Upacara Buka Luwur Kyai Ageng Pantaran Sebagai Aset Pariwisata

0
936

Upacara Buka Luwur Kyai Ageng Pantaran Sebagai Aset Pariwisata

Oleh: Moertjipto

 

Upacara tradisional Buka Luwur di Candisari, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali sampai sekarang ini masih diupayakan untuk dilestarikan oleh masyarakat pendukungnaya. Nampaknya penyelenggaraan upacara tersebut mempunyai makna dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Pada umumnya masyarakat masih menganggap bahwa upacara yang setiap tahun dilaksanakan, dapat dijadikan sarana untuk mengadakan pendekatan kepada Tuhan, leluhur dan roh halus.

Aktivitas upacara dapat dipandang sebagai usaha masnusia untuk menyembadani antara “dunia atas” dan “dunia bawah”, yaitu antara Tuhan, para leluhur dan manusia. Mereka mengadakan pendekatan melalui sesaji dengan segala perlengkapannya supaya maksudnya tercapai. Menurut mereka Tuhan, para leluhur, roh halus dapat memberikan keselamatan dan perlindungan kepada manusia yang ditinggalkannya. Namun dengan adanya perkembangan jaman yang semakin maju pola berpikir mereka lambat laun mengalami perubahan. Perubahan tadi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pengalaman yang diperolehnya selama ini. Dengan adanya perkembangan jaman, fungsi dari upacara tradisionalpun mengelami perubahan atau pergeseran nilai yang semula bersifat religius menjadi alat kebutuhan yang bisa mendatangkan keuntungan. Apalagi pemerintah sedang menggalakkan bidang periwisata, sudah barang tentu pelaksanaan upacara akan mengalami perubahan yaitu untuk menunjang pariwisata yang nota bene akan meningkatkan pendapatan daerah.

Seperti diketahui bahwa upacara tradisional yang telah lama dihayati bersama oleh masyarakat pendukungnya yang dijadikan landasan untuk berpeilaku. Setelah dikemas menjadi aset pariwisata, hendaknya perubahan yang bertujuan untuk menarik penonton jangan sampai menghilangkan struktur upacara yang ada. Sebab upacara tersebut banyak mengandung norma-norma atau pedoman hidup bagi masyarakat tersebut. Sebaiknya dalam perubahan tadi hendaknya hanya sekedar menambah bentuk keindahan supaya lebih diminati oleh para penonton. Sedangkan hal-hal yang masih bersifat sakral tetap dipertahankan, karena di dalamnya mengandung makna yang dalam bagi kehidupan masyarakat.

Selengkapnya: Patra-Widya, Vol. 6 No. 3, September 2005.