Beranda blog Halaman 18

Tari Aira dan Tari Atoaiyu

0
Salah satu gerak tari Atoaiyu yang dibawakan Sanggar Ostari dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultur (16/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

BPNB Sumbar sukses menggelar Gebyar Seni Budaya Multikultural se-Indonesia di Pantai Carocok, Pesisir Selatan. Kegiatan ini dilaksanakan dua hari berturut-turut yakni Minggu-Senin, 15-16 April 2018. Sebanyak 11 sanggar seni yang mewakili 11 BPNB seluruh Indonesia ikut terlibat menampilkan kesenian khas daerah masing-masing. Ada dua kategori penampilan kesenian yang ditampilkan yakni tari tradisional pada hari pertama dan tari kreasi pada hari kedua.

Salah satu gerak tari Aira yang dibawakan Sanggar Ostari dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultur (15/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

BPNB Papua diwakili Sanggar Ostari pada penampilan tari tradisi menampilkan Aira, Tari ini diangkat dari tradisi orang-orang Suku Yawah-Onate di Kabupaten Kepulauan Yapen. Tari ini diadakan sebagai suatu tari penyambutan bagi seseorang yang baru saja pulang dari negeri yang jauh (negeri yang baru di kunjunginya). Orang tersebut disambut dengan sebuah tari penyambutan yang dinamai dengan Tari Aira.

Salah satu gerak tari Aira yang dibawakan Sanggar Ostari dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultur (15/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

Pada penampilan tari kreasi, Sanggar Ostari menampilkan tari Atoaiyu (sang penguasa hutan). Tari ini menggambarkan bahwa konon ada legenda di Kabupaten Mimika (Pantai Selatan Pulau Papua) ada sesosok penguasa hutan yang bernama Atoaiyu. Hutan itu sangat dijaganya dengan baik, tidak ada seorang pun boleh masuk ke sana, mengambil hasilnya dan merusaknya. Atoaiyu sangat marah apabila ada yang melanggarnya.

Salah satu gerak tari Atoaiyu yang dibawakan Sanggar Ostari dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultur (16/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

Suatu ketika ada sekelompok orang kampung laki-laki dan perempuan, mereka secara diam-diam berdayung dengan perahu lalu masuk ke hutan dan merusak hutannya. Sang Atoaiyu dengan kekuatan gaibnya mengetahui rencana mereka. Atoaiyu sangat marah murka, dengan kekuatan gaibnya dia menahan perempuan-perempuan itu. Dia mengutuk mereka menjadi ubur-ubur secara turun temurun. Orang-orang suku Kamoro di pesisir daerah itu percaya bahwa adanya ubur-ubur karena kutukan si Atoaiyu.

Salah satu gerak tari Atoaiyu yang dibawakan Sanggar Ostari dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultur (16/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

Tari Saputangan dan Tari Rantak Tungga

0
Salah satu gerak tari Rantak Tungga yang dibawakan oleh Sanggar San Alida dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultur (16/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

BPNB Sumbar sukses menggelar Gebyar Seni Budaya Multikultural se-Indonesia di Pantai Carocok, Pesisir Selatan. Kegiatan ini dilaksanakan dua hari berturut-turut yakni Minggu-Senin, 15-16 April 2018. Sebanyak 11 sanggar seni yang mewakili 11 BPNB seluruh Indonesia ikut terlibat menampilkan kesenian khas masing-masing daerah. Ada dua kategori penampilan kesenian yang ditampilkan yakni tari tradisional pada hari pertama dan tari kreasi pada hari kedua.

Salah satu gerak tari Saputangan yang dibawakan oleh Sanggar San Alida dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultur (15/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

BPNB Sumatera Barat diwakili Sanggar Seni San Alida menampilkan tari Saputangan, salah satu tradisi yang hidup dan berkembang di Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan. Tari ini bersifat hiburan sebagai penggambaran hasil panen masyarakat. Dahulu tari ini hanya ditarikan oleh laki – laki berpasangan.

Salah satu gerak tari Saputangan yang dibawakan oleh Sanggar San Alida dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultur (15/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

Dalam perkembangannya tari ini boleh ditarikan baik laki – laki dan perempuan atau perempuan dan perempuan dengan menggunakan properti saputangan. Walaupun demikian gerak – gerak tari saputangan bersumber dari gerak – gerak tari tradisi yang ada di Kecamatan Bayang. Ciri – cirinya posisi badan selalu condong ke depan. Musik pengiring tari adalah talempong, gandang dan pupuik katopong dengan irama ritmis.

Salah satu gerak tari Rantak Tungga yang dibawakan oleh Sanggar San Alida dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultur (16/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

Kemudian pada penampilan tari kreasi, sanggar San Alida menampilkan tari Rantak Tungga terinspirasi dari salah satu nama gerak tari tradisional Pesisir Selatan, yakni Tari Benten. Tungga yang berarti tunggal atau satu. Pada garapan ini rantak tungga yaitu prinsip teguh untuk mencapai satu tujuan.

Salah satu gerak tari Rantak Tungga yang dibawakan oleh Sanggar San Alida dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultur (16/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

Rantak tungga menginspirasi generasi muda untuk menjadi generasi pantang mundur dalam mencapai tujuan untuk satu keinginan dalam melangkah menuju masa depan. Namun terkadang dalam hidup ini kita tidak bisa sendirian, pastinya membutuhkan orang lain juga untuk memujudkan impian yang satu “basamo mako manjadi”. Gerakan yang dipakai merupakan adopsi dari gerak – gerak dalam tari benten dan rantak kudo, serta perpaduan unsur – unsur yang terdapat pada randai.

Tari Ketuk Tilu Keser Bojong dan Tari Gandrung Bandung

0
Salah satu gerak tari Gandrung Bandung yang dibawakan Sanggar Seni Dwi Arta dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultur (16/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

BPNB Sumbar sukses menggelar Gebyar Seni Budaya Multikultural se-Indonesia di Pantai Carocok, Pesisir Selatan. Kegiatan ini dilaksanakan dua hari berturut-turut yakni Minggu-Senin, 15-16 April 2018. Sebanyak 11 sanggar seni yang mewakili 11 BPNB seluruh Indonesia ikut terlibat menampilkan kesenian khas masing-masing daerah. Ada dua kategori penampilan kesenian yang ditampilkan yakni tari tradisional pada hari pertama dan tari kreasi pada hari kedua.

Salah satu gerak tari Ketuk Tilu Keser Bojong yang dibawakan Sanggar Seni Dwi Arta dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultur (15/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

BPNB Jawa Barat diwakili Sanggar Dwi Arta menampilkan Ketuk Tilu Keser Bojong adalah tarian tradisional Jawa Barat, sebagai tarian hiburan atau tarian pergaulan. Tari Ketuk Tilu ini sering ditampilkan pada acara seperti pesta perkawinan, hiburan, penutup acara dan lain-lain. Tarian ini juga merupakan cikal bakal dari tari Jaipong yang sangat terkenal di Jawa Barat.

Salah satu gerak tari Ketuk Tilu Keser Bojong yang dibawakan Sanggar Seni Dwi Arta dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultur (15/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

Keser Bojong. Keser berarti bergerak dari tempat asal ke tempat lain atau perubahan dari suatu posisi ke posisi yang lebih tepat. Bojong adalah nama tempat diciptakannya tarian ini, yakni di Bojongloa. Isi tarian ini berkaitan dengan kehidupan kita, dan intisari gambarannya mengungkapkan tentang pergeseran nilai‑nilai kehidupan dalam upaya mencapai suatu tujuan.

Tarian ini merupakan tarian jenis putri tunggal, namun bisa juga digarap khusus pola lantainya untuk keperluan pertunjukan dalam bentuk tari kelompok. Adapun karawitan ditata dengan lagu khusus yang dinyanyikan juru sinden dan diberi judul Daun Pulus Keser Bojong.

Salah satu gerak tari Gandrung Bandung yang dibawakan Sanggar Seni Dwi Arta dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultur (16/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

Sementara untuk tari kreasi, sanggar Dwi Arta menampilkan Tari Kreasi Gandrung Bandung. Tari ini melambangkan identitas kota tari yang dimiliki Jawa Barat, yang penuh dengan kearifan budaya. Tari ini disuguhkan dalam bentuk tarian modern, yang berlandaskan pada keceriaan dan keramahan penduduk Jawa Barat. Selain itu Tari Kreasi Gandrung Bandung pun  menggambarkan keindahan dan keelokan (bahari) Kota Bandung.

Salah satu gerak tari Gandrung Bandung yang dibawakan Sanggar Seni Dwi Arta dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultur (16/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

Tari Mogama dan Tari Motobatu Molintak Kon Tobabuan

0
Salah satu gerak tari Motobatu Molintak Kon Tobabuan yang dibawakan Sanggar Seni Tiara Fitrah dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultural (16/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

BPNB Sumbar sukses menggelar Gebyar Seni Budaya Multikultural se-Indonesia di Pantai Carocok, Pesisir Selatan. Kegiatan ini dilaksanakan dua hari berturut-turut yakni Minggu-Senin, 15-16 April 2018. Sebanyak 11 sanggar seni yang mewakili 11 BPNB seluruh Indonesia ikut terlibat menampilkan kesenian khas masing-masing daerah. Ada dua kategori penampilan kesenian yang ditampilkan yakni tari tradisional pada hari pertama dan tari kreasi pada hari kedua.

Salah satu gerak tari Mogama yang dibawakan Sanggar Seni Tiara Fitrah dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultural (15/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

BPNB Sulawesi Utara diwakili Sanggar Tiara Fitrah menampilkan tari mogama untuk tari tradisional. Tari mogama adalah tari yang menggambarkan upacara adat perkawinan Bolaang Mongondow yang disebut adat Mogama. Mogama itu sendiri memilik arti menjemput pengantin wanita oleh pengantin pria untuk diakui sebagai bagian dari keluarga pengantin pria. Adat Mogama ini dilakukan setelah selesai akad nikah dan pesta perkawinan oleh keluarga mempelai wanita.

Salah satu gerak tari Mogama yang dibawakan Sanggar Seni Tiara Fitrah dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultural (15/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

Adat Mogama menjadi perlambang atas cara masyarakat Bolaang Mongondow memberikan pengahrgaan yang tinggi terhadap derajat wanita. Dalam prosesi adat Mogama ini terdiri atas 13 tahapan yang harus dilalui dan salah satunya tahapan dimana pengantin wanita dijemput dengan payung yang bearti perlindungan terhadap wanita. Mogama bermakna penghormatan atas harkat martabat wanita Bolaang Mongondow.

Salah satu gerak tari Motobatu Molintak Kon Tobabuan yang dibawakan Sanggar Seni Tiara Fitrah dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultural (16/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

Kemudian untuk tari kreasi, mereka menampilkan Tari Motobatu Molintak Kon Tobabuan artinya bersatu, berjuang membangun daerah Totabuan. Tarian ini menggambarkan keperkasaan dan kesatriaan para pemimpin Bogani dalam membela, melindungi dan memperjuangkan hak–hak masyarakat.

Salah satu gerak tari Motobatu Molintak Kon Tobabuan yang dibawakan Sanggar Seni Tiara Fitrah dalam gelaran Gebyar Seni Budaya Multikultural (16/4) di Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

Kemampuan fisik yang kuat bersifat pemberani, bijaksana, berpikiran cerdas dan disegani oleh masyarakat serta mempunyai tanggung jawab terhadap kecerdasan dan keselamatan seluruh masyarakat dari gangguan musuh yang datang menyerang di tanah Totabuan. Kriteria itulah yang dimiliki oleh para pemimpin Bolaang Mongondow saat itu. Dengan demikian masyarakat mengabadikannya berupa patung Bogani dan Tugu sebagai simbol para leluhur oleh masyarakat Bolaang Mongondow.

Tari Pattenung dan Tari I Mangkawani Ana’Arung

0

Pessel – BPNB Sumbar sukses menggelar Gebyar Seni Budaya Multikultural se-Indonesia di Pantai Carocok, Pesisir Selatan. Kegiatan ini dilaksanakan dua hari berturut-turut yakni Minggu-Senin, 15-16 April 2018. Sebanyak 11 sanggar seni yang mewakili 11 BPNB seluruh Indonesia ikut terlibat menampilkan kesenian khas masing-masing daerah. Ada dua kategori penampilan kesenian yang ditampilkan yakni tari tradisional pada hari pertama dan tari kreasi pada hari kedua.

BPNB Sulawesi Selatan dalam kesempatan tersebut diwakili Sanggar Bolong Ringgi menampilkan tari tradisional yaitu Tari Pattennung, tari daerah Sulawesi Selatan yang menggambarkan kesabaran, ketekunan, serta kegigihan perempuan bugis dalam menenun benang helai demi helai hingga menjadi selembar kain.

Sementara untuk tari kreasi, mereka menampilkan tari I Mangkawani Ana’ Arung. I Mangkawani Ana’ Arung merupakan turunan para datu dari Tana Ogi. Sejak kecil dia telah dijodohkan dengan putra mahkota Datu Luwu Mappajungnge. Namun apa daya hati I Mangkawani telah tertambat pada kawan sejak kecil putra Karaeng Tana Batu La Domai.

Nasib I Mangkawani dan La Domai bagaikan kumbang di tangkai rapuh, tersentuh angin pun tangkainya akan patah. Betapa tidak, bila perjanjian kedua Datu yang dimahkotai adat ini diingkari itu berarti Siri’. Sementara kesetiaan pada kekasih merupakan kewajiban mutlak yang tak dapat dicedarai.  I Mangkawani dan La Domai pasrah pada takdir demi bakti dan kesetiaan, ketika adat menetapkan aturan yang menjadi milik semua orang di Tana Ogi.

La Domai tertikam oleh badik Tonrawali saudara I Mangkawani dalam satu lingkaran sarung. Dalam kepedihan itu, roh suci We Sangiang I Mangkawani merontak merobek dan mencabik-cabik tumpangan raganya, awan pun berarak di atas titian takdir mengantar I Mangkawani menyeberang roh jiwanya menemui sang kekasih di Bottinglangi, “Uleng Lolo Labuede” Bulan Muda Terbenam.

Lokakarya Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Klaster 3 Resmi Dibuka

0

Padang – Lokakarya Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah  Klaster 3 wilayah Sumatera Barat dan Bengkulu secara resmi dibuka. Kegiatan dilaksanakan di Ruang Ombilin Hotel Grand Inna Padang pada 26 April 2018. Pembukaan dilakukan oleh Wakil Gubernur Sumatera Barat H. Nasrul Abit. Turut hadir dalam pembukaan tersebut staf ahli menteri pendidikan dan kebudayaan bidang regulasi Katarina Mulyana, Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud Sri Hartini, Kepala-kepala UPT Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Bupati/Walikota se-Sumatera Barat dan Bengkulu atau perwakilan serta perwakilan komunitas-komunitas budaya.

Menurut laporan panitia yang disampaikan Kepala BPNB Sumatera Barat Drs. Suarman, peserta dalam lokakarya ini berasal dari 19 kabupaten/kota se-Sumatera Barat, 10 Kabupaten/Kota de Provinsi Bengkulu serta 27 stakeholder yang terdiri dari komunitas-komunitas budaya di dua provinsi. Dari rincian undangan tersebut 80 orang telah mengonfirmasi kehadiran. Suarman dalam kesempatan ini menambahkan bahwa maksud kegiatan ini adalah untuk menciptakan grand design pemajuan kebudayaan. Kegiatan ini juga diharapkan dapat mengubah mindset yang menganggap bahwa kebudayaan bukan hanya sebatas seni.

Sementara itu staf ahli bidang regulasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Katarina Mulyana menyampaikan apresiasinya kepada seluruh undangan yang hadir dalam kegiatan ini. Dia menambahkan bahwa kegiatan ini tidak lepas dari lahirnya undang-undang pemajuan kebudayaan yang sudah ditunggu-tunggu selama 35 tahun. Selanjutnya dia menyampaikan bahwa Undang-undang ini akan mengubah perspektif baru yaitu bagaimana negara dan pemerintah memandang urusan kebudayaan dalam kerangka kerja program pemerintah dari pusat ke daerah.

Selain itu undang-undang ini juga memberi arahan dasar bagaimana pemerintah pusat dan daerah memfasilitasi pemajuan kebudayaan bagi masyarakat yang menjalankan kebudayaannya sehari-hari. Katarina menambahkan bahwa undang-undang ini menunjukkan komitmen pemerintah pusat sebagai pelaksana tata kelola bukan sebagai penentu pemajuan kebudayaan. Dalam hal ini peran masyarakat harus dikuatkan sebagai pemilik kebudayaan. Dia juga berharap penyusunan pokok pikiran ini dapat menghasilkan pemahaman yang sama, dan dengan melibatkan tim ahli yang kompeten dan kredibel, lokakarya dapat menghasilkan pokok pikiran sebagai dasar strategi kebudayaan. Nantinya strategi tersebut menjadi landasan pembuatan kebijakan kebudayaan yakni rencana induk pemajuan kebudayaan.

Wakil gubernur Nasrul Abit dalam kesempatan mengapresiasi kegiatan lokakarya penyusunan pokok pikiran tersebut. Penyusunan ini bertujuan menyusun pokok pikiran yang bisa dipedomani. Hal ini penting untuk pelestarian kebudayaan kita yang memang kaya. Dia juga menambahkan perlunya fanatisme kedaerahan dalam upaya melestarikan budaya. Namun demikian dalam skala nasional harus dapat menyesuaikan diri. Dia juga menekankan bahwa hal paling penting dalam penyusunan pokok pikiran adalah bagaimana merajut kebudayaan menjadi satu kesatuan.

Acara pembukaan dimulai dengan pembacaan doa oleh Hariadi, menyanyikan lagu Indonesia Raya tiga stanza, laporan panitia, sambutan staf ahli menteri dan pembukaan oleh wakil gubernur Sumatera Barat. Diantara rangkaian kegiatan tersebut ditampilkan tari persembahan dari sanggar seni Rangkiang Minang serta tari payung bagurau.

Setelah pembukaan selesai, selanjutnya pemaparan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud Sri Hartini tentang penjelasan mengenai Undang-undang Pemajuan Kebudayaan serta penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah.

Kegiatan lokakarya penyusunan pokok pikiran kebudayan daerah ini akan berlangsung pada 26-28 April 2018.

Tari Timba Laor dan Moluku Osa Lala

0

Pessel – BPNB Sumbar sukses menggelar Gebyar Seni Budaya Multikultural se-Indonesia di Pantai Carocok, Pesisir Selatan. Kegiatan ini dilaksanakan dua hari berturut-turut yakni Minggu-Senin, 15-16 April 2018. Sebanyak 11 sanggar seni yang mewakili 11 BPNB seluruh Indonesia ikut terlibat menampilkan kesenian khas masing-masing daerah. Ada dua kategori penampilan kesenian yang ditampilkan yakni tari tradisional pada hari pertama dan tari kreasi pada hari kedua.

BPNB Maluku yang diwakili Sanggar Serafim menampilkan Tari Timba Laor dalam penampilan tari tradisi mereka. Laor adalah sebutan untuk hewan laut mirip cacing yang hidup dikarang. Dalam kehidupan masyarakat Maluku Laor merupakan salah satu tradisi. Menurut kepercayaan leluhur Laor hanya ada dan muncul setahun sekali dan itu terjadi berdasarkan perhitungan setelah bulan gelap 3 hari biasanya di akhir bulan maret atau awal bulan april.

Biasanya diawali dengan ritual yang dilakukan di baileo oleh tua-tua adat yang berfungsi sebagai kewang (orang yang melihat tanda-tanda alam di laut) marinyo (memberitahukan warga untuk mengambil Laor). Setelah itu ritual atau doa dilakukan untuk menandai proses timba laor. Setiap gerakan dalam  tarian ini  dilakukan dengan sangat energik oleh para penari mulai dari melihat bulan, membuat ritual sampai menimba laor dengan menggunakan property (alat) seperti obor, siru-siru dan nyiru tempat menampung laor untuk dibawa pulang dan diolah menjadi makanan.

Sementara dalam pertunjukan tari kreasi, mereka menampilkan tari dengan judul Moluku Osa Lala (maluku satu darah). Tari ini berkisah keterikatan masyarakat dengan Pela Gandong. Hubungan kekeluargaan atau persaudaraan yang terbentuk secara adat dan merupakan budaya orang Maluku ini terjalin karena adanya ikatan janji para leluhur di masa lampau antara satu desa dengan desa yang lain dan antar desa yang Beragama muslim dengan Nasrani atau Kristen.

Tarian Moluku Osa Lala merupakan tarian kreasi yang menggambarkan kehidupan orang Maluku yang selalu ramah menjaga hubungan persaudaraan lewat adat dan budaya yang ada walaupun berbeda keyakinan. Gerakan dari setiap penari yang berdinamika membuat tarian ini semakin menarik untuk dipertunjukan.

Tari Zapin dan Nyemah Laut

0
Salah satu gerak tari Nyemah Laut yang dibawakan Sanggar Seni Megat pada Gebyar Seni Budaya Multikultural (16/4) di Pantai Carocok, Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

Pessel – Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat sukses menggelar Gebyar Seni Budaya Multikultural se-Indonesia di Pantai Carocok, Pesisir Selatan. Kegiatan ini dilaksanakan dua hari berturut-turut yakni Minggu-Senin, 15-16 April 2018. Sebanyak 11 sanggar seni yang mewakili 11 BPNB seluruh Indonesia ikut terlibat menampilkan kesenian khas masing-masing daerah. Ada dua kategori penampilan kesenian yang ditampilkan yakni tari tradisional pada hari pertama dan tari kreasi pada hari kedua.

Tari Zapin, Foto. Firdaus

Secara berturut-turut penampilan tersebut adalah penampilan BPNB Kepulauan Riau diwakili Sanggar Seni Megat menampilkan Zapin Pulau Penyengat, yaitu tarian yang mengutamakan gerak dan langkah kaki, karena sudah diikat oleh kata zapin itu sendiri yang bermakna gerak kaki. Awalnya tari zapin penyengat berfungsi sebagai pentabalan sultan penyengat dan hari-hari besar islam.Pentabalan yang dimaksud disini adalah pemilihan SULTAN penyengat yang baru. Dengan adanya perkembangan zaman dan pola fikir masyarakat yang makin maju maka saat ini tari zapin penyengat berfungsi juga untuk acara-acara pesta pernikahan, dan tampilan dalam acara hiburan seni budaya.

Tari Zapin, Foto. Firdaus

BPNB Kepri dengan tampilan Nyemah Laut, yang sebagian besar wilayahnya dikelilingi oleh lautan yang terbentang luas dari pulau satu ke pulau yang lain. Kebiasaan masyarakat Kepri setiap akan melakukan kegiatan melaut atau melaksanakan kegiatan di laut, maka akan di lakukan ritual menyemah laut. Tujuan dari ritual ini adalah memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selama kegiatan melaut atau kegiatan yang di lakukan diberi restu agar berjalan lancar, aman tidak ada kendala atau gangguan yang tdk diinginkan.

Salah satu gerak tari Nyemah Laut yang dibawakan Sanggar Seni Megat pada Gebyar Seni Budaya Multikultural (16/4) di Pantai Carocok, Pesisir Selatan. Foto. Firdaus

 

Jetrada 2018 Resmi Ditutup

0

PrabumulihJetrada 2018 Kota Prabumulih resmi ditutup. Acara penutupan dilaksanakan pada Minggu, 22 April 2018 di Gedung Serbaguna Kelurahan Gunung Kemala, Prabumulih Barat. Penutupan secara resmi dilakukan oleh Ibu Mardiana mewakili Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Prabumulih. Hadir dalam kegiatan penutupan tersebut lurah gunung kemala, tokoh masyarakat, RT/RW dan warga sekitar.

Sebelum acara penutupan, terlebih dahulu para peserta mempresentasikan laporan observasi sedekah dusun mereka. Masing-masing kelompok begitu antusias baik dalam menyajikan hasil karya mereka, maupun memberi pertanyaan atas hasil karya kelompok lain. Enam kelompok secara bergantian mendapat giliran dan durasi waktu yang sama yakni 15 menit. 15 menit tersebut sudah termasuk presentasi dan tanya jawab.

Selain presentasi, pada acara hari terakhir ini juga diumumkan seluruh peserta terbaik dari kategori yang dilombakan selama pelaksanaan Jetrada. Kategori-kategori tersebut antara lain penampilan kesenian terbaik diberikan kepada SMA Prabumulih, Lomba Karya Tulis Terbaik diberikan kepada Annisa Firnanda dari SMA Negeri 1 Bengkulu Selatan, Orasi Budaya terbaik diberikan kepada Wita Hariyani dari SMA Negeri Palembang serta Presentasi Kelompok terbaik diberikan kepada Kelompok V yang mengobservasi tentang Sistem Kekerabatan di Dusun Gunung Kemala. Para peserta terbaik tersebut diberi hadiah dan apresiasi berupa uang tunai dan piagam peghargaan.

Tidak itu saja, pelaksanaan Jetrada 2018 juga menghasilkan 8 orang peserta terbaik yang akan diikutkan dalam Jejak Tradisi Nasional 2018 di Pontianak. Ke-8 peserta terbaik tersebut yaitu Jennie Laksmi Syahirah dari SMA Negeri 1 Prabumulih, Annisa Firnanda dari SMA 1 Bengkulu Selatan, Tyas Cahyani dari SMA Negeri 2 Palembang, Anastasia Intan Prameswari dari SMA Xaverius Rejang Lebong, Fajar Bima Pratama dari SMA Negeri 16 Padang, Elya Lucita dari SMA Negeri 1 Rejang Lebong, Junita Citra Ayu Chania dari SMA Negeri 15 Padang dan M Rafli Dzaky dari SMA Negeri 18 Palembang.

Acara penutupan dimulai dengan menyanyikan lagu Padamu Negeri yang dipimpin oleh Anastasia Intan Prameswari, kesan dan pesan dari peserta siswa yang diwakili oleh Junita Citra Ayu Chania, kesan dan pesan dari peserta guru yang diwakili oleh ibu Linda, laporan ketua panitia Kadril, SH, sambutan lurah Gunung Kemala dan Penutupan oleh Ibu Mardiana.

Dalam penutupan oleh Mardiana, dia menyampaikan rasa terima kasihnya atas kepercayaan menjadikan Kota Prabumilih sebagai lokasi pelaksanaan Jetrada 2018. Dia juga berharap kegiatan Jetrada tetap diadakan di tahun-tahun mendatang.

Pelaksanaan Jetrada 2018 di Kota Prabumulih tidak saja mendapat apresiasi dari pemerintah daerah dan warga setempat. Seluruh peserta juga sangat mengapresiasi dan sangat antusias mengikuti setiap tahapan  kegiatan yang ada.

Peserta Jetrada 2018 Mengikuti Upacara Sedekah Dusun

0

Prabumulih – Seluruh peserta Jetrada 2018 mengikuti kegiatan upacara sedekah dusun. Sedekah dusun merupakan bentuk ucapan syukur atas hasil panen yang mereka peroleh. Pada masa lalu, acara ini selalu diadakan setiap selesai panen. Upacara ini dilaksanakan oleh masyarakat dusun Gunung Kemala pada Sabtu, 21 April 2018 atau hari ketiga pelaksanaan Jetrada.

Pada kesempatan ini para siswa dibagi dalam enam kelompok kategori objek observasi. Mereka diminta melakukan observasi untuk memahami lebih dalam mengenai pelaksanaan dan tujuan sedekah dusun. Masing-masing kelompok memdapatkan materi observasi yang berbeda. Materi tersebut yakni peralatan/perlengkapan upacara, teknis pelaksanaan/prosesi, pelaksana upacara/orang-orang yang terlibat dalam upacara, asal-usul, mantra-mantra dan sistem kekerabatan.

Selama pelaksanaan upacara tersebut, seluruh peserta diminta mengikuti seluruh rangkaian kegiatan, mulai tahap persiapan hingga pelaksanaan. Pelaksanaannya sendiri dimulai dengan acara bersih pusaka yang dilaksanakan sehari sebelum puncak acara. Pada puncak acara, tua menyan mulai membaca mantra dalam sebuah ruang khusus di balai adat dengan berbagai sesajen pendukungnya. Selanjutnya setelah dimantrai, sesajen dimasukkan ke dalam jung/perahu terbuat dari pelepah pisang. Bentuk jung adalah persegi empat dengan atap dari daun pisang.

Sesajen yang telah diberi mantra oleh tua menyan, selanjutnya dihanyutkan ke sungai sebagai simbol penyerahan kepada penguasa air, darat, dan udara. Dari sungai, seluruh peserta kembali lagi ke balai adat untuk mengikuti belangir.  Acara belangir merupakan acara penyucian. Proses belangir dilakukan dengan mengumpulkan seluruh warga masyarakat di halaman balai adat. Warga tersebut kemudian diminta duduk, lalu tua menyan memberi garis batas antara yang ikut belangir dengan yang tidak.

Tahap selanjutnya, tua menyan mengambil posisi di luar garis, lalu mengambil seikat daun dalam air belangir yang telah disediakan sebelumnya. dengan mencelupkan daun tersebut ke dalam air, selanjutnya tua menyan menyirami warga sambil mengelilingi sebanyak tiga kali. Masyarakat percaya bahwa proses belangir tersebut akan menambah keberuntungan bagi masyarakatnya.

Setelah seluruh rangkaian acara selesai, selanjutnya warga makan bersama di balai adat.

Selain melakukan observasi, para peserta juga bebas melakukan wawancara dengan nara sumber atau warga setempat untuk mendapatkan data yang benar. Beberapa narasumber yang dilibatkan dalam kegiatan ini adalah ketua menyan, yakni orang yang mempunyai hak dan wewenang selain kemampuan batiniah. Ketua menyan ini bertugas mendoakan serta menyerahkan kepada arwah nenek moyang.

Hasil observasi dan wawancara, oleh peserta lalu dituliskan dalam bentuk laporan. Laporan ini kemudian dipresentasikan secara berkelompok di depan juri pada hari berikutnya. (FM)