnakan sebuah pertemuan dengan sesama. Adapun kentongan atau kohkol adalah alat pukul yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk menjalankan rutinitas meronda untuk menjaga lingkungan dari gangguan keamanan alias siskampling. Tidak hanya itu, kentongan selalu digunakan sebagai ‘alarm’ untuk mengumpulkan massa di suatu tempat.

Menurut Dedi MUlyadi, sesungguhnya semangat ini sejalan dengan visi pembangunan Presiden  Joko Widodo. “Dalam salam sampurasun ada semangat saling menghargai dan toleransi. Bayangkan saja, orang baru ketemu tapi minta maaf. Tapi, ya, itulah orang Sunda. Itu cara mereka meraih kesempurnaan hidup. Sementara kohkol atau kentongan memiliki nilai gotong royong, meronda sama-sama, siskamling bareng-bareng. Bahkan di Purwakarta kohkol ini menjadi tempat untuk beras perelek. Setiap rumah punya satu, diisi beras satu genggam setiap hari,” ujar Dedi Mulyadi melengkapi obrolan kami.

Biodata

Nama                     : Dedi Mulyadi

Lahir                       : 11 April 1971

Pekerjaan               : Bupati Purwakarta

Keahlian/Bidang      : Melestarikan Kebudayaan Sunda

Penghargaan

Penghargaan dari Federasi Teater Indonesia, 2015

Penghargaan dari Komnas HAM, 2016

Karier        

Anggota DPRD Purwakarta, 1999-2003

Wakil Bupati Purwakarta Periode 2003-2008

Bupati Purwakarta Periode 2008-2013

Bupati Purwakarta Periode 2013-2018

Organisasi

Sekretaris KAHMI Purwakarta (2002)

Ketua Umum HMI Cabang Purwakarta (1994)

Senat Mahasiswa STH Purnawarman Purwakarta (1994)

Wakil Ketua DPC FSPSI (1997)

Sekretaris Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Textil, Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia

(PP SPTSK KSPSI) (1998)

Wakil Ketua GM FKPPI Tahun (2002)

Ketua PC Pemuda Muslimin Indonesia (2002)