Beranda blog Halaman 10

Kunjungan Laseda 2019: Benteng Malborough (lanjutan)

0
Benteng Malborough

Bengkulu – Pada hari kedua (27/6) kunjungan, para peserta Laseda 2019 dibawa ke Benteng Malborough, sebuah benteng yang sangat bersejarah di Kota Bengkulu.

5. Benteng Marlborough

Benteng Marlborough adalah benteng Inggris yang terletak di Kelurahan Pegantungan. Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu. Lokasi benteng sangat strategis di antara bukit-bukit kecil di pinggir pantai Tapak Paderi. Benteng ini dibangun tahun 1714 secara bertahap selama lima tahun oleh arsitek dan para pekerja yang sengaja didatangkan dari India. Pemberian nama Fort Marlborough adalah sebagai kenangan kepada seorang komandan militer Inggris yang terkenal “The First Duke of Marlborough” (1650-1722).

Baca juga: Kunjungan Laseda 2019: dari Masjid Jamik ke Malborough

Selama pendirian benteng tercatat nama-nama penguasa Inggris keika itu, yaitu Joseph Colet (1712-1716), Theophilus Shyllinge (1716-1717), Richard Farmer (1717-1718) dan Thomas Cooke (1718-1719). Pemerintah Inggris mendirikan Fort Marlborough ini bertujuan untuk memperkuat kedudukan mereka dari ancaman kolonial Belanda, Kesultanan Banten serta untuk mengatasi kemungkinan ancaman pemberontakan rakyat yang merasa tertekan oleh politik yang mereka jalankan.

Di lingkungan benteng, dekat gerbang luar (tepatnya bagian belakang pintu gerbang sebelah kanan), terdapat tiga buah makam, yaitu makam Residen Thomas Parr yang mati terbunuh pada tanggal 23 Desember 1807 oleh rakyat Bengkulu. Kedua, makam pegawainya yang bernama Charles Murray yang berusaha menyelamatkan Parr, namun ia terkena dan tidak lama kemudian ia meninggal dunia. Ketiga, tidak diketahui dan tidak ditemukan catatan yang dapat memberikan petunjuk mengenai makam itu.

Benteng Marlborough merupakan benteng batu bata berbentuk kura-kura, bagian badan kura-kura sebagai benteng dan keempat kakinya sebagai bastion. Pada bagian kepala kura-kura sebagai pintu masuk ke dalam benteng. Kompelek benteng tersebut seluas 44.100,5 ,m2 dengan panjang 2400,5 m dan lebar 170,5 m. dinding ruangan benteng terbuat dari pasangan batu karang, bata dan batu kali. Tebal dinding 1,25 m, sedangkan pintu ruangan terbuat dari kerangka besi plat denan ketebalan 15 mm, dan jeruji besi bulat dengan diameter 18 mm.

Benteng Marlborough dipergunakan sejak zaman pemerintahan Inggris, Pemerintahan Belanda dan terakhir juga dipergunakan oleh pemerintahan Indonesia. Secara kronologis sejarah Benteng Marlborough dapat dilihat sebagai berikut: tahun 1714-1719 masa pembangunan benteng, tahun 1719-1724 Fort Malrborough ditinggalkan Inggris sebagai akibat serangan rakyat Bengkulu. Tahun 1724-1825 Fort Marlborough kembali dikuasai Inggris, tahun 1825-1942 Fort Marlborough dikuasai Belanda, tahun 1942-1945 Fort Marlborough dikuasai Jepang. Tahun 1949 Fort Marlborough kembali dikuasai Belanda, tahun 1949-1983 Fort Marlborough kembali dikuasai Republik Indonesia (TNI-AD, Kodim 0407 Bengkulu Utara), dan tahun 1983-1984 Fort Marlborough dipugar pemerintah Republik Indonesia, melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Selama kunjungan, para peserta begitu antusias mengikuti dan ingin mengetahui segala informasi tentang objek-objek yang dikunjungi.

Selepas kunjungan ke objek-objek sejarah, para peserta selanjutnya dibawa ke pantai panjang untuk bersantai sejenak. Di pantai yang indah ini, para peserta bersenang-senang sejenak, berselfie  sekaligus menikmati suasana pantai. Selanjutnya panitia juga memperlombakan yel-yel para peserta yang telah disiapkan sebelumnya. (FM)

Laseda 2019 Resmi Ditutup: Anik Dwi Utami Raih Peserta Terbaik

0
Anik Dwi Utami

Bengkulu – Kegiatan Lawatan Sejarah Daerah 2019 resmi ditutup. Secara resmi acara ditutup oleh Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu R. Wahyu. DP pada Jumat, 28 Juni 2019 di Aula Hotel Wedika Bengkulu. Acara penutupan ini selakigus mengakhiri seluruh rangkaian acara Laseda 2019 yang berlangsung sejak Selasa – Jumat, 25-28 Juni 2019. Pada acara penutupan ini juga diumumkan peserta didik terbaik yaitu Anik Dwi Utami dari SMA N.10 Kaur, Bengkulu.

Baca juga: Kunjungan Laseda 2019: Benteng Malborough

Dalam acara penutupan tersebut, Kepala BPNB Sumbar mengucapkan terima kasih kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu atas sambutan dan dukungannya kegiatan Laseda 2019 bisa berjalan dengan sukses. Dia juga menyampaikan bahwa sebagai panitia, dengan dukungan Dinas tidak kekurangan sesuatu apapun.

Senada dengan itu, Kabid Kebudayaan R. Wahyu DP menyampaikan apresiasi atas acara lawatan sejarah dan pilihan Kota Bengkulu sebagai tempat pelaksanaan. Selanjutnya Dia berpesan untuk singgah sebentar berbelanja dan menikmati kuliner maupun belanja oleh-oleh di Bengkulu.

Setelah sambutan dari Kepala BPNB Sumbar, panitia selanjutnya mengumumkan peserta terbaik dari berbagai kategori. Beberapa kategori tersebut yakni.

  1. Kategori Yel-yel Terbaik
  2. Kategori Penampilan Kesenian Terbaik (diraih oleh SMA Sekayu)
  3. Postingan Medsos Terbaik (diraih oleh Edi Kurniawan)

Selain itu, panitia juga mengumumkan peserta siswa dan guru pendamping terbaik sebagai berikut:

Peserta siswa terbaik

  1. Anik Dwi Utami dari SMA N.10 Kaur, Bengkulu
  2. Ade Tri Anggraeni dari SMA N.10 Kaur, Bengkulu
  3. Salsabila Arafani Syafril Putri dari MAN 2 Padang, Sumatera Barat

Peserta guru pendamping terbaik

  1. Yuliani, S.Pd, M.Pd dari SMA N.3 Sekayu, Sumatera Selatan
  2. Okta Pratama, S.Pd dari SMA N.10 Kaur, Bengkulu
  3. Atrisno Santoso, S.Pd dari MAN 2, Padang, Sumatera Barat

Sebelum acara ditutup, terlebih dahulu panitia memberi kesempatan kepada guru pendamping terbaik dan siswa terbaik untuk menyampaikan sepatah kata kesan dan pesan selama pelaksanaan Laseda 2019. Pada kesempatan itu Yuliani mengungkapkan kebahagiaannya terlibat dalam Laseda 2019 dan berharap kegiatan-kegiatan serupa dilaksanakan di tahun-tahun mendatang.

Senada dengan itu, sebagai peserta terbaik, Anik Dwi Utami juga turut menyampaikan rasa terima kasih dan kebanggaanya menjadi bagian dari kegiatan Laseda 2019.

Di akhir acara, panitia memberikan apresiasi kepada para peserta terbaik berupa trophy dan uang pembinaan. Selanjutnya, panitia juga mengumumkan enam nama peserta didik dan tiga guru pendamping untuk diikutsertakan dalam kegiatan Lawatan Sejarah Nasional yang akan diadakan di Medan, Sumatera Utara pada 8-12 Juli 2019. Adapun peserta tersebut yakni:

  1. Anik Dwi Utami dari SMA N.10 Kaur, Bengkulu
  2. Salsabila Arafani Syafril Putri dari MAN 2 Padang, Sumatera Barat
  3. Seruni dari SMA N.1 Ujan Mas, Muara Enim, Sumatera Selatan
  4. Finola Fiftem Eka Putri dari SMA N.3 Mukomuko, Bengkulu
  5. Aka Wijaya dari SMA N.1 Pampangan, OKI Sumatera Selatan
  6. Zahida Putri dari SMA N.8 Padang, Sumatera Barat. (FM)

Rendo bangku; Kerajinan Tradisional Perempuan Kotogadang

0

Penulis: Firdaus Marbun

Kotogadang bagi sebagian besar masyarakat Sumatera Barat mungkin sudah sangat familiar. Sebuah nagari kecil di dekat Ngarai Sianok, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Nagari ini cukup terkenal, bukan hanya karena keasrian alamnya, tapi juga karena kekayaan budaya serta kualitas sumber daya manusianya. Bicara Sumber Daya Manusia, Nagari Kotogadang telah banyak melahirkan tokoh-tokoh terkenal baik di tingkat nasional maupun dunia. Sebut saja Agus Salim, Rohana Kudus, Sutan Syahrir,  dan lain-lain.

Hal lain yang membuat Kotogadang begitu terkenal adalah produk kerajinannya. Sudah sejak dahulu, Kotogadang dikenal dengan produk kerajinan seperti kerajinan perak, sulaman dan renda. Kerajinan tersebut bahkan sudah dikenal hingga manca negara. Bukan saja karena keindahan dan kehalusannya, kerajinan ini dikerjakan dengan menggunakan alat tradisional dan tenaga manusia. Kesenian perak umumnya dilakukan oleh para pria, sementara sulam dan renda dikerjakan para wanita.

Kerajinan renda oleh masyarakat Kotogadang disebut juga kerajinan rendo bangku. Penyebutan tersebut menyesuaikan dengan alat kerjanya yaitu bangku, yakni meja kecil yang dijadikan sebagai alas untuk merenda. Beberapa alat yang digunakan dalam kerajinan ini antara lain: bangku, penggulung renda, kelos (penggulung benang), pola motif, jarum pentul, pengait dan gunting. Sementara bahan utama pembuatan renda adalah benang emas.

Merujuk Refisrul (2011), renda merupakan kerajinan yang terbentuk dari jalinan benang yang dibentuk sedemikian rupa dan menjadi hiasan pada sisi-sisi selendang. Rendo bangku ini menggunakan alat-alat tradisional dengan pengerjaan mengandalkan tangan. Untuk membuat satu renda diperlukan waktu sekitar empat hari. Biasanya untuk menyelesaikan satu renda, seorang perenda harus mengerjakannya dari pagi hingga malam dengan waktu istirahat makan dan sholat.

Proses pembuatan renda dilakukan bertahap, mulai dari membuat pola, menggulung benang, memindahkan, membuat renda dan terakhir memasang renda pada selendang. Renda yang dipasang ke kedua ujung selendang disebut dengan rendo ujung. Sementara renda yang dilekatkan di sisi-sisi selendang disebut dengan rendo tapi. Motif yang biasa dipakaipun bermacam-macam tergantung kreativitas perenda, tapi umumnya berupa tumbuh-tumbuhan seperti bunga matahari, ros, melati.

Bagi masyarakat Kotogadang, kerajinan rendo begitu penting karena lekat dengan adat-istiadat. Hasil rendo umumnya ditempelkan sebagai hiasan pakaian adat seperti selendang bagi perempuan dan kain baterawai bagi laki-laki baru menikah. Selain itu, juga digunakan untuk hiasan tingkuluak yang ditempatkan pada sisi-sisi dan ujungnya. Rendo juga menjadi simbol prestise bagi seseorang. Bahkan setiap anak perempuan yang lahir pada masa lalu sudah disiapkan selendang dengan rendo untuknya.

Pada masa sekarang renda tidak lagi terbatas pada pakaian adat semata. Beberapa produk renda sudah digunakan untuk berbagai peralatan rumah tangga seperti taplak meja, seprai, alas gelas dan sebagainya.

Peran Yayasan Amai Setia

Munculnya kerajinan rendo bangku tidak lepas dari keberadaan Yayasan Amai Setia yang didirikan oleh Rohana Kuddus. Berdiri sejak 11 Februari 1911, awalnya yayasan ini dimaksudkan sebagai tempat berkumpul (Sari, 2016) perempuan Kotogadang sekaligus wadah mengatasi ketertinggalan pendidikan perempuan. Menurut Rohana Kuddus, ketertinggalan pendidikan ditengarai menjadi salah satu penyebab ketertindasan perempuan pada masa itu. Sehingga, pendirian Yayasan Amai Setia diharapkan bisa menjembatani akses pada pendidikan.

Melalui Yayasan Amai Setia, para perempuan Kotogadang  kemudian belajar membaca, menulis dan menghitung (calistung). Mereka juga diajarkan berbagai keterampilan seperti meyulam dan merenda. Hal ini untuk mendorong mereka mampu berkontribusi menopang ekonomi keluarga. Disana mereka dibentuk menjadi perempuan intelek sekaligus mampu mandiri secara ekonomi. Sang pionir Rohana Kuddus juga berpandangan bahwa selain intelektual, perempuan untuk tidak menjadi objek kekerasan maka harus memiliki kemampuan ekonomi.

Hingga kini Yayasan Amai Setia masih tetap eksis. Walau demikian cahaya kejayaan tersebut tidak lagi secerah dahulu. Kini hanya beberapa ibu-ibu yang dengan sabar menggeluti kerajinan ini di gedung yayasan. Tidak banyak perempuan yang berniat belajar kerajinan rendo. Beberapa alasan seperti waktu yang lama serta mengandalkan tangan ditengarai menjadi penyebab kurangnya animo masyarakat untuk belajar rendo bangku.

Penggunaan alat sederhana dan mengandalkan pekerjaan tangan manusia memang membuat proses pembuatan renda ini berjalan lambat. Sementara itu jika dikaitkan dengan ongkos pembuatan yang mahal, maka tentu nilai jualnya juga akan berbanding lurus. Di sisi lain, perkembangan teknologi telah dapat menghasilkan produk serupa dengan waktu yang lebih cepat dan harga yang lebih murah.

Terlepas dari kondisinya akhir-akhir ini, keberadaan rendo bangku diakui telah menjadi tonggak sejarah bagi perempuan-perempuan Indonesia Minangkabau bagi perempuan Kotogadang. Keberadaan rendo bangku tidak hanya mampu menopang ekonomi keluarga di kala sumber penghasilan utama tidak mencukupi. Tapi lebih dari itu, keberadaan rendo bangku telah mampu menjadi wadah mengubah perspektif perempuan di tengah dominasi budaya patriarkhi.

Cita-cita perempuan mandiri dan bebas dari ketertindasan sebagaimana dicita-citakan Rohana kuddus telah menambah peran penting Yayasan Amai Setia Kotogadang dan kerajinan rendo bangku. Para perempuan telah mampu berpikir kritis dan mandiri secara ekonomi melalui pendidikan dan keahlian yang dimiliki. Mereka juga menjadi contoh dan inspirasi bagi perempuan lain untuk melakukan hal yang sama bagi kehidupannya [Penulis adalah peneliti di Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat].

Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Singgalang Kolom Bendang pada Minggu, 10 Maret 2019

Kunjungan Laseda 2019: Dari Masjid Jamik ke Malborough

0
Foro bersama peserta Laseda 2019 dengan latar Masjid Jamik Bengkulu (26/6). Foto.FM

Bengkulu – salah satu acara yang dilakukan dalam kegiatan Lawatan Sejarah Daerah 2019 Bengkulu adalah kunjungan ke objek-objek bersejarah di Kota Bengkulu. Tidak kurang lima objek bersejarah yang dikunjungi selama dua hari berturut-turut. Objek-objek tersebut antara lain Masjid Jamik, Makam Inggris, Makam Sentot Alibasyah, Rumah Pengasingan Bung Karno, Makam Fatmawati dan Benteng Malborough. Kegiatan kunjungan ini dilakukan pada Rabu – Kamis, 26-27 Juni 2019.

Baca juga: Perlu Kreativitas Memaknai Tinggalan Sejarah

Pada hari pertama kunjungan yakni Rabun (26/6), para peserta dibawa ke empat objek sejarah yaitu Masjid Jamik, Makam Inggris, Makam Sentot Alibasyah dan Rumah Pengasingan Bung Karno. Ketiga objek tersebut sangat ikonik di Kota Bengkulu dengan rincian berikut:

  1. Mesjid Jamik

Mesjid Jamik Bengkulu terletak di Pintu Batu, di persimpangan jalan raya yang cukup ramai. Di sekitar lokasi mesjid terdapat bangunan pertokoan dan rumah-rumah makan bahkan hotel dan penginapan.

Masjid Jamik

Pada tahun 1938, Ir. Soekarno diasingkan ke Bengkulu oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada awal kedatangannya ke Bengkulu Bung Karno mengadakan pendekatan pada masyarakat Bengkulu yang mayoritas beragama Islam. Bung Karno sering berkeliling kota untuk mengenal lebih dekat keadaan Bengkulu. Pada saat berkeliling kota itu ia memperhatikan kondisi mesjid-mesjid yang ada di kota Bengkulu. Pada akhirnya Bung Karno merancang gambar bangunan dalam rangka perbaikan sebuah mesjid yang terletak di tengah kota Bengkulu yang bernama mesjid Jamik.

Bung Karno sebagai seorang arsitek tidak merubah dan menambah semua bangunan mesjid yang lama, tetapi sebagian besar tetap dipertahankan seperti dinding yang ada hanya ditinggikan 2 meter, dan juga lantai ditinggikan 30 cm. Adapun yang tembok oleh Bung Karno adalah bagian atap dan tiang-tiang mesjid.

Bangunan masjid Jamik yang ada sekarang merupakan bangunan mesjid dengan konstruksi permanen, terdiri atas tiga bagian yang saling menyatu, yaitu bangunan inti, bangunan serambi dan bangunan tempat wuduk/kamar mandi. Mesjid Jamik mempunyai bentuk atap khas, tidak memakai kubah sebagaimana mesjid-mesjid lainnya.

  1. Makam Inggris

Komplek makam Inggris terletak di Kelurahan Jitra. Komplek ini tidak dapat dilepaskan dari sejarah Benteng Marlborough, karena menurut catatan Inggris di Bengkulu telah ribuan orang meninggal akibat perang, atau penyakit dan sebagian diantaranya dimakamkan di komplek pemakaman Jitra ini.

Makam Inggris

Komplek pemakaman ini mempunyai luas 4.343 m2 dan diperkirakan makam orang asing berjumlah 127 buah yang berukuran kecil maupun besar. Bentuk makam bervariasi. Ada yang berbentuk limas dan ada pula yang tidak memiliki atap. Pada tubuh makam juga ada ditemui pola hias yang bervariasi dan ada yang menonjol ciri khas Eropa, yang memiliki pilar dan bermotif bunga. Makam ini banyak dikunjungi oleh para wisatawan baik dalam negeri maupun mancanegara.

  1. Makam Sentot Alibasyah

Makam Sentot Alibasyah terletak di Kelurahan Bajak, Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu. Makam tersebut terletak di kompeleks pemakaman umum. Luas keseluruhan lebih kurang 400 m2. Sentot Alibasyah adalah seorang Panglima Perang Diponegoro dalam melawan kolonial Belanda di Pulau Jawa. Setelah Pangeran Diponegoro dan Sentot Alibasyah ditangkap, kemudian Sentot Alibasyah dikirim ke Sumatera Barat. Karena Sentot Alibasyah memberikan dukungan kepada Kaum Paderi, maka Sentot Alibasyah ditarik kembali ke Jawa dan disingkirkan ke Cianjur.

Makam Sentot Alibasyah

Di Batavia ia diizinkan oleh Belanda untuk menunaikan ibadah haji. Sepulangnya dari Mekkah (1833), ia langsung menjalani putusan pengadilan yaitu, dibuang ke Bengkulu. Pangeran Alibasyah Prawiradiraja, yang lebih dikenal dengan nama Sentot Alibasyah, dengan surat pengusulan dan Gubernur Jenderal dalam Dewan tertanggal 12 Desember 1843 La N dibuang ke Bengkulu.

Sampai saat ini riwayat Sentot Alibasyah selama berada di Bengkulu belum dapat diungkapkan secara baik. Dari data yang ada hanya diungkapkan ia meninggal di Bengkulu pada tanggal 17 April 1855 dan dimakamkan di Kelurahan Bajak, Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu (Lokasi makam Sentot Alibasyah dahulunya disebut juga “Surau Lamo”). Setiap saat makam Sentot Alibasyah banyak dikunjungi oleh wisatawan asing maupun domestik.

  1. Rumah Kediaman Bung Karno

Rumah Bung Karno  terletak di tengah kota Bengkulu, tepatnya di jalan Sukarno Hatta Kelurahan Anggut Atas Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu. Tidak diketahui kapan rumah ini dibangun. Awalnya rumah ini adalah milik seorang pedagang Tionghoa yang bernama Lion Bwe Seng yang disewa Belanda untuk Bung Karno selama pengasingan. Hingga sekarang ciri-ciri rumah masih tetap dipertahankan seperti lobang angin yang terdapat di atas jendela dan pintu bermotif huruf/ungkapan dalam bahasa cina.

Rumah Kediaman Bung Karno

Rumah tersebut cukup luas dengan ukuran 9 x 18 m dan mempunyai luas halaman seluruhnya 40.434 m2. Bangunan rumah tersebut terdiri dari beranda depan, kamar kerja, kamar tidur, beranda belakang, dapur dan sebuah sumur. Di dalam rumah terdapat perlengkapan atau perabot rumah tangga yang dirancang oleh Bung Karno, pakaian kelompok sandiwara (tonil monte Carlo) dan sepeda yang pernah yang digunakan oleh Sukarno selama di pengasingan di Bengkulu.

Pada saat Bung Karno menempati rumah itu, selalu dijaga ketat oleh petugas kepolisian Belanda. Siapapun tamu beliau terlebih dahulu harus melapor dan minta izin kepada petugas penjagaan. Ruang gerak Bung Karno dibatasi. Meskipun demikian, Bung Karno masih lolos untuk berhubungan dengan tokoh-tokoh politik lainnya seperti Husni Tamrin, Hamka, dan Kyai Haji Mansyur.

Bung Karno menempati rumah ini sejak pengasingannya di Bengkulu yakni tahun 1938 hingga 1942. Selama dalam pengasingan, Bung Karno mempunyai dua orang pembantu, yaitu Miin dari Sunda dan Fadil dari daerah Lebong. (bersambung) (FM)

Perlu Kreativitas Memaknai Tinggalan Sejarah

0

Bengkulu – Narasumber pembekalan teknis peserta Lawatan Sejarah Daerah 2019 menekankan  perlunya kreativitas masyarakat khususnya generasi muda untuk memaknai tinggalan sejarah sehingga tinggalan tersebut lebih bermakna. Hal ini disampaikan kedua narasumber Laseda yakni Agus Setiyanto, sejarawan Bengkulu dan Kepala BPNB Sumbar Drs. Suarman di Aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu pada  Rabu (26/6).

Baca juga: Lawatan Sejarah Daerah 2019 Resmi Dibuka

Agus Setiyanto yang membawakan materi berjudul Peninggalan Sejarah dan Budaya bagi Kehidupan Masyarakat menyatakan bahwa ada kecenderungan generasi muda sekarang jenuh terhadap nilai-nilai lama, krisis identitas, daya saing nilai lama lemah dan daya tarik nilai baru serta masuknya nilai-nilai pragmatis.

Untuk itu perlu melakukan rehistori dan rekulturisasi, dimana upaya ini bertujuan untuk membentuk kesadaran identitas, kecintaan terhadap nilai-nilai lama, kebanggaan terhadap nilai-nilai lama dan selanjutnya mendorong rasa memiliki terhadap nilai-nilai lama tersebut.

Lebih lanjut dia menambahkan bahwa tujuan itu bisa dicapai dengan cara-cara kreatif memaknai tinggalan sejarah dengan implementasi kesadaran identitas, menggali kearifan lokal, menumbuhkan semangat retradisionalisasi, mempertahankan local genius dan melalui pendekatan humanihora.

Suarman, sebagai narasumber kedua juga mengamini pendekatan kreatif tersebut. Dia juga menambahkan bahwa ide-ide kreatif dapat diimplementasikan dalam hal publikasi peristiwa maupun objek sejarah sehingga semua orang dapat belajar dan mengenali identitasnya. (FM)

Lawatan Sejarah Daerah 2019 Resmi Dibuka

0

Bengkulu – Lawatan Sejarah Daerah 2019 secara resmi dibuka. Acara pembukaan dilaksanakan pada 26 Juni 2019 di aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu di Jl. S. Parman No.7 Kota Bengkulu. Acara ini dibuka oleh Gubernur Bengkulu yang diwakili Asisten Administrasi Umum Provinsi Bengkulu H. Gotri Suyatno. Turut hadir dalam acara pembukaan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, Kepala Taman Budaya, Kepala Museum, Ketua BMA Bengkulu dan Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat serta panitia, peserta dan tim juri Laseda 2019.

Acara pembukaan dimulai dengan pembacaan ayat suci Alquran oleh M.Reyhan Pratama F, menyanyikan lagu Indonesia Raya dipimpin oleh Agmunisa Suci Oktira, Laporan Kepala BPNB Sumbar Drs. Suarman dan pembukaan secara resmi oleh Gubernur Bengkulu yang diwakili Asisten Administrasi Umum H. Gotri Suyatno.

Baca juga: Pembekalan Peserta Laseda 2019

Kepala BPNB Sumbar Drs. Suarman dalam laporannya menyatakan bahwa tema Laseda 2019 adalah Melacak Warisan Sejarah dan Budaya untuk Mempererat Keberagaman Bangsa. Hal ini dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai sejarah budaya sehingga dapat mempererat persatuan bangsa. Dia juga menyampaikan bahwa pemilihan Bengkulu sebagai lokasi lawatan lebih dikarenakan Bengkulu ikut mewarnai sejarah Indonesia yang ditandai dengan banyaknya objek-objek sejarah di Bengkulu.

Suarman selanjutnya melaporkan peserta Laseda 2019 berjumlah 50 orang, terdiri dari 40 peserta didik dan 10 orang guru pendamping. Seluruh peserta berasal dari sekolah-sekolah yang ada di tiga provinsi wilayah kerja BPNB Sumbar. Adapun asal sekolah para peserta pada tahun ini yakni MAN 2 Padang, SMA N.8 Padang, SMA N.1 Ujanmas, Muara Enim, SMA N.2 Unggulan Sekayu, SMA N.20 Palembang, SMA N.3 Mukomuko, SMA N.10 Kaur (pentagon), MAN 1 Padang, SMA N.1 Kepahiang, SMA N.1 Pampangan, SMK N.9 Padang dan SMK N.1 Padang. Dia selanjutnya berharap para peserta laseda menjadi duta sejarah di masa mendatang.

Sementara dalam sambutan Gubernur yang disampaikan Gotri Suyatno menyatakan sangat mendukung pelaksanaan Laseda 2019. Dia sekaligus mengutip pernyataan Soekarno tentang JASMERAH (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah). Dia juga berharap melalui kegiatan laseda dapat menghasilkan tumbuhnya semangat apresiasi generasi muda pada sejarah, memberi informasi tentang sejarah, membuka dan menumbuhkan wawasan generasi muda tentang sejarah serta dapat memperkenalkan tokoh-tokoh sejarah kepada generasi muda.

Seperti yang diinformasikan sebelumnya, lawatan sejarah merupakan kegiatan rutin Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat yang dilaksanakan sekali setahun. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menginternalisasikan nilai-nilai sejarah dan budaya kepada peserta didik. Sehingga sasaran kegiatan ini adalah peserta didik tingkat SMA.

Setelah pembukaan, selanjutnya peserta menerima materi sejarah dari beberapa narasumber seperti Agustiyanto, sejarawan Bengkulu dan Drs. Suarman, kepala BPNB Sumbar. Kegiatan pasca materi narasumber berlanjut dengan kunjungan ke berbagai objek-objek sejarah yang ada di Kota Bengkulu. (FM)

Pembekalan Peserta Laseda 2019

0

Bengkulu – Peserta lawatan sejarah daerah 2019 telah tiba di Kota Bengkulu. Sebanyak 40 peserta didik dan 10 guru dari tiga provinsi berkumpul di Hotel Wedika Kota Bengkulu. Panitiapun memberikan pembekalan kepada peserta sebelum seluruh rangkaian acara Laseda digelar. Pembekalan ini diadakan di aula Hotel pada malam Selasa (25/6) yang dipimpin oleh ketua panitia Drs. Ajisman. Hadir dalam pembekalan tersebut yaitu para peserta, panitia dan tim juri.

Hal-hal yang disampaikan dalam pembekalan tersebut terutama berkaitan dengan disiplin para peserta selaama kegiatan berlangsung. Selain itu, panitia juga menjelaskan jadwal dan teknis pelaksanaan acara dari pembukaan hingga penutupan acara.

Baca juga: Pemberangkatan Peserta Lawatan Sejarah Daerah 2019

Adapun rangkaian acara pelaksanaan laseda 2019 yakni:

  1. Pembukaan di kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
  2. Pembekalan oleh narasumber
  3. Presentasi makalah oleh pendidik
  4. Kunjungan ke objek-objek bersejarah
  5. Presentasi makalah oleh peserta didik
  6. Pelaporan hasil kunjungan
  7. Penampilan kesenian
  8. Penutupan sekaligus penyerahan apresiasi

Adapun  obyek-objek sejarah yang akan dikunjungi pada laseda kali ini antara lain Masjid Jamik, Makam Inggris, Rumah Pengasingan Bung Karno, Rumah Fatmawati, Museum Bengkulu, Makam Sentot Alibasyah dan Benteng Malborough.

Seluruh rangkaian acara tersebut akan dimulai Rabu (26/6) dengan pembukaan acara di Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu. Acara pembukaan rencananya akan dilakukan langsung oleh Gubernur Bengkulu.

Pada acara pembekalan tersebut, panitia menyampaikan bahwa peserta akan dinilai dari berbagai aspek selama Laseda. Beberapa aspek tersebut yakni makalah, keaktifan dan perilaku. Panitia juga menyampaikan bahwa tiga peserta dengan makalah terbaik akan diberikan apresiasi. Adapun kegiatan-kegiatan yang diberikan apresiasi oleh panitia yakni makalah terbaik, kelompok terbaik, penampilan kesenian terbaik dan guru terbaik.

Selanjutnya pada akhir acara nanti, panitia akan memilih dua orang peserta laseda terbaik dari tiap provinsi dan masing-masing satu guru pembimbing untuk mewakili daerahnya ke acara Lawatan Sejarah Nasional 2019. Rencananya Lasenas ini akan diadakan di Sumatera Utara pada 8 – 12 Juli 2019. (FM)

Pemberangkatan Peserta Lawatan Sejarah Daerah 2019

0
Pemberangkatan peserta laseda

Padang – Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat akan melaksanakan Lawatan Sejarah Daerah 2019. Kegiatan akan dilaksanakan pada 25-28 Juni 2019 di Kota Bengkulu. Hari ini, Senin (24/6) panitia dan peserta dari Sumatera Barat berangkat dari Kota Padang ke Bengkulu. Kepala BPNB Sumbar Drs. Suarman secara langsung memimpin pemberangkatan peserta dari kantor Jl. Belimbing No,16 Kuranji Padang.

Acara pemberangkatan dimulai dengan pengantar dari ketua panitia Drs. Ajisman, kata sambutan sekaligus pemberangkatan dari Drs. Suarman serta doa  yang dipimpin oleh salah seorang peserta didik.

Baca juga: Mati Samuik dek Manisan Jatuah Kabau dek Lalang Mudo

Suarman, saat pemberangkatan menyampaikan harapannya agar selama dalam perjalanan tidak mengalami hambatan apapun. Demikian juga dari mulai acara hingga kelar senantiasa dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Dia juga menekankan agar peserta khususnya yang berasal dari Sumatera Barat agar menjaga nama baik daerah sebagai pribadi-pribadi yang beradab.

Kegiatan Laseda, merupakan kegiatan tahunan dalam upaya menginternalisasikan nilai sejarah dan budaya kepada peserta didik. Dalam kegiatan ini, peserta didik akan dikenalkan objek-objek serta peristiwa sejarah yang terjadi di suatu daerah. Sehingga kegiatan ini dilaksanakan secara bergilir di tiga wilayah kerja BPNB Sumatera Barat yakni Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Bengkulu  dan Provinsi Sumatera Selatan.

Pada tahun ini, kegiatan Laseda dipusatkan di Provinsi Bengkulu, tepatnya di Kota Bengkulu. Sebanyak 50 orang peserta yang terdiri dari 40 peserta didik dan 10 guru yang berasal dari 12 SMA di tiga provinsi akan berkumpul selama pelaksanaan berlangsung.

Rangkaian acara yang akan dilaksanakan pada Laseda kali ini yakni pembukaan, pembekalan narasumber, kunjungan ke objek-objek bersejarah, presentasi makalah dan penilaian, serta penutupan. Panitia akan memberi apresiasi kepada tiga orang pemakalah terbaik. Selain itu, tiga orang terbaik dari masing-masing provinsi juga akan diutus ke acara Lawatan Sejarah Nasional yang akan diadakan di Sumatera Utara pada bulan Juli mendatang. (FM)

Mati Samuik dek Manisan, Jatuah Kabau dek Lalang Mudo

0

Penulis: Undri

Berhati-hati dan jangan cepat sekali percaya akan bujukan mulut manis dan budi bahasa yang baik. Lekas percaya kepada segala sesuatu yang hanya dilihat lahirnya belaka- fisiknya- sebab bisa saja kenyataannya tak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Terkadang sulit membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, siapa yang tulus dan siapa yang menipu. Terperdaya akan hal ini kita bisa jadi korban nantinya –mati samuik dek manisan, jatuah kabau dek lalang mudo (mati semut karena manisan, jatuh kerbau karena rumput muda).

Semut suka sekali dengan gula atau manisan. Dimana ada gula, ada manisan maka dengan cepatnya semut akan berkumpul pula disana. Akibat terperdaya oleh manisnya gula dan nikmatnya madu. Berkejar-kejar pula semut tersebut. Semut ada yang terpeleset masuk ke dalam genangan manisan hingga akhirnya terperangkap dan mati.  Demikian pula halnya kerbau yang suka sekali dengan rumput muda. Bila melihat rumput muda atau lalang  maka kerbau itu memakannya sampai sekenyang-kenyangnya. Bahkan lalang yang tumbuh ditepi tebingpun asal muda akan diusahakan untuk dapat dimakannya sekenyang-kenyang perutnya. Oleh karena badan kerbau itu cukup berat maka runtuhlah tebing dan jatuhlah ia ke dalam jurang.

Sebuah nasehat bagi kita untuk mengendalikan hawa nafsu. Bila kita terlalu memperturutkan hawa nafsu maka kita bisa terjerumus karenanya. Kadang membuat kita sulit membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, siapa yang tulus dan siapa yang menipu. Irama hidup yang harus menjadi pilihan bagi kita.

Sebab hawa nafsu adalah sebuah  perasaan atau kekuatan emosional yang besar dalam diri seorang manusia yang perlu dikendalikan; berkaitan secara langsung dengan pemikiran atau fantasi seseorang. Hawa nafsu merupakan kekuatan psikologis yang kuat yang menyebabkan suatu hasrat atau keinginan intens terhadap suatu objek atau situasi demi pemenuhan emosi tersebut.

Terkadang sebagian orang menganggap hawa nafsu sebagai “syaitan yang bersemayam di dalam diri manusia,” yang bertugas untuk mengusung manusia kepada kefasikan atau pengingkaran. Mengikuti hawa nafsu akan membawa manusia kepada kerusakan. Akibat pemuasan nafsu jauh lebih mahal ketimbang kenikmatan yang didapat darinya. Hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan juga dapat merusak potensi diri seseorang bahkan kehancuran.

Bagaimana kita memahami tentang hawa nafsu tersebut. Secara dasarnya setiap orang diciptakan dengan potensi diri yang luar biasa, tetapi hawa nafsu dapat menghambat potensi itu muncul kepermukaan. Potensi untuk menciptakan keadilan, ketenteraman, keamanan, kesejahteraan, persatuan dan lainnya. Namun karena hambatan  nafsu yang ada pada diri seseorang potensi-potensi tadi tidak dapat muncul kepermukan.

Kita sadari usaha untuk mengendalikan nafsu ini bukan perkerjaan yang mudah. Karakter nafsu yang tak tampak dan kerapkali membawa efek kenikmatan yang amat besar  menjadikannya sebagai musuh paling sulit untuk diperangi. Rasulullah SAW sendiri mengistilahkan ikhtiar pengendalian nafsu ini dengan “jihad”, yakni jihâdun nafsi. Bahkan diibaratkan nafsu itu sebagai hewan beringas dan nakal. Untuk menjinakkannya, menjadikan hewan itu lapar dan payah merupakan pilihan strategi yang efektif. Selama proses penundukkan itu, nafsu mesti disibukkan dengan hal-hal positif agar semakin jinak dan tidak buas bagi seseorang dalam kehidupan ini.

Memposisikan perihal kehati-hatian kepada bujukan mulut yang manis dan budi bahasa yang baik itu seseorang nampaknya penting bagi kita. Jangan terperdaya kepada bentuk seseorang namun jauh lebih dari itu, yakni hati yang suci penting untuk dimaknai.  Terkecoh kita bila bentuk fisik saja yang kita pahami.  Sejalan dengan itu dalam petitih Minangkabau dijelaskan  gadang bungkuih indak barisi, gadang suok indak manganyang-besar bungkus tidak berisi, besar suap tidak mengenyang. Merupakan nasehat atau anjuran agar jangan lekas percaya kepada segala sesuatu yang hanya dilihat lahirnya belaka, sebab bisa saja kenyataannya tak sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Untuk itu mari kita mensucikan diri atau mengendalikan hawa nafsu, berjalan di jalur-jalur yang benar saja. Jika hal tersebut kita ikuti maka kita akan selamat dan terhindar dari korbannya dari hawa nafsu yang tidak terkendali tersebut.

Jadi –mati samuik dek manisan, jatuah kabau dek lalang mudo (mati semut karena manisan, jatuh kerbau karena rumput muda) merupakan sebuah nasehat bagi kita supaya  kita agar tidak terperdaya oleh mulut manis, penuh janji-jani tapi tidak ditepati. Sebuah keharusan yang harus kita pahami dan laksanakan bila kita tidak ingin jadi orang yang merugi dikemudian hari nantinya. Mudah-mudahan. [Penulis adalah peneliti Balai pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat]

Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Singgalang Kolom Kurenah

Filosofi Kain Panjang

0

Penulis: Ernatip

Kain dan manusia saling terkait sejak lahir hingga ajal datang menjemput, disimbolkan dengan pambaduang dari kain. Bayi baru lahir setelah dibersihkan lalu dibedung menggunakan kain agar tidurnya nyenyak. Hingga tiba waktunya manusia itu meninggal dunia kain digunakan untuk menutup jenazahnya. Kain lazim digunakan oleh manusia dalam kesehariannnya. Kain dalam pemahaman orang kini adalah kain yang bukan pakaian sehari-hari, melainkan kain yang dipakai untuk kegitan tertentu. Kain itu banyak jenisnya, ada yang disebut dengan kain sarung dan kain panjang. Kain sarung bentuknya seperti karung ada namaya sarung plikat yang lazim dipakai oleh kaum laki dan untuk shalat bagi kaum perempuan. Selain itu ada pula namanya sarung batik jao yang lazim dipakai oleh kaum perempuan. Sedangkan kain panjang adalah kain yang berukuran panjang hingga menjapai 3-4 meter.

Kain panjang berasal dari bahan batik yang memilki banyak jenis misalnya batik tulis, batik tanah liat, batik cetak dan lainnya. Kain panjang memiliki banyak warna dan motif yang beragam. Kain sarung dan kain panjang mempunyai nilai yang berbeda dalam kehidupan manusia, walaupun dalam keseharian sama-sama digunakan. Secara kasat mata kain panjang menempati posisi yang khusus dan bahkan termasuk legitimasi adat pada daerah tertenu seperti Minangkabau. Orang Minangkabau menempatkan kain panjang sebagai peralatan yang bernilai tinggi dan sebagai penghormatan. Hal ini terlihat dari pada pelaksanaan upacara adat perkawinan dan upacara adat lainnya. Kain panjang dijadikan sebagai alas kasur tempat duduk penghulu dan ninik mamak pada upacara adat yag sedang berlangsung. Selain itu kain panjang pun ada juga digunakan untuk penutup bagian tertentu dari rumah di saat berlangsungnya perhelatan.

Kain panjang dalam adat Minangkabau termasuk atribut adat yang ada semenjak sesorang itu dilahirkan hingga akhir hayatnya. Setiap fase yang dilalui oleh seseorang itu kain panjang menjadi barang yang tak terabaikan. Kain panjang menjadi barang bawaan yang diperuntukan untuk seseorang sebagai bentuk kasih sayang dan hubungan silaturahmi. Ikatan keluarga semakin kuat setelah lahirnya generasi baru yang ditandai dengan datang bersilaturahmi.

Fase pertama kehidupan manusia atau sebelum lahir kain panjang telah disediakan yang nantinya akan digunakan untuk bedung maupun pandukuang.  Semenjak masa bayi kain panjang telah dipakai oleh manusia sebagai pelindung dari kedinginan, membuat tubuhnya hangat karena dibedung. Kondisi seperti ini membuat ia tertidur pulas sampai berjam-jam. Selain itu kain panjang pun digunakan sebagai pandukuang bayi. Menggendong bayi menggunakan kain panjang terasa lebih leluasa baik si bayi maupun yang menggendongnya. Bayi yang digendong bisa dibaringkan karena kain yang lebar mampu menutup seluruh tubuh. Begitu juga orang yang menggendong terasa enteng karena kekuatan gendongan terletak pada bahu bukan pada tangan. Kedua tangan bisa melenggang dan bayi tetap nyaman dalam gendongan bahkan sering ia tertidur.

Kenyataan tersebut memperlihatkan bahwa kain panjang begitu berarti bagi manusia mulai sejak bayi. Oleh sebab itu dalam adat Minangkabau tradisi mancaliak anak umumnya orang membawa kain panjang. Tradisi mancaliak anak dilakukan oleh pihak bako anak (nenek dari ayah) beserta anggota keluarganya. Pada acara ini biasanya nenek dan anggota keluarga lainnya datang beramai-ramai melihat cucu baru lahir. Rombongan itu terutama nenek dan keluarga terdekat membawa kain panjang, di samping bawaan yang lain seperti emas dan lainnya. Barang bawaan berupa kain panjang merupakan adat turun temurun. Sedangkan emas atau yang lainnya adalah penyerta adat karena adanya kemampuan keluarga yang bersangkutan.

Melewati fase masa bayi, kain panjang pun masih menjadi peralatan adat yang diberikan kepada seseorang. Memasuki masa peralihan yakni menikah kain panjang sebagai pengisi piring hantaran. Pada prosesi adat bertunangan yang ditandai dengan istilah maantaan nasi lamak. Maantan nasi lamak adalah prosesi adat dalam rangka penentuan waktu pelaksanaan pernikahan. Maantaan nasi lamak dilakukan oleh pihak perempuan ke rumah pihak laki-laki. Selain itu nasi lamak juga diantarkan ke rumah bako, mamak anak yang akan menikah tersebut. Piring nasi lamak ini nantinya oleh yang menerima akan diisi dengan bermacam-macam barang salah satu nya adalah kain panjang.

Adat seperti tersebut sangat kental terlihat pada masyarakat di Kota Padang. Hampir setiap waktu dapat disaksikan adanya arak-arakan orang mancaliak anak, orang maantaan piriang nasi lamak. Prosesi adat tersebut menjadikan kain panjang sebagai adat yang harus diisi. Oleh sebab itu tidak heran pada acara tersebut ada puluhan bahkan ratusan helai kain panjang yang diterima oleh keluarga yang bersangkutan. Kain panjang pemberian itu terutama dari pihak bako mempunyai nilai yang sangat dalam, adat bako terhadap anak pisang. Hubungan bako dan anak pisang tidak akan putus sampai akhir hayat walaupun “ayah” nantinya telah tiada.

Kain panjang begitu berarti dalam kehidupan manusia tidak hanya semasa hidup setelah meninggal dunia pun demikian. Orang yang telah meninggal dunia jasatnya disemayamkan ditutupi menggunakan kain panjang. Adat kematian berbeda-beda setiap daerah di Minangkabau, disebut jiga dengan istilah adat salingka nagari. Adat kematian di Kota Padang, penyelenggaraan jenazah tidak hanya menurut ajaran agama Islam yakni dimandikan, dikapani, disahalatkan dan dikuburkan. Penyelenggaraan jenazah disertai adat yang berlaku semenjak lama yakni adanya pasambahan dan aturan adat lainnnya terkait dengan memandikan jenazah. Hubungan keluarga baik bertali darah maupun bertali adat terlihat pada prosesi penyelenggaraan jenazah tersebut.

Berkaitan dengan hal itu, pada hari kematian kain panjang sangat diperlukan. Kain panjang digunakan mulai dari jenazah disemayamkan, dimandikan, dikapani sampai kepemakaman. Begitu banyak kain panjang yang terpakai maka dihari kematian tersebut kaum kerabat terdekat biasanya membawa kain panjang. Kain panjang itu lazim disebut dengan istilah kain alas tilam. Kain alas tilam adalah istilah yang digunakan untuk acara kematian yang terdiri dari beberapa helai kain panjang. Kain alas tilam digunakan sebagai alas jenazah ketika dibawa kepemakaman.

Berdasarkan kenyataan tersebut, ternyata kain panjang sangat erat kaitannnya dengan aktivitas manusia. Terlepas dari untuk pengisi adat kain panjang pun banyak digunakan dalam keseharian. Bagi orang yang mempunyai anak bayi kain panjang bisa juga digunakan untuk ayunan atau buayan di samping untuk menggendong.  Kain panjang disebut juga dengan kain pandukuang karena digunakan untuk mandukuang (menggendong) anak. Sesungguhnya dalam situasi tertentu yang didukuang tidak hanya manusia tetapi barang bawaan berupa benda ada yang didukuang.  Selain itu kain panjang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam suatu pekerjaan seperti untuk sangguluang. Pada masa dahulu baik kaum laki-laki maupun perempuan sering menggunakan sangguluang untuk membawa barang yang berat dengan cara dijujung di atas kepala. Sangguluang digunakan sebagai alas kepala agar barang bawaan mudah diletakan dengan baik.

Kegunaan lain dari kain panjang adalah sebagai pakain sehari-hari, maksudnya dijadikan sebagai selimut tidur. Kain panjang banyak digunakan untuk selimut karena ukurannnya yang panjang sehingga bisa menutupi seluruh tubuh. Pada masa dahulu orang lazim menggunakan kain panjang untuk selimut tidur, dua atau tiga orang anak-anak bisa diselimuti dengan satu helai kain panjang. Begitu juga remaja laki-laki yang pergi tidur ke surau atau tidur bersama kawan-kawannya berselimutkan kain panjang.

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa kain panjang mempunyai makna yang sangat dalam bagi manusia. Ia lahir dinanti dengan kain pajang dan ketika meninggal dunia pun jenazahnya ditutup kain panjang diantar kepemakaman. Hal ini menandakan bahwa kain panjang termasuk pakaian manusia yang akan selalu ada sepanjang hayatnya. Memang diakui saat ini bahwa kain yang fungsinya sama dengan kain panjang cukup banyak. Misalnya untuk bedung bayi, menggendong bayi, selimut tidur. Tetapi semua itu tidak sama dengan kain panjang, untuk acara adat di Minangkabau masih menggunakan kain panjang sebagaimana yang diwarisi oleh para tetua dahulu [Penulis adalah Peneliti di Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat].

Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Singgalang Kolom Bendang pada Minggu, 24 Februari 2019