Silek, Garak Garik Pandang Kutiko, Dimintak Baru Dibari, Sia Mulai Sia Kanai (7)

0
1986
Gerak buka langkah dalam aliran silek 'kumango'. Silek ini berkembang di Kabupaten Solok Selatan. Foto. Marbun

Garak garik pandang kutiko, dimintak baru dibari, sia mulai sia kanai- gerak (bathin) gerik (gerak fisik), pandang sakutiko (segera), diminta baru diberi, siapa memulai dialah yang dikenai. Ungkapan tersebut mengandung makna bahwa jika tidak ada garak (aksi) maka tidak ada pula garik (reaksi), seorang haruslah arif dengan situasi dan kondisi, serta sabar sehingga tidak memulai konflik dengan mendahului menyerang karena dalam silek Minangkabau berlaku bahwa orang yang menyerang lebih dahulu justru akan mendapat cidera lebih dahulu atau mengalami kekalahan.

Disigi dalam bahasa Minangkabau, garak (gerak) itu adalah kemampuan membaca, mencium bahaya (insting) sesuatu akan terjadi. Contohnya seorang pesilek bisa merasakan ada sesuatu yang akan membahayakan dirinya. Garik (gerik) adalah gerakan yang dihasilkan (tindakan) sebagai antisipasi dari serangan yang akan datang. Sehinga dua elemen tersebut, yakni garak dan garik harus dipahami dengan baik oleh seorang pasilek.

Garak garik pandang kutiko, teliti mengamati gerak lawan, termasuk gerak pandang sudut mata, meneliti dengan mata lahir, memastikan ketelitian dengan mata batin.

Baca juga: Silek, basilek di rumah gadang kok mancak di ilaman

Menurut Agoes Tri Mulyono dan kawan-kawan (2012 : 80 dan 84) seorang pasilek selain mampu menguasai jurus ia juga harus mampu menguasai elakan (tangkisan) dari serangan lawan. Jurus-jurus serta elakan yang diajarkan pada perguruan silek pada umumnya mengambil makna gerak mengikuti alam dan perilaku kehidupan manusia. Penciptaan jurus untuk menyerang lawan dan elakan di perguruan silek tradisional banyak mempergunakan makna filosofi gerak melalui membaca alam lingkungan dan kehidupan sekitarnya. Misalnya makna elakan yang diajarkan perguruan silek Kumango mengandung nilai-nilai kehidupan yang sangat bijaksana. Seorang pasilek tidak hanya diajarkan dan dilatih jasmaninya untuk menjadi sehat dan kuat, tetapi secara bathin juga diberi sentuhan pemaknaan kecerdasan emosi dan spiritual yang baik.

Kalau kita pahami dengan baik, bahwa basilek menampilkan garak garik anggota tubuh atau jasmani, dan ini merefleksikan  bagaimana kemampuan kematangan dalam membaca tanda dan isyarat yang dimunculkan oleh lawan basilek. Kematangan membaca garak garik  – gerak lebih jelas dan kentara dan gerik lebih halus- lawan di lahirkan juga dalam bentuk garak dan garik silek yang bersifat antisipatif. Meskipun kita tidak dapat menafikan dalam aliran silek yang sama, garak  relatif sama dan garik yang mungkin berbeda, tergantung kedalaman ilmu silek yang dimiliki oleh seseorang.  Bukan berhenti disitu saja, garak garik antisipatif bisa dimaksudkan sebagai upaya merapikan pertahanan, mencari peluang, serta menemukan titik lemah dari lawan.

Menurut Hasanadi- peneliti di Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat bahwa seseorang pandeka dalam silek (orang yang berilmu sangat mumpuni dalam silek) relatif tidak memilih bagian mendahului menyerang, karena menyerang berarti membuka peluang bagi lawan untuk menjatuhkan dan akhirnya bisa meraih sebuah kemenangan. Namun seorang pandeka memilih bersabar menunggu, bersiap atas segala kemungkinan serangan, lahir dan bathin. Serangan lawan merupakan bentuk permintaan yang menghendaki pemberian, bisa baik dan mungkin juga bisa bersifat buruk bagi pihak lawan.

Kita sering mendengar ungkapan, sia mulai sia kanai, sia malalah sia patah– dalam persoalan ini perlu kesabaran. Ungkapan ini juga mengisyaratkan kepada kita perlu kesabaran untuk istiqomah dalam kesabaran. Tidak sabar, dikendalikan kesombongan serta nafsu untuk mengalah justru akan menjadi bumerang.

Bahkan dalam prinsip silek, bersabar menunggu dalam basilek  bukan refeksi kefasifan, apalagi ketakutan. Bersabar dalam basilek lebih merupakan bukti kematangan sekaligus kekuatan seseorang pandeka dalam mengendalikan emosi, kemudian menampilkan garak serta garik yang baik.

Kesabaran sangat dituntut dalam prinsip silek apalagi perkelahian, perkelahian sangat dihindari baik perkelahian antara satu sasaran-seperguruan maupun diluar sasaran-perguruan. Mereka yang tergabung dalam satu sasaran-perguruan diharuskan membina suatu ikatan solidaritas. Sebuah ikatan yang dibingkai oleh nilai-nilai persaudaraan secara lahir dan bathin.

Di kekinian prinsip garak garik pandang kutiko, dimintak baru dibari, sia mulai sia kanai semestinya penting kita terapkan terutama dalam kehidupan kita. Kita perlu  arif dengan situasi dan kondisi serta sabar sehingga tidak memulai konflik dengan mendahului menyerang, orang yang menyerang lebih dahulu justru akan mendapat cidera lebih dahulu. Ada makna dan nilai yang perlu direnungkan kembali bahwa untuk menghindar dari serangan musuh kita perlu dan bijaksana dan menghindari untuk menyerang. Bersambung…

Penulis: Undri, peneliti di Balai Pelestarian Nilai Buaya Sumatera Barat

Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Padang Ekspres pada 19 September 2018.