Beranda blog Halaman 24

Perekaman Masyarakat Jawa Kabawetan

0
Buruh petik sedang bekerja, Foto. Firdaus

Kepahiang – Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat melaksanakan perekaman aktivitas sejarah dan budaya di Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu. Perekaman kali ini mencoba mengungkap sejarah masyarakat Jawa di Kecamatan Kabawetan. Proses pengambilan gambar dilakukan pada 21-26 Agustus 2017.

Perekaman sejarah dan budaya merupakan kegiatan rutin BPNB Sumatera Barat untuk mendokumentasikan aktivitas sejarah dan budaya dalam bentuk video. Nantinya hasil dari perekaman ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi generasi muda terkait pengalaman masyarakat kita pada masa lalu dalam membangun sejarah dan peradaban bangsa.

Buruh petik, Foto. Firdaus

Pada tahun 2017, kegiatan perekaman mencakup tiga wilayah kerja BPNB Sumatera Barat yakni Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Khusus Provinsi Bengkulu perekaman dilakukan di Kabupaten Kepahiang yakni masyarakat Jawa di Kecamatan Kabawetan.

Alasan pemilihan lokasi ini dimaksudkan untuk mendokumentasikan sejarah masuknya masyarakat Jawa ke Sumatera khususnya ke Kabupaten Kepahiang dan berperan dalam membangun kebudayaan dan peradaban melalui keterlibatan masyarakat dalam perkebunan teh sebagai sumber penghasilan utama.

Masyarakat Jawa di Kecamatan Kabawetan merupakan masyarakat yang berkontribusi besar dalam membangun Kepahiang menjadi wilayah yang maju seperti sekarang. Kedatangan mereka ke kecamatan kabawetan telah membawa warna tersendiri dalam banyak sektor seperti ekonomi, kebudayaan, sosial dan pemukiman.

Pemukiman masyarakat Jawa di Kecamatan Kabawetan telah terbentuk sejak berdirinya perkebunan teh pada 1912. Proses migrasi mereka tidak lepas dari kebutuhan mendesak perusahaan akan tenaga kerja. Untuk kebutuhan tersebut perusahaan mendatangkan para pemuda-pemudi dari Pulau Jawa yang siap dipekerjakan di perkebunan dengan sistem kontrak. Mereka disebut juga dengan istilah koeli kontrak.

Para buruh pemetik teh sedang menunggu penimbangan hasil kerja, Foto. Firdaus

Beberapa wilayah yang menjadi pemasok tenaga kerja berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah serta Jawa Timur. Kedatangan masyarakat Jawa ke Kabawetan telah mengubah beberapa hal di Kabupaten Kepahiang seperti wilayah pemukiman mereka yang dinamai dengan nama-nama Jawa seperti Kampung Bogor, Kampung Bandung dan Kabawetan. Kentalnya identitas yang mereka bawa membuat nama-nama itu mereka gunakan dalam pemukiman baru mereka.

Ketua perekaman Rahma Dona menyatakan bahwa kegiatan perekaman masyarakat Jawa di Kabawetan merupakan lanjutan dari kegiatan penelitian pada masyarakat yang sama dua tahun yang lalu. Hal ini karena dua tahun lalu masyarakat Jawa telah diteliti tentang sejarah migrasinya oleh salah seorang peneliti BPNB Sumatera Barat.

Harapannya dengan adanya perekaman ini, maka akan menghasilkan dokumentasi sejarah migrasi masyarakat Jawa di Kecamatan Kabawetan secara utuh.

Asesmen Pegawai di BPNB Sumbar Berlangsung Lancar

0
Pelaksanaan Asesmen

Padang – Pelaksanaan asesmen pegawai di Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat berlangsung lancar. Asesmen yang dilaksanakan selama empat hari berturut-turut dari Senin (24/7) sampai Kamis (27/7) tidak mengalami gangguan berarti dan berlangsung sesuai rencana. Tempat pelaksanaan asesmen diadakan di ruang sidang BPNB Sumbar dan diikuti sebanyak 20 pegawai dari fungsional umum.

Pelaksanaan asesmen pegawai merupakan arahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mendapatkan data informasi kompetensi dan potensi diri pegawai negeri sipil di Lingkungan Kemendikbud dengan menggunakan instrumen tertentu. Asesmen ini sendiri diwajibkan kepada PNS/CPNS dengan jabatan fungsional umum/pelaksana dan minimal pendidikan SLTA sederajat. Asesmen dilaksanakan secara daring dengan materi psikotes.

Adanya asesmen maka akan dapat mengetahui kompetensi dan potensi diri pegawai, membantu dalam rencana peningkatan karir PNS, membantu mendapatkan pengembangan sesuai kebutuhan serta membuka kesempatan terpilih dalam pembinaan kader potensial.

BATOMBE: Tradisi Berbalas Pantun di Minangkabau*

0
Batombe

Penulis: Firdaus Marbun

Batombe

Salah satu kesenian tradisional yang cukup populer dalam masyarakat Minangkabau adalah Batombe. Kesenian ini merupakan bentuk seni berbalas pantun dengan diiringi alat musik rabab. Dimainkan oleh dua orang laki-laki dan perempuan, atau berkelompok. Para pemain disebut dengan pendendang. Biasanya pendendang utama merangkap sebagai pengiring. Dendangan pantun dalam kesenian batombe biasanya merupakan ungkapan perasaan dan cerita perjalanan hidup seperti cinta, sedih, semangat dan lain-lain. Pantunnya mengandung kata kiasan dan melepaskan hasrat hati.

Lahir dan berkembang pada masyarakat Nagari Abai, Kabupaten Solok Selatan, batombe hampir sama dengan kesenian berpantun di daerah-daerah lain. Jika di Palembang dan Bengkulu kita mengenal kesenian berpantun dengan istilah Batang Hari Sembilan, Gitar Tunggal atau Rejung, maka kesenian berpantun di Sumatera Barat dikenal dengan kesenian batombe.

Secara sekilas perbedaan utama diantara kesenian berpantun tersebut ada pada alat musik pengiringnya. Pada kesenian rejung dan batang hari sembilan, alat musik pengiringnya adalah gitar sehingga kesenian tersebut seringkali disebut dengan gitar tunggal karena biasanya hanya menggunakan satu gitar. Sementara kesenian batombe menggunakan rabab sebagai pengiring. Namun dalam hal dendang menggunakan media yang sama yaitu pantun. Pantun tersebut mengandung cerita-cerita kehidupan sehari-hari seperti percintaan, kesedihan, pembangkit semangat dan nasihat.

Secara asal kata, batombe berasal dari kata ‘ba’ dan ‘tombe’. ‘ba’ pada bahasa Minangkabau merupakan awalan kata sedangkan ‘tombe’ berarti pantun. Sehingga batombe sama dengan berpantun. Sesuai dengan namanya, kesenian berpantun ini dilaksanakan dengan cara berbalas pantun antar individu dan antar kelompok. Tombe sendiri dalam bahasa abai mempunyai tiga makna: 1) tiang atau tegak, 2) musyawarah atau mufakat, 3) bersatu. Dengan adanya tombe ini, masyarakat menjadi bersatu, bekerjasama manjapuik baban nan jauah, pambao baban nan barek (menjemput beban yang jauh, pembawa beban yang berat. Jadi esensi dari berbalasan pantun (batombe) pada hakikatnya dalam rangka manjapuik baban nan barek (Refisrul dan Rismadona 2016, 51).

Kesenian Batombe

Tidak ada yang tahu pasti kapan tradisi ini muncul. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat tradisi ini muncul pada saat gotong royong membangun rumah gadang/masjid. Pada masa lalu gotong royong memang kerap dilakukan baik dalam pembangunan kampung/nagari, pembangunan rumah gadang serta pembangunan masjid.  Konon, disaat warga sedang mengambil kayu ke hutan untuk keperluan tiang, ada satu ketika kayu yang sudah ditebang tidak bisa diangkat bahkan sama sekali tidak bisa digeser. Berbagai usaha telah mereka lakukan, kayu tersebut tetap tidak bisa diangkat.

Dalam kondisi putus asa, tiba-tiba para perempuan yang memang bertugas untuk menyiapkan bekal mencari cara untuk memberi semangat kepada kaum pria yang sedang susah payah mencari cara untuk memindahkan kayu. Lalu secara spontan mereka mulai berpantun yang kemudian dibalas oleh para pekerja pria. Dalam sahut-sahutan pantun tersebut, kemudian tanpa disadari kayu yang tadi tidak bisa digeser kemudian sedikit demi sedikit bergeser dan bisa dipindahkan ke lokasi pembangunan rumah. Demikian selanjutnya balas pantun berkembang dalam berbagai kegiatan-kegiatan bersama hingga akhirnya menjadi satu tradisi dalam perhelatan-perhelatan.

Kesenian batombe umumnya dilaksanakan untuk mengisi berbagai acara perhelatan. Pihak yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan tentu orang yang punya acara. Pemilik acara ini disebut dengan sipangkalan. Sipangkalan bertanggungjawab mempersiapkan segala pertunjukan mulai dari tempat pelaksanaan, mengundang warga, dan membicarakan izin dan teknis pelaksanaan dengan penghulu. Sipangkalan juga menentukan pendendang serta menyiapkan peralatan yang dibutuhkan. Biasanya melibatkan warga kaum dengan sepengetahuan penghulu. Untuk memastikan segalanya berjalan lancar, persiapan dimulai sejak jauh-jauh hari. Dimulai dengan rapek awak, mengundang rajo tigo selo, alim ulama, cerdik pandai untuk meminta izin. Pertemuan disebut dengan duduak urang tuo.

Dalam pelaksanaan, biasanya para pendendang tidak mempunyai panduan atau teks pantun tapi mengalir dengan spontan. Iringan musiknya juga cenderung monoton. Satu hal yang menarik dari kesenian ini adalah lantunan pantun yang seringkali menggambarkan keadaan faktual sehingga penikmat suka betah berlama-lama menyaksikannya. Kesenian batombe juga sering melibatkan orang lain atau penonton dalam balas pantun.

Tidak ada batasan usia untuk bisa menjadi seorang pendendang. Dari remaja hingga orang tua, jika punya persediaan pantun yang banyak bisa menjadi pendendang. Tidak juga ada pendidikan khusus untuk bisa menjadi seorang pendendang. Dendang batombe biasanya dipelajari dari kebiasaan seseorang menonton pertunjukan batombe dan mencoba mempraktekkannya. Belajar lebih banyak dilakukan melalui kegiatan-kegiatan batombe dalam perhelatan-perhelatan. Sementara pemain musik atau pengiring biasanya terbatas pada laki-laki karena lebih familiar pada alat musik.

Kini batombe telah berkembang dalam berbagai acara seperti perkawinan, pembangunan rumah, memasuki rumah, batagak penghulu dan menyambut tamu. Perkembangan juga diikuti modifikasi assesories dan musik pengiring disesuaikan dengan kondisi masyarakat terkini dan keinginan para penikmatnya. Fungsi untuk membangkitkan semangat pada masa lalu juga berkembang ke arah hiburan masyarakat. Pantun batombe juga semakin beragam mengikuti kemajuan zaman.

*Artikel ini telah dimuat di Harian Singgalang rubrik Bendang pada 16 Juli 2017.

Dabuy

0
Salah satu peserta Dabuy dari Sanggar Teratak Tempati mempertunjukkan kebolehannya pada acara Baretong di nan Tarang Pesisir Selatan, 22 April 2017, Foto. Firdaus

Meraih Rezeki Melalui Dunia Maya*

0
Jpeg

Penulis: Ernatip

Kemajuan teknologi modern terutama bidang komunikasi sangat dirasakan oleh masyarakat pada saat ini. Berbagai informasi dengan mudah didapatkan baik diakses secara langsung maupun melalui tuturan orang-orang di sekelilingnya. Informasi yang didapatkan itu di satu sisi sangat menguntungkan, tetapi di sisi lain juga ada mudaratnya.

Manfaatkanlah kemajuan teknologi itu untuk meningkatkan taraf hidup, mencerdaskan generasi penerus, dan bersaing secara profesional. Berbagai kemudahan dapat dirasakan oleh banyak orang tidak mengenal batas ruang dan waktu,  usia, jenis kelamin, status sosial dan lainnya. Kemajuan teknologi modern bidang komunikasi ini menjadi peluang emas bagi orang-orang yang kreatif sehingga ia dapat menjadikannya sebagai ladang usaha tanpa harus hilir mudik sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu.

Pada masa kini kebanyakan orang berkomunikasi melalui media sosial, berbagai hal dapat mereka cari melalui media sosial yang tersedia. Misalkan saja para pelajar – siswa – mahasiswa ataupun ilmuan lainnya kesulitan dalam mengerjakan PR/tugas, mereka sudah bisa mencarinya melalui internet yang sekarang lazim disebut dengan istilah “tanya sama bang google”, “bang google yang paling tahu semuanya”. Di sini terlihat bahwa bang google menjadi andalan yang dapat menyelesaikan masalah.

Tidak itu saja. Di media sosial tersedia berbagai aplikasi yang membuat orang semakin mudah dalam melakukan berbagai pekerjaan sehingga dalam waktu yang singkat dapat diselesaikan. Hal ini tentunya tidak semudah yang dibayangkan melainkan memerlukan kesungguhan belajar agar mampu mengoperasikan aplikasi-aplikasi tersebut. Tingkat kesulitan tiap-tiap aplikasi berbeda-beda sehingga membuat orang belajar secara terus menerus.

Melalui media sosial banyak keuntungan yang diperoleh terutama bagi orang yang mempunyai kepedulian terhadap lingkungan seperti yang dilakukan oleh para pelaku bisnis di berbagai usaha. Biasanya orang seperti ini selalu tahu apa-apa saja yang dibutuhkan oleh lingkungan di mana ia berada atau yang sedang trendy ditengah masyarakat sehingga peluang ini menjadi lahan baginya untuk memasarkan produk-produk yang dibutuhkan itu. Mereka ini termasuk rajin, kreatif dan percaya diri (PD) dengan apa yang ia lakukan seperti menawarkan barang atau jasa melalui berberapa situs/akun seperti di facebook, instagram, WA, dan lainnya.

Mereka mempunyai keyakinan bahwa  tawaran mereka akan mendapat respon dari khalayak ramai. Dalam rangka mempromosikan barang ditampilkan sedetailnya mulai dari bahan, cara penggunaan, ukuran, warna, cara pengiriman, cara pembayaran dan lainnya sehingga para peminat mendapatkan kejelasan tentang barang tersebut.   Hal seperti ini sangat dirasakan saat ini betapa banyak penawaran berbagai produk melalui media sosial karena kebanyakan orang pada masa kini menggunakan media sosial dalam berbagai hal kepentingan, dengan demikian pemasaran aneka produk menjadi luas. Pengguna media sosial saat ini tidak saja di kalangan kaum elit, pengusaha, mahasiswa/pelajar tetapi hampir tidak ada batas berdasarkan status sosial, pekerjaan dan lainnya.

Dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat bahwa hampir semua orang menggunakan media sosial (terutama HP) untuk memudahkan berkomunikasi baik yang mempunyai kesibukan di luar rumah maupun yang menetap di rumah (seperti orang tua-tua/lanjut usia). Mereka ini menggunakan media sosial mungkin hanya sebatas untuk berkomunikasi dengan anak/saudara terutama yang berada jauh dari lingkungannya (merantau).

Berdagang melalui media sosial (secara online) begitu gencar terjadi saat ini, penjual dan pembeli tidak pernah bertemu tetapi hubungan mereka akrab, saling berkomunikasi (chatting), waktu dan tempat tidak mengikat bisa kapan saja asalkan paket data tetap tersedia, sinyal pun mendukung. Menjalankan bisnis (berjualan)  melalui media sosial mempunyai banyak keuntungan, memberi peluang kerja bagi orang lain seperti yang terlihat sekarang betapa banyak banyak tenaga kerja penjual jasa yang terekrut dari usaha bisnis online  misalnya sebagai pengantar barang ke alamat pembeli atau sebaliknya dari distributor ke agen pengiriman barang.

Selain itu tenaga lain juga diperlukan seperti tenaga packing, penerima order, chek persediaan,  penerima transfer pembayaran dan banyak lagi sehingga satu usaha kecil saja (misalnya industri rumah tangga) bisa mempekerjakan sekurang-kurangnya 3 -5 orang apalagi bila orderan sedang banyak. Jenis barang yang dijual melalui media sosial tidak terbatas tetapi yang terlaris saat ini adalah peralatan fashion seperti tas, sepatu, kosmetik, pakaian, begitu juga peralatan rumah tangga dan lainnya.

Pada masa kini belanja secara online sedang trendy, banyak produk fashion, peralatan rumah tangga, peralatan elektronik dijual secara online, tidak perlu ke pasar, ke toko untuk mendapatkan peralatan tersebut cukup melalui telepon selular (HP), cari berbagai penawaran dan jika berminat bisa langsung dipesan. Beberapa hari kemudian pesanan datang melalui jasa pengiriman.

Jadi jangan heran pada masa kini hampir setiap hari dilihat jasa pengiriman barang hilir mudik ke kantor-kantor maupun ke rumah-rumah mengantarkan paket. Di selala-sela pekerjaan di kantor  karyawan/pegawai pun bisa berbelanja begitu juga ibu-ibu rumah tangga di selala-sela kesibukannya mengurus rumah juga bisa berbelanja.

Begitu juga sebaliknya, bila ada produk-produk hasil karya sendiri atau orang lain yang akan dijual juga bisa dilalukan secara online tanpa meninggalkan tempat tugas. Artinya di sini bahwa media sosial tidak hanya media pertemanan saja melainkan juga sebagai media tukar menukar barang dan jasa. Selain itu melalui media sosial orang pun banyak mendapatkan informasi tentang peluang kerja di berbagai perusahaan, bisnis berbagai peralatan dan lainnya, bahkan kini di instansi pemerintah penerimaan pegawai dilakukan secara online termasuk pelaksanaan seleksi. Begitu juga penerimaan murid baru juga dilakukan secara online, jadi kini semuanya sudah serba online.

Mencermati sikap masyarakat masa kini dari sisi perilaku yang serba online ada nilai-nilai karakter yang dapat ditrasformasikan seperti nilai kreatif, jujur, menghargai prestasi, dan bersahabat. Nilai-nilai itu tercermin dari proses pengenalan produk, berlangsungnya transaksi hingga barang sampai ke konsumen/pengguna. Pada tahap pengenalan produk pihak produsen hendaklah memberikan informasi yang jujur tentang produk tersebut. Jika disertai dengan foto hendaklah sesuai dengan aslinya, jangan terlalu dipoles, maklum kecanggihan peralatan kini bisa merubah penampilan. Tampilan yang menarik memang sangat dibutuhkan agar para konsumen menaruh minat untuk memilikinya.

Untuk menarik konsumen banyak cara yang bisa dilakukan, di sinilah perlunya kreatif,  imajinasi untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Sebaliknya konsumen juga perlu jujur dengan dirinya sendiri apakah memang barang tersebut yang ia butuhkan, terpengaruh oleh penampilan sehingga membeli barang yang memang belum/tidak dibutuhkan. Sebelum mengambil keputusan untuk membeli maka konsumen juga dianjurkan untuk selektif terhadap produk tersebut, jika perlu dicari informasi lain sehingga ada pembanding. Hal ini sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya masalah kemudian yang disebabkan oleh kurang/tidak cocok dengan yang dibayangkan sebelumnya.

Selain itu nilai menghargai prestasi juga tercermin pada tahap pengenalan produk yakni produk yang ditawarkan itu betul-betul memberi manfaat bagi pengguna, untuk kemudahan, praktis, hemat dan lainnya. Sebaliknya konsumen pun juga memberikan respon misalnya suka, bagus, hebat dan lainnya walaupun produk itu belum dibutuhkannya. Hal ini adalah sebagai bentuk ungkapan penghargaan terhadap karya orang lain. Selanjutnya bila telah terjadi chatt seperti tersebut, maka secara tidak langsung telah terjalin hubungan persahabatan walaupun tidak bertatap muka.

Hubungan persahabatan ini tidak hanya sesaat adakalanya berlangsung secara terus menerus, apalagi bila ada produk baru terus diinformasikan sehingga berlangsung tanpa hentinya.  Di saat akan berlangsung transaksi juga perlu ada kejelasan cara pembayaran, alamat, jaminan barang tidak cacat diterima oleh pengguna dan lamanya proses pengiriman. Ini sangat diperlukan agar tidak terjadi masalah yang berakibat adanya chatting  yang kurang pantas, mengundang amarah karena kecewa. Begitu juga setelah barang diterima juga ada informasi sebagai bentuk kerjasama yang baik.

Kemajuan teknologi modern telah banyak memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat, terutama dalam upaya pengembangan usaha. Muncul berbagai ide yang dapat menunjang keberlangsungan kehidupan. Di sini terlihat adanya inovasi baru dalam dunia perdagangan. Pada masa dahulu orang berjualan perlu tempat peragaan barang, gudang, pelayan, kurir dan lainnya. Kemudian dalam proses jual beli terjadi tawar menawar dan transaksi secara langsung.

Akan tetapi saat ini cukup hanya dengan menawarkan melalui beberapa situs/akun yang sedang populer di masyarakat. Dengan adanya berbagai kemudahan akibat dari kemajuan teknologi modern pada saat ini hendaknya dapat menjadikan bangsa ini semakin memilik karakter yang baik. Bersifat jujur dalam segala hal meskipun melalui perantara.  Jujur pangkal dari segalanya oleh sebab itu sifat jujur perlu ditanamkan dalam diri masing-masing. Senantiasalah memberi penghargaan atas prestasi orang, mengakui kelebihan orang dan binalah terus hubungan persahabatan meskipun tidak  bertatap muka secara langsung

[Penulis adalah Peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat]
*Artikel ini telah dimuat di Harian Singgalang Rubrik Bendang pada 9 Juli 2017

Melihat Lebih Dekat Orang Lintang di Kabupaten Empat Lawang

0
Efrianto

Empat lawang merupakan salah satu kabupaten di provinsi Sumatera Selatan. Terdapat di Kaki Gunung Dempo dan didiami oleh beberapa etnis lokal seperti Lintang, Pasemah, Kikim, Musirawas serta etnis pendatang seperti Jawa dan Sunda. Sebagian dari penduduk masyarakat Empat Lawang tinggal di sepanjang jalur jalan lintas tengah Sumatera.

Menurut Efrianto, terdapat kesepakatan tidak tertulis bagi para pemakai jalan untuk menghindari wilayah lintas tengah pada malam hari khususnya untuk kendaraan pribadi dan truk. Hal ini terkait dengan tingginya angka kriminalitas di jalur tersebut.

Efrianto menambahkan bahwa tingginya kriminalitas lebih disebabkan karena kurangnya pemahaman anak bangsa terhadap keanekaragaman. Bahwasannya antara satu suku bangsa dengan suku bangsa yang lain tidak saling mengakui dan memahami. Selain itu, kekerasan menjadi salah satu cara menunjukkan eksistensi dan luapan ketidakmampuan dalam bersaing dengan suku bangsa lain.

Jika merujuk ke Kabupaten Empat Lawang, etnis Lintang merupakan suku paling dominan di daerah tersebut. Suku Lintang mendiami 4 Kecamatan yakni Lintang Kanan, Ulu Musi, Padopo dan Talang Padang. Suku Lintang juga memiliki peran menentukan dalam banyaknya tindak kekerasan di daerah tersebut baik sebagai pemicu maupun sebagai pencegah. Orang Lintang merupakan suku bangsa yang turun dari gunung Dempo di Kota Pagaralamdan berasal dari sub atau bagian Pasemah (basemah), seperti halnya juga lematang dan Lembak.

Berdasarkan latar belakang di atas, Efrianto mencoba mengangkat penelitian tentang suku Lintang di Kabupaten Empat Lawang. Ia dan tim yang beranggotakan Undri, Ernatip dan Rismadona bermaksud mengkaji etnis Lintang dalam perspektif sejarah dan budaya.

Melalui kajian ini diharapkan dapat menjelaskan kepada seluruh anak bangsa tentang bagaimana kehidupan masyarakat Lintang dan sejauh mana mereka mempertahankan tradisi dan budaya yang mereka miliki serta pengaruh apa yang menjadikan kekerasan sebagai ekspresi diri terhadap persoalan yang mereka hadapi.

Beberapa hal yang menjadi fokus penelitian adalah sejarah terbentuknya suku Lintang, jalur migrasi dan struktur masyarakat serta pelaksanaan adat dan budaya pada masyarakat Lintang.

Menggali Sejarah dan Budaya Masyarakat Patomuan Kabupaten Pasaman

0
Nagari Patomuan, Foto. Hariadi

Patomuan adalah sebuah perkampungan di dalam hutan lindung Pasaman, Kabupaten Pasaman Sumatera Barat. Secara administratif Patomuan merupakan satu jorong dari nagari Muaro Sungai Lolo Kecamatan Mapattunggul Selatan. Akses menuju Patomuan sangat tidak mudah, hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki atau perahu.

Sejak lima tahun belakangan perhatian pemerintah untuk pembangunan perkampungan Patomuan khususnya dan Nagari Muaro Sungai Lolo semakin intens. Beberapa perkembangan nyata juga diraih seperti sarana transportasi, jalan, jembatan dan bantuan perahu sebagai alat transportasi. Sisi-sisi jalan di Nafari juga sudah dibeton. Terdapat sarana penerangan melalui pembangkit listrik mikro hidro, walaupun belum memenuhi seluruh kebutuhan keluarga.

Berbagai fenomena yang ada di Patomuan telah menarik perhatian Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat untuk mengkaji lebih dalam terkait keberadaan kampung tersebut khususnya terkait aspek sejarah dan budayanya. Penelitian ini nantinya akan dipimpin oleh Hariadi yang beranggotakan Seno, Silvia Devi dan Yulisman.

Berbagai pertimbangan sebagai dasar pemilihan lokasi oleh tim peneliti tersebut antara lain: Patomuan merupakan perkampungan tuo di tengah hutan Pasaman. Perkampungan ini telah dihuni dalam rentang waktu yang cukup lama yang dibuktikan dengan keberadaan rumah gadang di tengah perkampungan. Rentang waktu yang cukup panjang mulai dari proses perpindahan generasi awal sampai saat ini tentu saja menyimpan sejarah yang menarik untuk diungkapkan.

Selain itu, posisi perkampungan tuo Patomuan hingga kini masih terisolir dan minim pengaruh dari luar. Hariadi berasumsi bahwa kurangnya pengaruh luar membuat budaya mereka tidak banyak terpengaruh budaya luar. Terakhir, dipercaya bahwa nagari Patomuan menyimpan banyak kearifan lokal sebagai hasil terjemahan menjalani kehidupan sehari-hari di tengah hutan. Mungkin saja salah satunya pengelolaan hutan.

Penelitian ini dimaksudkan dapat mengungkap budaya asli masyarakat setempat secara etnogradi, termasuk sejarah asal-usul perkampungan, adat dan tradisi masyarakat yang berkembang, serta tradisi keagamaan dan hukum adat yang berlaku.

Melihat Suku Anak Dalam di Dharmasraya

0
Rois L. Arios

Salah satu penelitian yang akan dilaksanakan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat pada 2017 adalah Suku Anak Dalam (SAD). SAD merupakan istilah yang dipakai untuk menyebutkan sekelompok orang yang bermukim dan memenuhi kebutuhan hidupnya dari hutan. Penelitian ini dilaksanakan oleh Rois L. Arios beserta Seno, Ernatip serta Efrianto.

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Dharmasraya dimana terdapat komunitas SAD. Berdasarkan pundi Sumatera tahun 2016 terdapat tiga kelompok utama SAD yang disebut dengan rombong yakni: rombong bujang rendah (bermukim di hutan sikabau), rombong marni (bermukim di hutan bulangan) dan rombong panyiram (bermukim di hutan Nagari Salamu Kecamatan IX Koto).

Secara administratif SAD tidak memiliki catatan kependudukan. Walau demikian, pada pemilihan umum 9 april 2014 sebanyak 19 warga SAD sudah ikut memilih (Adha, 2015). Mereka tidak punya tempat tinggal dan hidup berpindah-pindah. Ketika pindah, warga rombong hanya akan membawa perlengkapan seadanya seperti periuk atau panci sederhana, pakaian seadanya (umumnya kain panjang), dan anak-anak dibiarkan tanpa baju atau hanya menggunakan kain cawat (Rois).

Alasan kepindahan mereka adalah untuk mencari sumber pangan. Belum ada diantara mereka yang mengolah lahan untuk pertanian atau memelihara ternak untuk konsumsi sehari-hari. Hutan mereka jadikan sebagai tempat mencari nafkah, mendidik anak untuk mampu bertahan dengan lingkungan hutan baik dalam makanan, kesehatan, melahirkan, tempat tinggal dan semisal mungkin untuk berinteraksi dengan masyarakat luar. Namun,Tidak sedikit juga kelompok SAD yang sering dijumpai di jalanan sekitar Kabupaten Dharmasraya, bahkan pernah diberitakan ada yang sampai berjalan sampai ke Kota bukittinggi dan Kota Padang.

Tinggal dan berkembang di hutan tentu memerlukan pemahaman dan pengetahuan tentang hutan sebagai pemukiman mereka. Keterbatasan fasilitas, membutuhkan pengetahuan agar bisa tetap bertahan. Pengetahuan ini merupakan proses enkulturasi yang secara terus-menerus mereka lakukan sepanjang usia mereka. Dengan gambaran ini proses enkulturasi secara khusus diawali sejak seseorang tersebut baru lahir. Anak yang baru lahir akan dipersiapkan untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan sosial dan lingkungan alamnya. Untuk itu si anak selalu mendapat pendidikan melalui pengasuhan yang dilakukan oleh orang tuanya atau lingkungan sosialnya.

Alasan tersebutlah yang mendorong Rois, dkk untuk mendalami kehidupan Suku Anak Dalam bisa tetap eksis dengan berbagai keterbatasan. Beberapa pertanyaan penelitian yang diajukan diantaranya bagaimana konsep warga SAD terhadap anak, bagaimana pola pengasuhan anak pada warga SAD dan bagaimana konsekuensi pola pengasuhan anak tersebut dengan kondisi lingkungan alam dan sosial saat ini.

Mengenal Sultan Alam Bagagar Syah

0
Jpeg

Penulis: Undri*

 

Dalam sejarah Minangkabau, posisi Sultan Alam Bagagar Syah cukup unik selain sebagai keluarga Raja Pagaruyung juga pernah menandatangani surat “penyerahan” beberapa daerah di Minangkabau kepada Belanda-tepatnya tanggal 10 Februari 1821. Peristiwa itupula yang menjadi ganjalan sehingga sampai hari ini belum dilekatkan sebagai pahlawan nasional.

Kendati belum menjadi pahlawan nasional banyak diantara kita yang belum tahu kiprah tokoh ini secara jelas. Tumpuan kejelasan tidak terlepas dari jiwa zamannya (tijdgebundent dan cultuurgebundenheid), yang mencerminkan sikap dan perbuatan serta nilai yang dipancarkannya.

Sultan Alam Bagagar Syah sendiri-nama aslinya sesuai dengan stempel atau cap kerajaan adalah Sultan Tunggal Alam Bagagar Ibnu Khalifatullah – lahir di Pagaruyung Luhak Tanah Datar pada tahun 1789. Tidak diketahui secara pasti tanggal kelahirannya. Ayahnya Yamtuan Sultan Abdul Fatah adalah Raja Alam Pagaruyung dengan gelar Daulat Yang Dipertuan Sultan Alam Muningsyah II dan sekaligus memangku Raja Adat Pagaruyung dengan gelar Daulat Yang Dipertuan Sultan Abdul Jalil I. Sedangkan ibunya Yang Dipertuan Gadih Puti Reno Janji adalah Yang Dipertuan Gadih Pagaruyung ke XI.

Dalam buku Perjuangan Sultan Alam Bagagar Syah dalam Melawan Penjajah Belanda di Minangkabau pada Abad ke-19 (2016), Penulis sendiri salah seorang yang menulis buku tersebut menjelaskan  tokoh ini menarik untuk diungkapkan karena keterlibatannya dalam berbagai dinamika percaturan gerakan dalam memimpin negeri, menciptakan kestabilan politik, dan akhirnya menentang kedatangan Belanda melalui reaksi, protes, bekerjasama dengan Belanda, dan penolakkan terhadap penjajahan Belanda di Minangkabau.

Berbicara tentang perjuangannya dalam menciptakan kondisi keamanan, mengerakkan masyarakat Minangkabau untuk mengusir Belanda, dan memajukan masyarakat Minangkabau merupakan periode sejarah yang menarik perhatian, karena terjadinya pertentangan antara Kaum Adat dan Kaum Agama yang sangat hebat di Minangkabau pada awal abad ke-19. Masing-masing kelompok memiliki tujuan dan sasaran tersendiri dalam memajukan masyarakat Minangkabau. Keinginan untuk memajukan agama di satu pihak dan adat serta tradisi pada pihak yang lain. Semangat yang dimiliki oleh Sultan Alam Bagagar Syah, Raja Alam Minangkabau bersama masyarakat tidak ternilai harganya. Melalui kebijakan yang sangat hati-hati dan berisiko tinggi, Sultan Alam Bagagar Syah berhasil melawan pemerintahan Belanda tanpa merusak tradisi adat dan agama.

Bahkan dalam perjuangannya Sultan Alam Bagagar Syah tidak pernah konfrontasi dengan Kaum Agama, apalagi dengan para penghulu atau Kaum Adat. Ia membina hubungan baik dengan semua lapisan atau unsur “Tungku Tigo Sajarangan” atau “Tali Tigo Sapilin” di Alam Minangkabau. Taktik Sultan Alam Bagagar Syah tersebut adalah upaya untuk mengerakkan massa, merebut kekuasaan, mempertahankan, dan mengusir Belanda di Minangkabau.

Goresan akan perjuangan Sultan Alam Bagagar Syah terjadi ketika pada tanggal 10 Februari 1821, Belanda berhasil memperdaya dan memaksa para penghulu dan para bangsawan di pedalaman Minangkabau supaya menyerahkan beberapa daerah kepada Belanda. Sultan Alam Bagagar Syah sebagai keluarga Raja Pagaruyung yang masih muda menyikapi politik Belanda itu dengan hati-hati bahkan ikut menandatangani surat penyerahan tersebut.

Sikap itu diambilnya dengan tujuan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban, karena kondisi Minangkabau ketika itu sangat tidak aman, dalam perbedaan faham antara Kaum Adat dan Kaum Agama. Namun kedua golongan ini menyadari juga bahwa musuh yang sebenarnya adalah kehadiran penjajah Belanda di Alam Minangkabau, sehingga mereka bersatu untuk mengusir penjajah Belanda.

Bagaimana kita menyikapi hal tersebut apakah Sultan Alam Bagagarsyah pro kepada Belanda dengan menandatangai surat penyerahan tersebut atau sebaliknya. Sebuah peristiwa yang harus dilihat dari perspektif sejarah. Cara kerja ilmu sejarah bertumpu pada pertama heuristic, mencari dan menemukan sumber-sumber sejarah atau pengumpulan sumber, Kedua, kritik menilai otentik atau tidaknya sesuatu sumber dan seberapa jauh kredibilitas sumber. Ketiga, sistesis dari fakta yang diperoleh melalui kritik sumber atau disebut juga kredibilitas sumber, dan  keempat, penyajian hasilnya dalam bentuk tertulis.

Sebagai sebuah dokumen memang telah dijumpai tentang surat penyerahan tersebut, dan kemudian analisa terhadap surat tersebutpun bermunculan. Seperti dalam buku Rusli Amran Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta : Sinar Harapan, 1986 : 540-626.menjelaskan penyerahan Minangkabau kepada Belanda oleh Sultan Alam Bagagar Syah merupakan sandiwara yang diatur oleh Belanda sendiri karena Belanda memerlukan alasan untuk menguasai Minangkabau dengan mengunakan orang Minangkabau pula.

Kalau kita analisa dan interpretasikan sesuai dengan jiwa zamannya (tijdgebundent dan cultuurgebundenheid) bahwa  sikap yang diambil oleh Sultan Alam Bagagar Syah merupakan bagian dari komponen penting yang berusaha mengusir penjajahan Belanda baik secara langsung maupun tidak langsung, mengangkat derajat kaum atau etnis, dan mengisi kemerdekaan. Bukanlah berarti ia pro Belanda, melainkan suatu taktik untuk mengetahui kekuatan Belanda dan ia lebih leluasa dalam mengkoordinir semua kekuatan yang terdapat dalam masyarakat Minangkabau.

Peranannya dalam melawan Belanda di Minangkabau memberi dampak yang besar bagi masyarakat Minangkabau, Sumatera Barat, dan beberapa daerah lain di sekitarnya, seperti Provinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, dan Aceh. Wilayah tersebut berhubungan dengan kekuasaan Kerajaan Pagaruyung. Disamping itu kekuasaan Pagaruyung juga menjangkau beberapa bagian wilayah Nusantara lainnya. Keturunan dari Raja-raja Pagaruyung banyak yang bermukim dan berkembang di Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Banten, Brunei Darusallam, Negeri Sembilan Malaysia, dan lain sebagainya.  Ketokohannya telah mencakup wilayah yang sangat luas, sehinga ia dikenal dan dihormati oleh masyarakat lainnya.

Nilai-nilai perjuangan yang telah dilakukan oleh Sultan Alam Bagagar Syah sangat besar artinya bagi Indonesia. Kebesaran namanya telah menjadi pemicu semangat bagi masyarakat dalam membangun negeri ini. Ia adalah raja yang melawan Pemerintah Hindia Belanda. Perjuangannya memberi dampak positif bagi masyarakat, terutama bagi generasi muda dalam menumbuhkembangkan nilai-nilai dan semangat kejuangan dalam menjaga keutuhan negara Republik Indonesia. Perjuangan Sultan Alam Bagagar Syah yang mengorbankan harta benda dan jiwanya dapat dijadikan sebagai teladan dalam mengisi kemerdekaan ini, terutama dalam memupuk rasa nasionalisme, kesatuan dan persatuan bangsa, serta rasa bangga sebagai bangsa Indonesia yang merdeka.

Terlepas dari sikap pro dan kontra Sultan Alam Bagagar Syah terhadap Belanda merupakan sifat plus dan minus yang terdapat pada dirinya. Sebagai manusia biasa tentunya ia memiliki kekurangan. Pemikiran yang jernih dan netral diperlukan untuk mendudukan posisinya sebagai tokoh raja di Minangkabau tersebut.

Tidaklah salah rasanya kita pikirkan kembali untuk memperjuangkan tokoh ini menjadi pahlawan nasional kembali nantinya. Walaupun pro dan kontra akan bermunculan bila usaha ini akan kita lakukan. Ini soal biasa dalam masyarakat kita yang penuh nuansa egaliter. Wasssallam.

*Salah seorang penulis Buku Perjuangan Sultan Alam Bagagar Syah dalam melawan penjajah Belanda di Minangkabau pada abad ke-19

Catt: Tulisan ini telah dimuat di Harian Singgalang, pada 9 Juli 2017

Sejarah Penambang Emas Lebong Tandai Akan Dikaji

0
Undri

Desa Lebong Tandai pernah dinamai batavia kecil oleh Kolonial Belanda. Bahkan hingga kini istilah batavia kecil masih cukup popules bagi masyarakatnya. Lebong tandai berada di Kecamatan Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara. Sebagai wilayah tambang emas, desa ini cukup penting dalam menunjang perekonomian pemerintah kolonial pada masa lalu. Bahkan konon emas yang terdapat dalam tugu monumen nasional berasal dari daerah ini.

Pembukaan tambang emas pada masa lalu secara singkat telah mampu menyulap desa kecil menjadi kota mewah. Namun demikian semua kini sudah tinggal kenangan.

Produksi emas yang dikelola oleh Mijnbouw Maatschappij Simau (MMS) sejak tahun 1906 hingga tahun 1942 dapat menghasilkan satu ton emas per tahun. Pada 1937 saja produksi emas mencapai 1,095.538 gram. Bahkan, tambang ini mampu memproduksi 72% dari semua emas Netherlands East Indies yang totalnya 123 ton. Tambang ini menjadi salah satu daerah tambang yang besar di Asia Tenggara.

Tambang yang besar tentu membutuhkan dukungan fasilitas baik untuk para pegawainya maupun pekerja tambang yang ada. Sehingga untuk mendukung hal tersebut berbagai fasilitas dibangun seperti lapangan tenis, lapangan basket, rumah sakit, rumah bola (biliard), hingga rumah bordil yang disebut rumah kuning. Pembangunan rumah bordil ini kemudian dilanjutkan oleh PT.Lusang.

Berakhirnya pengelolaan MMS pada tahun 1942 membuat tambang emas lebong tandai berganti-ganti. Mulai dari pengerjaan tradisional oleh tradisional oleh masyarakat, PT. Lusang Mining pada tahun 1980-1995 dan kembali lagi dikelola secara tradisional oleh masyarakat.

Pada masa pengelolaan PT. Lusang Mining terjadi pemindahan warga ke Kecamatan Ipuh, Kabupaten Muko-muko. Pemindahan disertai dengan ganti rugi dan pembangunan pemukiman. Alasan pemindahan ini untuk menghindari gas beracun karena akan dibangun smelter. PT.Lusang berakhir pada 1995 dan kemudian diganti oleh warga transmigrasi dan kemudian tambang berubah ke tradisional yang diusahai oleh masyarakat.

Apa yang mendorong masyarakat untuk bertahan dalam pengelolaan pertambangan tradisional menarik bagi Undri dan tim untuk mengkaji hal tersebut secara mendalam. Menurut Undri bahwa berlangsungnya tambang tradisional disebabkan oleh sifat kegiatan yang dapat menghasilkan uang cepat, kadang jumlahnya cukup signifikan dan tidak memerlukan keahlian yang tinggi. Namun yang menjadi masalah adalah tambang tradisional lebih banyak merugikan bahkan sama sekali tidak menyejahterakan.

Undri berasumsi bahwa keterbatasan ekonomi penambang seharusnya dapat mempermudah menghentikan aktifitas tersebut, namun adanya aktor lain menyebabkan kegiatan ini terus berlanjut. Aktor lain ini senantiasa memberi harapan akan butir emas yang bisa saja muncul dan menguntungkan.

Atas dasar itu kemudian tim yang beranggotakan Undri, Hariadi, Erricsyah dan Rahma Dona mencoba mencari jawaban bagaimana sejarah tambang emas Lebong Tandai, kehidupan penambang emas, hubungan penambang dan pemodal serta pengaruh tambang terhadap kehidupan masyarakat.